x

Gambar oleh Sasin Tipchai dari Pixabay

Iklan

tuluswijanarko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 26 November 2020 05:57 WIB

Dua Kisah Tak Terlupakan di Hari Guru Nasional Kini

Saya benar-benar tak ingin ditandai ketika suatu saat harus lompat jendela, colut, di tengah pelajaran. Kepala migrain dan tak kuat lagi menyimak Trigonometri yang tengah diajarkan pak guru di depan kelas. Atau di lain waktu sempat mendebat bu guru soal pemberian nilai ulangan yang dalam pandanganku kurang adil. Beliau menitikan air mata karenanya, dan itu benar-benar tidak membuat saya bangga. Maafkan saya bapak dan ibu guru.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lewat momentum Hari Guru Nasional saat ini. saya ingin mengenang jasa-jasa para pendidik lewat dua kisah yang tak mungkin terlupakan. Kisah yang terjadi di masa lalu saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Atas. 

Selamat menyimak dan semoga bermanfaat.

GURU DAN TANDA-TANDA

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Waktu jaman SMA, saya adalah penanda bagi teman-teman sekelas. Maksudnya, begitu saya sampai di pintu kelas pagi hari itu, tandanya bel masuk segera berbunyi. Saya memang selalu mepet nyampai di sekolah.

Ditandai teman seperti itu, namun saya yakin tak ada guru yang menandai saya. Maklum, aku bukan murid menonjol. Secara akademis biasa banget, bukan jago olah-raga dan musik. Tidak nakal juga tak 100% anak baik-baik. Benar-benar jenis murid pas bandrol!

Saya baru merasa ditandai ketika menyerahkan tugas di ruang guru karena sudah lewat deadline. Kebetulan seorang teman puteri juga titip ke saya. "Haha, kamu pacaran, ya, sama dia," kata Pak Slamet dengan suaranya yang lantang itu. Beberapa guru menoleh mesam-mesem. Dengan sedikit kelimpungan saya membantah (meskipun dalam hati senang karena dikira sudah punya pacar, hehehe).

Saya benar-benar tak ingin ditandai ketika suatu saat harus lompat jendela, colut, di tengah pelajaran. Kepala migrain dan tak kuat lagi menyimak Trigonometri yang tengah diajarkan pak guru di depan kelas. Atau di lain waktu sempat mendebat bu guru soal pemberian nilai ulangan yang dalam pandanganku kurang adil. Beliau menitikan air mata karenanya, dan itu benar-benar tidak membuat saya bangga. Maafkan saya bapak dan ibu guru.

Hari ini, kalau ada hal-hal baik yang saya lalukan, itu tandanya hasil pengajaran para guru dan orang tua. Sedang kalau ada kelakuanku yang ndak benar, sepenuhnya tanggung-jawabku belaka.

BERKAH KEPERGOK GURU 

Waktu itu kelas 6 SD. Hari minggu yang cerah. Bertiga bersama teman, kami mewujudkan rencana yang sudah dirancang: berjalan kaki ke arah pinggiran kota seraya membawa bekal makan siang. Tidak jauh cuma sekitar 3 kilometer. Alias pulang-pergi 6 klometer.

Dalam imajinasi bocah, saat itu kami merasa tengah menjalani sebuah petualangan. Sawah di kanan kami. Perkampungan di sebelah kiri. Kendaraan bermotor belum sebanyak sekarang di kota kecil kami. Segar belaka cuaca hari itu.

Tak dinyana, di tengah perjalanan kami dipergoki Pak Guru yang tengah berkendara motor dari arah berlawanan. Beliau berhenti dan bertanya apa yang kami lakukan: jalan kaki, bertiga tak ditemani orang dewasa, dan "jauh" dari rumah? Lalu beliau mahfum setelah dijelaskan, dan berpesan agar kami hati-hati sebelum masing-masing meneruskan perjalanan.

Rupanya beliau menangkap apa yang menjadi hasrat kami. Sebulan kemudian, seluruh kelas diajaknya mengulangi rute petualangan kami, dan kali ini dengan sedikit tambahan jarak. Kulihat semua teman bergembira dengan kegiatan yang tak biasa itu. Belajar di alam bebas.

Saya ingin mengenang hari itu, bersamaan dengan peringatan Hari Guru, pada hari ini. Sungguh, sangat menyenangkan memiliki guru yang memahami keinginan murid-muridnya, dan tidak hanya meletakkan kebenaran pada dirinya sendiri. Pak Misdianto, guru kami itu, telah lama berpulang. Semoga Allah SWT menyediakan tempat yang indah bagi almarhum. Aamiin.

Semoga temanku, mas Heru H Subolo dan Tatang Tarsono, masih mengingat kenangan manis jaman bocah itu.

Akhirul kata, Selamat Hari Guru dan salam hormat dan sembah sungkem dari murid yang masih terus belajar ini.

 

Ikuti tulisan menarik tuluswijanarko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB