x

Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana saat menghadiri pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah. Instagram/attahalilintar

Iklan

Elnado Legowo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 8 April 2021 07:18 WIB

Hadiri Pernikahan Atta-Aurel, Jokowi Kurang Sensitif

Kehadiran Presiden Jokowi di pernikahan Atta-Aurel dinilai sebagai tindakan tidak bijak dan tidak peka. Meskipun resepsi pernikahan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Kehadiran Jokowi dapat memicu warga berlomba-lomba menggelar pesta. Apa urgensi kehadiran presiden dan jajaran pejabat negara di acara itu sedang kedaruratan kesehatan masih berlangsung? Ada motif politik?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kehadiran Presiden Joko Widodo (Joko Widodo) dan beberapa jajaran pemerintahan di pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah pada Sabtu, 3/4/2021, menjadi sebuah kontroversi. Hal tersebut memberi kesan bahwa kedatangan Jokowi sangat bertentangan dengan keputusan pemerintah yang mengkampanyekan jaga jarak sosial, larangan mudik, hingga izin-izin resepsi masyarakat yang dipersulit dengan alasan keadaan yang masih pandemi.

Pernikahan Atta-Aurel sudah menjadi masalah dengan adanya siaran langsung yang dilakukan stasiun televisi RCTI, yang menyiarkan dari proses lamaran hingga pernikahan. Siaran langsung ini mendapat teguran dari KPI dengan alasan tidak menghormati kepentingan publik. Selain itu Atta-Aurel dikenal sebagai tokoh selebritis yang terkenal bukan karena kualitas atau prestasi, tapi hal-hal yang berbau dengan sensasi, hiburan, dan pamer kemewahan. Bahkan pernikahannya juga diselenggarakan dengan glamor, sehingga tidak ada nilai positif selain kontes kemewahan di kondisi yang tidak tepat.

Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial bagi rakyat Indonesia yang berada di kelas menengah ke bawah. Bahkan di situasi pandemi seperti sekarang ini, banyak rakyat Indonesia yang harus mengalami kerugian dalam segi ekonomi, hingga kehilangan pekerjaan mereka akibat pandemi. Selain itu, kecemburuan juga dapat muncul dari para warga yang resepsi pernikahannya dipersulit dan mendapat larangan mudik, meskipun sudah memenuhi protokol kesehatan. Walhasil pernikahan Atta-Aurel ini terkesan sangat menyakitkan dan mengejek.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut epidemiolog dari Universitas Indonesia, Hermawan Saputra, kehadiran Jokowi di acara pernikahan tersebut dapat memicu warga untuk berlomba-lomba menggelar pesta. Selain itu, banyak pihak yang mempertanyakan urgensi dari kehadiran Jokowi bersama beberapa jajaran pejabat negara di acara pernikahan tersebut, di tengah kedaruratan kesehatan yang masih berlangsung.

Mungkin bagi sebagian pihak menganggap bahwa kehadiran Jokowi di pernikahan Atta-Aurel adalah hak dari Jokowi selaku pemimpin negara. Tetapi menghadiri pernikahan tersebut bukanlah sesuatu yang mendesak dan dapat dilakukan secara daring. Walhasil Jokowi memperlihatkan ketidakkonsistenannya dalam mengatasi pandemi. Kampanye hindari kerumunan dan jaga jarak sosial seakan hanya jargon.

Menurut Krisdayanti, kehadiran Jokowi di pernikahan Atta-Aurel adalah kehadiran seorang presiden di pernikahan warganya. Tetapi jika ternyata ada ratusan hingga ribuan rakyat Indonesia yang ingin menikah dan mengundang Jokowi untuk hadir di pernikahannya, pasti beliau harus memilih pernikahan yang harus dihadirinya. Namun, mengapa harus pernikahan Atta-Aurel yang dipilih, sedangkan pernikahan mereka saja sudah salah konteksnya dan sudah menuai banyak kritik.

Terlebih lagi pernikahan mereka yang mewah, sangat jauh dari karakter Jokowi yang sering kita kenal sebagai pemimpin yang sederhana. Bahkan di luar sana, masih sangat banyak pernikahan rakyat Indonesia yang memiliki nilai positif daripada Atta-Aurel.

Menurut pengamat politik, Ujang Komarudin, terdapat motif politik dibalik kedatangan Jokowi dan beberapa jajaran pemerintahan ke pernikahan Atta-Aurel. Terlebih, hal tersebut diunggah oleh akun twitter resmi Sekretariat Negara. Walhasil, beliau memperkirakan keputusan kedatangan para tokoh negara untuk hadir di acara pernikahan tersebut, sudah melalui kajian yang matang dan perdebatan yang panjang di istana.

Beliau juga memperkirakan bahwa motif politik di kehadirin Jokowi bersama tokoh-tokoh negara lainnya adalah untuk mendulang popularitas dan juga mengambil kesempatan untuk mengambil suara milenial. Terlebih lagi, salah satu tokoh negara yang hadir adalah Prabowo Subianto, yang diprediksi masih mempunyai hasrat untuk mencalonkan diri sebagai presiden di Pemilu 2024. Alhasil Prabowo dapat memanfaatkan Atta, yang merupakan influencer muda yang memiliki banyak pengikut di media sosial, sebagai 'alat' kampanyenya dikemudian hari.

Sedangkan untuk Jokowi sendiri, beliau dapat lebih mudah mengambil suara milenial dalam setiap kebijakan yang dia keluarkan. Sebab Atta sendiri bisa dibilang sebagai 'alat' penyalur informasi dan pelekat simpati bagi kaum milenial. Alhasil dalam beberapa konteks tertentu, Jokowi tidak selalu di bully oleh kaum milenial saat membuat kebijakan.

Akan tetapi, apa-pun alasannya tetap tidak bisa dibenarkan. Meskipun tidak salah dalam segi protokol kesehatan dan teknis, tapi sangat salah dalam segi sensitivitas terhadap apa yang sedang dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia di situasi yang masih pandemi ini.

Oleh karena itu, Jokowi selaku seorang pemimpin dan teladan di negara ini, sebaiknya beliau harus lebih bijak dan selektif dalam mengambil keputusan yang ada. Sebab, sebagai seorang pemimpin yang teladan di negara ini, tentu perilakunya akan mendapat perhatian dan dicontoh oleh masyarakat luas.

Ikuti tulisan menarik Elnado Legowo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler