Posisi Depok sebagai kota resapan air terancam. Tiga situ sedang mengalami masa kritis akibat pembangunan yang lalai memperhitungkan aspek lingkungan, yakni Situ Studio Alam Sukmajaya, Situ Bahar Cilodong, dan Situ Cilangkap Tapos.
Menurut Ketua Tim Akar Rumput Kota Depok (TAR) Suryadi Bhoges kondisi tersebut akibat pengerjaan pembatas badan air yang tidak merapikan kembali. “Mengapa tanah hasil galian tersebut tidak diangkut?” ujarnya seperti dimuat oleh gerbangindonesia.org, Senin, 15 Maret 2021.
Upaya pegiat lingkungan menyelamatkan tiga situ tersebut bukan hanya meminta pertanggungjawaban kepada Pemerintah Kota Depok, juga mengirim surat kepada sejumlah kementerian dan Presiden (Istana Negara). Berlebihan? Rasanya tidak. Jumlah situ di Depok menurut portal resmi Pemkot Jawa Barat sebanyak 25. Namun setelah ditelusuri, data tersebut berdasarkan pendataan pada 2005. Sedangkan Harian Kompas menulis temuan pada 2014 bahwa jumlahnya berkurang dua. Bahkan aktivis lingkungan Heri Syaefudin mengungkapkan jumlah situ awalnya ada 34.
Sekadar informasi, arti situ di sini mengacu KBBI adalah danau atau telaga,bukan kata penunjuk “situ” antonim dari “sini”. Jadi, sebagai penduduk Depok, penulis dan mungkin juga Anda, tidak boleh bersikap tak acuh terhadap kondisi situ yang bukan “sini” itu, malah mestinya “isin” (Jawa: malu) karena berkurangnya wilayah resapan air terus berkurang.
Upaya Pemkot Depok menata situ sebenarnya telah dilakukan selama beberapa tahun terakhir. Sebagai Kota Penyangga sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang se-Jabodetabekjur (Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi-Cianjur), Depok bukan saja menjadi Kota Resapan dalam rangka #MengelolaAirUntukNegeri dan #SigapMembangunNegeri, tetapi juga diharapkan semua situ tersebut dapat menjadi destinasi wisata.
Dalam beberapa kesempatan, penulis bersama istri telah mengunjungi sejumlah situ untuk melihat perubahan itu, selain tujuan utama: jalan-jalan murah. Situ Cikaret boleh dibilang cukup tertata sebagai kawasan wisata. Di bibir situ tersedia kawasan kuliner yang dinaungi pepohonan. Situ Jatijajar juga tertolong oleh kawasan hutan lindung kecil di sisi Timur Laut.
Dekat tempat tinggal penulis, terdapat Situ Rawa Besar seluas 13 hektare yang sedang dipersiapkan sebagai tempat wisata. Lokasinya sekitar 1 Kilometer saja dari Kantor Wali Kota, sudah seharusnya situ ini mendapat perhatian khusus. Dari pengamatan, sisi Selatan dan Utara sudah dipercantik dengan paving block dan berbagai hiasan. Namun, di sisi Barat penulis masih menemukan lapak pemulung sampah. Bukan saja mengganggu pemandangan, juga mengurangi kenyamanan bagai orang yang ingin jogging mengeliling situ tersebut. Beberapa situ lainnya, yakni Situ Pendongkelan, Situ Sawangan, Situ Sukamaju, Situ Pitara, Situ Pengasinan, dan Situ Pladen belum tertata rapi.
Tersiar kabar, lima situ yakni Situ Cilodong, Situ Rawa Kalong, Situ Pladen, Situ Rawa Besar, dan Situ Sawangan sedang dipersiapkan menjadi lokasi wisata air. Janji tersebut diucapkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada 2019. Setelah dua tahun berlalu, penulis belum melihat perubahan berarti. Di Situ Pladen hanya gerbang masuk yang diganti lebih bagus. Mungkin, pandemi menghambat rencana itu. Jika benar, tahun ini sebaiknya master plan kembali digelar dan melanjutkan pembangunan. Tidak boleh terlupa, sekaligus membenahi tiga situ yang kritis seperti hasil temuan Suryadi Bhoges di awal tulisan. Dengan semangat #HariAirDuniaXXIX2021 gerakan mengembalikan situ kepada fungsi utamanya sebagai resapan air, sumber ekonomi masyarakat sekitar, serta destinasi wisata, sudah saatnya kembali menjadi gerakan nyata. (*)
Ikuti tulisan menarik Sandi Prastanto lainnya di sini.