x

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 1 Juli 2021 07:16 WIB

Arwah Bapak

Apakah mungkin arwah orang mati penasaran kembali dalam bentuk makhluk hidup lain?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siput kecil itu berada di telapak tangan ibu. "Ibu menemukan ini di tanaman kemangi."

Dia berdiri di samping tanaman yang tumbuh subur di ambang jendela kami.

Dulu semasa di Jakarta, di mana bapak dimakamkan, ibu bercocok tanam berbagai tumbuhan yang tidak boleh kusentuh. Dia menghabiskan berjam-jam di pekarangan kami dengan biji dan daun, memisahkan, mencampur, memupuk, menyemprot, dan sebagainya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aku mulai merawat tanaman herbal ini di pinggiran Bandung, yang menegaskan kelanggengan kepindahan kami ke sini. Daunnya begitu rimbun dan subur. Olahan dapur kami jadi segar dengan berbagai sayuran dan bumbu organik.

Prosedur pengadilan ibu yang berlangsung selama setahun, persidangan, kunjungan polisi, dan pengacara keluar-masuk—semua urusan yang rumit dan buruk di Jakarta sudah menjadi masa lalu. Urusan itu benar-benar menguras ibu luar dalam, jiwa dan raga, moral dan materi. Meskipun akhirnya dia keluar sebagai pemenang, dinyatakan tidak bersalah atas kematian bapak, ibu sama sekali tidak ingin lagi bersentuhan dengan hukum negara— dalam hal ini ibukota—yang terbukti dapat merusak kehidupan keluarga yang berduka.

Aku mencondongkan tubuh ke depan untuk mengamati siput itu dengan jelas. Cangkang kecilnya yang cokelat biasa-biasa saja. "Imut," kataku.

 

"Tapi dari mana asalnya, Dien?" tanya ibu. “Kita hanya menggunakan tanah dari dalam kantong plastik.”

Kami berdua menoleh ke jendela yang terbuka, mengarah ke balkon yang penuh dengan pot tanaman di lantai enam, jauh di atas pepohonan.

Ibu mengangkat bahu, tak acuh.

Aku sendiri tidak terlalu religius atau percaya takhayul, tetapi di sisi lain, di dimensi yang mengawang di antara langit dan bumi, jiwa dengan urusan yang belum selesai mungkin saja menjelma menjadi siput mungil dan muncul di dapur kami.

"Mungkinkah dibawa angin ke atas?" Aku mengajukan pendapat yang mungkin masuk akal untuk kejadi yang tak masuk akal. Tapi dia terbiasa dengan jejak pemikiran yang tidak diartikulasikan, dan tangannya mengepal.

"Ibu meragukan itu." Dia menggelengkan kepalanya, seorang ahli dalam menyusun teori untuk mengalahkan kebenaran. Aku bungkam.

Cangkang cokelat kecil itu menggeliat di telapak tangannya. Seekor siput di sana, kehadiran sederhana dan tidak efektif yang ingin kusembunyikan di bawah daun seledri—tanaman favoritku—agar aku bisa merawatnya setiap pagi dan sore.

"Bisakah aku memeliharanya?" tanyaku, berusaha tidak terdengar sedang memohon. "Aku bisa menampungnya di pot seledri-ku."

Dia bergeming. "Ada teori lain tentang bagaimana makhluk ini sampai di sini?"

Aku menggelengkan kepala. Ibuku mengangkat tangannya yang memegang siput. Lidah tersangkut di tenggorokanku, rasanya aku hampir muntah.

"Kalau begitu dari mana asalnya akan tetap menjadi misteri," katanya padaku, mengambil makhluk itu dari tangannya dan melemparkannya ke luar jendela.

 

Bandung, 30 Juni 2021

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu