x

Investasi Saham

Iklan

Johanes Sutanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 29 Juni 2021 16:45 WIB

Plus Minus Strategi Investasi Saham Sell in May and Go Away

Teori ini mengajarkan bahwa sebaiknya saham dijual di awal Mei dan hasil penjualannya disimpan dalam bentu kas atau ke instrumen investasi lain yang lebih stabil dibandingkan saham seperti reksa dana pasar uang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Investasi saham di tengah pasar yang sedang fluktuatif perlu strategi jitu agar bisa mendatangkan cuan. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang membuat harga saham terkoreksi dalam maka perlu strategi investasi yang benar-benar mumpuni.

Nah, berbicara tentang strategi investasi, di dunia pasar saham dikenal yang namanya Sell in May and Go Away. Strategi ini kalau diartikan secara lurus-lurus saja maka artinya jual di bulam Mei lalu pergi. Strategi ini sama artinya dengan anjuran menjual kepemilikan saham pada bulan Mei.

Menjual kepemilikian saham di bulan Mei bukan tanpa alasan. Teori strategi ini pada dasarnya bermula dari teori kalau pada periode November-April itu kinerja saham itu lebih baik dibandingkan rata-rata pertumbuhan bulan lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Teori ini mengajarkan bahwa sebaiknya saham dijual di awal Mei dan hasil penjualannya disimpan dalam bentu kas atau ke instrumen investasi lain yang lebih stabil dibandingkan saham seperti reksa dana pasar uang.

Dengan kata lain, strategi investasi Sell in May and Go Away ini menganjurkan pada para investor untuk melakukan alokasi dana yang dimiliki setiap enam bulan sesuai periode dasar teori ini. Dengan begitu, investor tidak perlu melakukan strategi buy dan hold dalam jangka panjang.

Secara teori, strategi Sell in May and Go Away ini jelas mengindikasikan kalau periode November-April adalah periode yang terbaik untuk berinvestasi saham, sementara pada Mei-Oktober adalah periode yang buruk untuk investasi saham. 

Namun akurat kah teori ini? Rudiyanto dalam bukunya Reksa Dana pun menguak kalau teori ini tidak seakurat yang diyakini para penganutnya. IHSG pada periode 1998-2018 memperlihatkan kalau tingkat keakuratan Mei-Oktober sebagai periode terburuk untuk investasi saham hanya di angka 38% (8 kali return negatifnya selama 21 tahun dan sisanya yakni 13 kali justru membukukan kinerja positif). Dengan begitu teori Sell in May and Go Away ini tidak akurat.

Selanjutnya untuk periode terbaik November-April berdasarkan strategi Sell in May and Go Away ditemukan dari data IHSG selama periode 1997-2018 bahwa tingkat keakuratannya mencapai 71%. Jadi dari 21 periode pengamatan terdapat 15 kali pembukuan kinerja positif. Sisanya justru memperlihatkan kinerja negatifnya.

Jadi dapat disimpulkan kalau strategi investasi saham Sell in May and Go Away itu di Indonesia tidak akurat alias tidak sempurna. Nah, setelah tahu plus minus strategi investasi ini, tentu siapa pun perlu strategi yang lebih mumpuni dan tidak asal menerka.

Nah, di tengah kemudahan praktik investasi saham dengan keterjangkauan modal seperti melalui aplikasi IPOT besutan sekuritas karya anak bangsa dengan slogan #SemuaBisaInvestasi yakni Indo Premier Sekuritas, tentu strategi yang mumpuni dalam investasi saham adalah ketajaman dalam menganalisis saham-sahamnya dengan pisau analisis fundamental dan teknikal.

Dua analisis ini mampu mendatangkan keputusan yang tepat dalam investasi karena dua analisis ini jika dilakukan dengan tepat akan mengerucutkan pada pilihan saham-saham yang mendatangkan cuan. Tentu saja, kunci kesuksesan investasi ini adalah kecermatan menganalisis bukan berdasarkan spekulasi seperti dalam strategi investasi Sell in May and Go Away ini. Selamat berinvestasi.

Ikuti tulisan menarik Johanes Sutanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler