Oleh: Bambang Udoyono
Dalam bahasa Jawa ada sebuah peribahasa yang sangat bijaksana. Nrimo ing pandum. Inilah local wisdom orang Jawa. Nrimo artinya menerima. Ing artinya secara harafiah di. Tapi dalam hal ini kurang tepat kalau diterjemahkan sebagai di. Pandum artinya jatah atau bagiannya.
Jadi keseluruhan frasa bahasa Jawa ini secara harafiah artinya menerima bagiannya (jatahnya). Maksudnya manusia itu harus menerima, atau harus rido dengan ketentuan dan pemberian Allah swt. Apapun pemberian itu adalah yang terbaik untuk dia. Jadi semuanya harus disyukuri. Jangan sekali sekali grenengan (menggerutu).
Peribahasa in sering disalahartikan. Sebagian orang mengira ini adalah ekspresi sikap menyerah kepada masalah kehidupan. Ini pemahaman yang salah. Bukan berarti manusia menyerah kepada keadaan. Kita tetap wajib ihtiar tapi setelah ihtiar dilakukan maka manusia wajib menerima dengan lapang dada hasilnya. Meskipun hasil itu di bawah targetnya. Semua rejeki yang sudah diterima harus disyukuri. Kita wajib bersyukur, berterima kasih kepada Allah swt.
Boleh saja setelah itu kita ingin hasil yang lebih tinggi lagi. Tentu saja dengan mengevaluasi tindakan di masa lalu lantas membikin rencana aksi yang lebih baik daripada yang sudah lalu.
Rido inilah salah satu resep kebahagiaan. Manusia tidak akan mendapatkan kebahagiaan tanpa rido kepada pemberian Allah swt, meskipun hartanya sudah melimpah dam kekuasaannya sudah besar sekali. Menata hati agar menjadi rido memang butuh upaya. Tidak datang sendiri. Bagaimana caranya?
Paling tidak kita harus menanamkan pemahaman terus menerus bahwa semua yang kita dapatkan adalah pemberian Allah swt. Apapun yang kita miliki sekarang ini seperti keluarga, pekerjaan, harta itu semua adalah anugerah Allah swt. Memang betul kita harus berupaya mendapatkan semua itu. Kita harus berjuang mendapatkan semuanya. Tapi dunia seisinya adalah ciptaan dan milik Allah swt. Hanya dengan seijinNya kita bisa memiliki sesuatu.
Setelah berjuang bertahun tahun mungkin saja capaian kita biasa biasa saja. Kita tidak menjadi milyuner. Kita tidak menjadi petinggi. Harta kita hanya pas pasan saja. Capaian kita ada di bawah target. Mungkin profesi kita beda dengan apa yang kita impikan di masa lalu.
Pemberian Tuhan memang tidak selalu sama dengan impian kita. Itulah kenyataannya. Tidak jarang kita harus menghadapi kenyataan itu. Apakah kita antas kecewa? Ini justru memperburuk keadaan. Alih alih menuntaskan masalah, hal ini justru menambah masalah. Jadi ini tindakan keliru. Lantas bagaimana tindakan yang benar?
Menerapkan falsafah nenek moyang tadi. Nrimo ing pandum.
Jadi kita harus menata hati agar bisa menerima dengan rido semua pemberian Tuhan meskipun beda dengan harapan kita di awal dulu. Mantapkan keyakinan bahwa apapun pemberian Tuhan itulah yang terbaik untuk kita.
Semoga bisa membantu Anda menata hati menjadi rido agar bisa menggapai kebahagiaan.
Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.