Dari Eijkman ke BRIN: Jangan Sia-siakan SDM Berbakat

Kamis, 6 Januari 2022 15:10 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di tengah kebutuhan besar negara akan ilmuwan dan peneliti, rekrutmen sumber daya yang sudah ada dan berpengalaman hendaknya jangan dipersulit dengan alasan-alasan administratif. Jangan sia-siakan kepakaran, kreativitas, dedikasi, integritas, maupun semangat pengabdian ilmuwan dan peneliti kita karena ada kepentingan lain.

 

Dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mencapai 270-an juta jiwa, jumlah ilmuwan dan peneliti kita di bidang sains, medis, dan kesehatan terbilang sangat sedikit. Begitu pula dengan insinyur dan ahli teknik lainnya. Karena itu, kita patut prihatin begitu mendengar bahwa tidak seluruh peneliti bisa diboyong langsung dari Lembaga Eikjman ke BRIN mengingat status kepegawaian mereka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mengingat kita sangat membutuhkan ilmuwan dan peneliti yang serius, maka urusan administrasi birokrasi mestinya dapat dimudahkan agar mereka tertampung di tempat baru. Tawaran memang sudah diberikan, misalnya peneliti Lembaga Eijkman yang belum jadi aparatur sipil negeri dipersilakan mengikuti ujian jika ingin bergabung. Mereka yang belum meraih gelar kesarjanaan S3 dipersilakan meneruskan belajar dulu.

Namun, pimpinan BRIN seyogyanya menunjukkan antusiasme yang lebih besar untuk menarik para ilmuwan dan peneliti yang sudah bekerja di Lembaga Eijkman, termasuk yang belum berstatus aparatur sipil negeri. Antusiasme ini dapat memperlihatkan betapa negara memerlukan bakat, pikiran, dedikasi, serta kreativitas ilmuwan ini. Setidaknya mereka telah cukup lama mengabdi dan telah menangguk pengalaman dari lingkungan Lembaga Eijkman. Sebagian di antaranya peneliti senior.

Dalam perbincangan di detik.com, Prof Amin Soebandrio—yang baru saja melepas jabatan Direktur Lembaga Eijkman—mengungkapkan keprihatinannya bahwa gaji para ilmuwan dan peneliti di institusi ini begitu kecil dibandingkan dengan kualifikasi mereka. Tak kalah berharga, menurut Prof Amin, mereka mau bekerja di institusi Eijkman karena mereka ingin mengembangkan institusi ini serta menimba pengalaman bekerja di lembaga riset yang diakui internasional.

Mereka orang-orang yang bekerja dengan hati, passion, tapi tetap membutuhkan dukungan finansial dari negara agar bisa berkarya optimal. Sayangnya, menurut Prof Amin, secara administratif para pegawai ini terikat dengan aturan yang berlaku secara nasional, sehingga gaji mereka pun dibatasi oleh aturan ini. Meskipun begitu, pengabdian ilmuwan dan peniliti ini tak perlu diragukan.

Karena itu, jangan sia-siakan sumber daya insani kita yang telah belajar kerja di bangku perguruan tinggi, di lembaga riset, maupun di tempat lain hanya karena batasan-batasan administrasi birokrasi. Jika orang-orang yang dianggap berjasa bagi keterpilihan politisi dalam pilkada maupun pilpres saja bisa dengan mudah ditampung, misalnya, di BUMN atau BUMD, maka ilmuwan dan peneliti yang mengabdi kepada negara semestinya dipermudah agar bisa bergabung.

Barangkali kita masih ingat, betapa banyak anak muda kita yang pulang dari belajar teknologi di negara-negara Eropa kemudian kembali ke Indonesia, dan kemudian mendapati bahwa industri yang terkait dengan bidang yang sudah mereka pelajari—di antaranya teknologi penerbangan dan kelautan—tidak lagi memperoleh dukungan negara. Apabila ada kemauan politis untuk melanjutkan dukungan, industri-industri yang sudah dirintis itu sebenarnya sudah membuahkan banyak hasil saat ini. Tapi mungkin ada kepentingan ekonomi lain yang tidak diungkapkan.

Di tengah kebutuhan besar negara akan ilmuwan dan peneliti, rekrutmen sumber daya yang sudah ada dan berpengalaman hendaknya jangan dipersulit dengan alasan-alasan administratif. Dengan digabungnya Lembaga Eijkman ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional, maka ini dapat berdampak pada keluasaan, fleksibilitas, serta gerak para peniliti. Jangan sia-siakan kepakaran, kreativitas, dedikasi, integritas, maupun semangat pengabdian ilmuwan dan peneliti kita karena ada kepentingan lain. >>

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler