x

Suasana ibu Kota Jakarta pagi hari. Foto: Tulus Wijanarko

Iklan

bambang bujono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 10 Maret 2022

Senin, 11 April 2022 16:06 WIB

Setelah Silang Sengketa Jakarta Tenggelam

Jakarta tenggelam bukan mustahil, bila tanpa ada upaya mencegahnya. Memang gubernur sudah menuurnkan aturan tentang kawasan bebas air tanah yang mulai berlaku 1 Agustus 2023. Tapi terkesan upaya menyelematkan Jakarta baru sungguh-sungguh dipikirkan setelah Joe Bidan, presiden AS, mengatakan 10 tahun lagi Jakarta akan tenggelam.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Bambang Bujono (Penulis, mantan Jurnalis)

Sepertinya kita baru sungguh-sungguh berupaya mengatasi masalah setelah terdengar pendapat orang asing, apalagi kalau orang itu presiden Amerika Serikat. Padahal, masalah tersebut sudah sering dilontarkan oleh orang Indonesia sendiri, pakar atau bukan, di media cetak juga di media sosial. Setidaknya ini terlihat dari rangkaian silang kata perihal Jakarta bakal tenggelam dan itu disebabkan oleh penurunan tanah, dan tanah merendah akibat penyedotan air tanah.

Pada mulanya adalah Presiden Amerika Joe Biden menyatakan, akhir Juli 2021, bahwa 10 tahun lagi Jakarta akan tenggelam. Sekitar tiga pekan kemudian, pertengahan Agustus 2021, Gubernur Anies Baswedan merespons Biden bahwa ancaman perubahan iklim memang nyata. Secara tak langsung tampaknya Anies membenarkan Biden, namun dengan alasan beda: biangnya adalah penurunan  tanah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekitar satu setengah bulan kemudian, awal Oktober, Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti melontarkan pendapat bahwa Jakarta harus menghentikan penggunaan air tanah agar tak terjadi penurunan tanah. Langsung ada respons dari Yusmada, Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta. Tidak pantas, kata Yusmada, melarang penggunaan air tanah karena air ledeng di Jakarta baru memenuhi sekitar 64% warga.  Lagi pula, sudah ada Peraturan Daerah Pemprov Jakarta tahun 1998 tentang penggunaan dan pajak air tanah. Dan harap diketahui, Pemprov DKI Jakarta sedang menyusun peraturan tentang kawasan bebas air tanah.

Kepala Dinas itu benar, kurang dari sebulan, tepatnya 22 Oktober 2021, turun Peraturan Gubernur Jakarta tentang kawasan bebas air tanah. Di sejumlah wilayah, penyedotan akan dibatasi, dan ada sanksi untuk mereka yang melanggar. Peraturan ini akan mulai berlaku 1 Agustus 2023.

Suka atau tak suka pada peraturan tersebut, benar atau tidak bahwa Gubernur baru membuat peraturan setelah Presiden Amerika menyatakan pendapatnya, sebab utama penurunan tanah di Jakarta memang karena penyedotan air tanah, baru kemudian hal yang diprihatinkan oleh Biden, akibat perubahan iklim. “Temuan” penurunan tanah ini bukan dongeng atau hikayat, melainkan hasil beberapa penelitian lapangan beberapa tahun belakangan ini – dari ITB, dari LIPI antara lain.

Tapi alasan Biden ihwal perubahan iklim, dan salah satu akibatnya permukaan laut naik, bukan isapan jempol. Pernyataan itu pun terkesan sangat serius karena dinyatakan di kantor Direktur Intelijen Nasional. Juga, dari sumber lain, dampak perubahan iklim memang dahsyat. Lihat film dokumenter karya David Attenborough, ahli ilmu alam, mantan produser TV BBC, Life on Our Planet (2020). Produser televisi yang kini 90-an tahun itu menyusun kembali liputan tentang lingkungan hidup yang pernah diproduksinya selama 60 tahun menjadi produser televisi, ditambah rekaman masalah lingkungan masa kini, memberikan gambaran nyata dampak perubahan iklim. Nyata karena disajikan dalam bentuk film yang tidak bohong, mudah dimengerti siapa saja. Permukaan laut naik, Bumi makin panas, musnahnya beragam spesies hewan dan tumbuhan, yang akhirnya mengancam kesehatan Bumi itu sendiri.

Ia mengritik cara manusia menangani alam, bukan “bekerja sama”, melainkan mengeksploitasi tanpa batas. Pembabatan hutan untuk lahan pertanian dan peternakan, pembantaian besar-besaran berbagai penghuni laut untuk dijadikan makanan, pembakaran bahan baka fosil, dan sebagainya yang berakibat, antara lain, panas Bumi naik, es di kutub meleleh, air laut naik.

Aklhirnya, David bernarasi di dalam Life on Our Planet, ancaman terhadap Bumi sebenarnya adalah ancaman terhadap kita, manusia. Kita tak bisa hidup tanpa Bumi –ia tak menyinggung NASA yang tengah dengan sungguh-sungguh mencari planet serupa Bumi. Namun ia optimistis bahwa peluang memulihkan Bumi, menghidupkan kembali spesies yang hilang, nyata ada. Ia melihat Chernobyl, setelah ditinggalklan sekitar 35 tahun, beragam pepohonan liar tumbuh, hewan-hewan liar berdatangan untuk menjadikan bekas instalasi nuklir yang meleleh itu sebagai tempat berlindung. Caranya, manusia mengubah paradigma membangun kehidupan; bukan lagi mengeksploitasi alam, melainkan bersinergi dengan alam untuk saling menghidupi. Dan sebelum itu, katanya, kita mesti juga mengentaskan orang miskin, karena kemiskinan membuat orang tak peduli lingkungan sekadar untuk hidup   

Alhasil, Peraturan Gubernur tersebut memang diperlukan. Soal mengapa baru sekarang, bukankah masalah ini sudah diketahui sejak lama, memang menjadi pertanyaan. Mengapa pula baru berlaku tahun depan, setelah lebih dari setahun diteken Anies Baswedan, dan waktu itu mestinya gubernur DKI Jakarta adalah gubernur baru (Anies habis masa jabatannya pertengahan Oktober 2022). Mungkin soal tahun depan ini karena masalah teknis: apartemen, hotel dan yang terkena peraturan tersebut harus menyiapkan peralatan untuk mengukur dan melaporkan volume penyedotan air secara berkala. Kalau soal teknis ini benar, Peraturan Daerah 1998 memang perlu diganti -- belum ketat mengontrol penyedotan air tanah.

Tentulah tidak adil menilai Peraturan Gubernur tentang Kawasan Bebas Air Tanah tersebut sebelum diberlakukan. Siapa tahu, gubernur baru melaksanakannya sebaik-baik mungkin. Misalnya, pemantauan terhadap yang terkena peraturan tak memberikan celah korupsi dan manipulasi. Banjir teratasi karena tanah tak lagi turun; pengadaan ruang terbuka hijau memenuhi kebutuhan; pasukan oranye dan rekan mereka yang berseragam warna lain di tiap kelurahan bekerja dengan baik hingga tak ada lagi sungai mendangkal atau got mampet.

Singkat kata, sebuah Jakarta, yang insya Allah waktu itu bukan lagi ibu kota, tak jadi tenggelam. Justru, Jakarta yang ramah lingkungan, layak huni di sudut mana pun, dengan warga yang sejahtera, paling tidak berpenghasilan sesuai UMP, upah minimal provinsi. Amin (doa untuk kebaikan di bulan Ramadhan, konon, gampang terkabul).

Ikuti tulisan menarik bambang bujono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler