x

Haji Bokir. Istimewa

Iklan

Slamet Samsoerizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Maret 2022

Senin, 27 Juni 2022 05:21 WIB

Haji Muhammad Bokir bin Djiun Maestro Topeng Betawi

Plang nama Jalan H. Bokir bin Djiun terpampang di kawasan Taman Mini, Jakarta Timur. Nama Jalan Haji Bokir dipakai untuk menggantikan nama Jalan Raya Pondok Gede segmen Kelurahan Pinang Ranti dan Kelurahan Dukuh. Ini bisa kita lihat dimulai dari simpang Jalan Raya Bogor atau pertigaan Hek sampai persimpangan lampu merah Tamini Square.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Ulang tahun ke-495 DKI Jakarta, terasa istimewa. Salah satunya adalah apresiasi dari Pemda DKI Jakarta. Itu berupa penggantian 22 nama ruas jalan. Salah satunya adalah nama jalan H. Bokir bin Djiun. Siapakah Haji Bokir bin Djiun?

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Maestro Topeng Betawi

Lelaki pemilik nama lengkap Haji Muhammad Bokir bin Djiun lahir 25 Desember 1925 di  Cisalak Pasar, Bogor, Jawa Barat,  Beliau wafat pada 18 Oktober 2002 dalam usia, 77 tahun.

Anak dari pasangan Mak Kinang dan Djiun, serta memiliki 3 saudara ini telah dididik kesenian sedari kecil.

Bokir  mengawali karir sebagai seniman Topeng dan Lenong Betawi sejak berusia 13 tahun. Bukan menjadi aktor atau pementas drama, melainkan sebagai pemain kendang dan rebab.

Sebagai seniman yang mewariskan keahliannya secara alamiah, Bokir benar-benar menggeluti kesenian merangkak dari bawah. Mengikuti perjalanan pertunjukan ayah ibunya (Sanggar Kinang Putra atau lebih sohor disebut Topeng Cisalak).

 

Bokir yang masih anak bawang memulainya dengan belajar memainkan kendang, lalu rebab. Kelak, atas ketekunan,  semua alat musik dapat dikuasainya dengan baik.

 

Pada tahun 1958, Djiun meninggal dunia sehingga Topeng Kinang diambil alih Kinang yang juga dibantu oleh anaknya. Bokir, Kisam, dan Dalih merupakan anak – anak dari Djiun yang bersama membantu Kinang menjalankan kelompok Topeng Kinang.

Beberapa tahun kemudian Bokir dan Kisam memilih berpisah dan mendirikan kelompok Topeng Betawi sendiri. Berbekal dari pengalaman sejak kecil Bokir dan Kisam mendirikan kelompok yang dinamainya Setia Warga (Pasar Rebo, Jakarta Timur) dan Ratnasari (Ciracas, Jakarta Timur).

Haji Bokir lalu mendirikan dan memimpin kelompok Topeng Betawi Setia Warga sejak tahun 1960-an. Grup itu rutin manggung dari kampung ke kampung menghibur warga. Meski manggung dengan bayaran seikhlasnya, tetapi nama kelompok topeng betawi Setia Warga pada akhirnya makin dikenal luas.

 

Bokir meletakkan dasar-dasar bagi struktur pertunjukan topeng lebih asyik dan nikmat ditonton. Bukan hanya gebrakan humornya yang lebih cair, H. Bokir menjadi magnet bagi banyak seniman baik seangkatan maupun di bawahnya, menjadi epigon pola permainan dan pertunjukannya.

 

Pada pertunjukan Topeng, Haji Bokir menetapkan pakem yang dapat membuat pertunjukan lebih mengalir. Bukan hanya improvisasi,  namun lebih kepada permainan musik pengirin dan urutan lagu yang dibawakan.

Bokir dengan Setia Warga-nya menarik perhatian dalam kreativitas di bidang alat musik. Ia memasukan alat-alat musik elektronik seperti : gitar, bass, saxophone dan lain-lain. Ini lebih kentara pada Orkes Melayu Boknas, sebuah grup lawak dan orkes yang dibentuknya bersama H. Nasir.

 

Di masa awal kemerdekaan, saat Jakarta dipimpin oleh Walikota (saat itu belum Gubernur) Sudiro, seniman-seniman tradisional di ibukota sempat dilarang “ngamen” di perhelatan-perhelatan besar berbau asing, seperti Tahun Baru Belande (Masehi) dan Tahun Baru Cine. Padahal, dari situlah mereka mendapat penghasilan lumayan.

 

Alhasil, para seniman tradisional mesti memaksimalkan “ngamen” dari kampung ke kampung demi mempertahankan hidup. Tak terkecuali Topeng Betawi Setia Warga tempat Bokir bernaung. Baru pada 1968, ketika Djadug Djajakusuma memimpin Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), beragam kesenian Betawi diboyong dan dipentaskan di Taman Ismail Marzuki (TIM).

Bergelut dengan Topeng Betawi sejak usia 13 tahun (lahir 1925 – meninggal tahun 2002), berarti Bokir menghabiskan 60 tahun untuk menekuni, melestarikan, dan mengembangkan Topeng Betawi. Dengan rentang dedikasi sepanjang itu, amat layak jika Bokir didapuk sebagai Maestro Topeng Betawi, sitir budayawan Betawi Yahya Andi Saputra.

Apalagi, “Sebagai seniman yang mewariskan keahliannya secara alamiah, Bokir benar-benar menggeluti kesenian dari bawah,” tambah Yahya, yang juga Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi.

 

Di tangan Bokir, pertunjukan topeng menjadi lebih dinamis dan variatif, terutama dengan lakon-lakon besutannya. Yang paling utama dari kesungguhannya dalam menggeluti topeng, Bokir meletakkan dasar-dasar bagi struktur pertunjukan topeng yang lebih asyik dan enak ditonton.

“Bukan hanya gebrakan humornya yang lebih cair, Bokir menjadi magnet bagi banyak seniman untuk menjadi epigon pola permainan dan pertunjukannya,” masih kata Yahya. Salah satu kreativitas sang maestro, memasukkan alat-alat musik elektronik seperti gitar, bas, saksofon ke dalam Topeng Betawi Setia Warga yang dipimpinnya hingga akhir hayat.

 

Muncul di TVRI dan Film

Sejak itu, Bokir dan Topeng Betawi-nya bukan hanya mentas di TIM, namun juga mendapat tawaran muncul di TVRI, bahkan rekaman dalam bentuk kaset yang diputar secara luas di berbagai radio.

 

Pada awal tahun 1970-an Setia Warga dikenal publik sebagai kelompok lenong yang sering tampil di TVRI. Sejak saat itulah karier Bokir makin moncer dan makin terkenal karena membintangi berbagai film. 

 

Bokir yang tampil apa adanya dan kocak kian terkenal, sehingga ditawari main film layar lebar. “Betty Bencong Slebor” menjadi film pertama Bokir, disusul tawaran-tawaran film lainnya yang membuat nama Bokir kian populer dan lengket dengan sosok lelaki Betawi kocak dan panjang akal.

 

Berakting di luar pentas, membuat Haji Bokir memiliki kesempatan untuk beradu peran dengan aktor dan aktris terkenal pada saat itu. Di antaranya dengan Benyamin Sueb dalam film Betty Bencong Slebor (1978) dan Duyung Ajaib (1978). Kemudian beradu akting bersama para anggota Warkop DKI pada film IQ Jongkok (1981).

 

Filmnya yang paling fenomenal dan dikenang hingga kini adalah saat bersama-sama bermain film dengan Suzanna. Ia kerap tampil sebagai dukun palsu, Hansip dan tukang becak.

 

Selain aksinya yang kocak dalam setiap film yang dibintanginya, Bersama pemain muda lainnya, Bokir pernah membintangi judul sinema televisi tersebut seperti Koboi Kolot, Fatimah dan Angkot Haji Imron.

 

Meskipun telah tiada, sosoknya yang kerap berperan menjadi hansip, dukun palsu dan tukang becak, membuat Bokir senantiasa dikenang hingga generasi ke generasi. Terlebih, film-filmnya dahulu kerap diputar di stasiun TV belakangan. Ini membuat namanya tetap abadi sebagai komedian legendaris Indonesia.

 

Pagi itu, 18 Oktober 2002 Haji Bokir tidak sadarkan diri setelah keluar dari kamar mandi di rumahnya di Kampung Setu, Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.  Ia kemudian dibawa ke Rumah Sakit Pasar Rebo, Jakarta Timur, dan dinyatakan meninggal sekitar pukul 05.30 WIB. Jenazah Bokir dimakamkan siang setelah salat Jumat di Pemakaman Kampung Keramat, Cipayung, Jakarta Timur.

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Slamet Samsoerizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu