x

Iklan

Aisyah Hetra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Rabu, 26 Oktober 2022 18:46 WIB

Tanpa Sosialisasi, Pajak Progresif Nikel Berpotensi Jegal Pebisnis

Apakah benar, pajak progresif nikel ini bakal bermanfaat bagi pengusaha dan investor? Mengapa kita tidak fokus saja pada pembuatan industri lanjutan dari produk intermediate, ya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menurut IMF ekonomi global diprediksi bakal gelap gulita pada tahun 2024. Hal ini ditandai dengan meningkatnya inflasi global adan adanya ancaman resesi keuangan gara-gara ketidakstabilan pasar keuangan. Bahkan IMF memperkirakan kerugian output global mencapai US$4 triliun selama 2022-2026. Hal ini adalah kemunduran ekonomi dunia. 

Namun sayangnya di tengah ketidakpastian ekonomi global Indonesia melakukan langkah ekstrem dengan menerapkan kebijakan tarif pajak progresif nikel di tahun 2022. Besaran pajak tersebut diatur dalam PP RI No. 26/2022. Jumlah pasti dari pajak progresif nikel adalah 5% untuk harga US$15.000 hingga US$16.000 per ton. Tidak hanya nikel, komoditas mineral lainnya seperti bauksit dan timah dikabarkan juga akan terkena pajak progresif tersebut.

Padahal, menurut BKPM realisasi investasi Indonesia mencapai Rp892,4 triliun pada Januari-September 2022. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp479.3 triliun dan Penanaman Modal Negeri sejumlah Rp413,1 triliun. BKPM mencatat, lima sektor terbesar dari gabungan PMA dan PMDN adalah industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya dengan nilai investasi Rp131,8 triliun. Disusul sektor pertambangan dengan nilai investasi Rp96,5 triliun. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bahkan, berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), per Senin (3/10), realisasi penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) hingga kini tercatat mencapai Rp 118, 34 triliun, sekitar 279,32% dari target rencana penerimaan tahun 2022 yakni sebesar Rp 42,37 triliun.

Tidak hanya itu, Indonesia juga mengalami peningkatan ekspor barang pada kuartal II lalu, khususnya di sektor pertambangan. Badan Pusat Statistik melaporkan ekspor dari sektor tersebut mencapai US$5,93 miliar, meningkat 103,6% dari setahun sebelumnya (year-on-year).

Bukankah ini menjadi pertanda bahwa komoditas mineral seperti nikel telah menjadi ‘juru selamat’ bagi perekonomian Indonesia? Tidak heran jika banyak protes dari kalangan para pelaku usaha. Protes ini bukan tanpa alasan, sebab jika ditelisik lebih dalam, kebijakan ini membuat berbagai pihak, baik pengusaha maupun investor tidak tenang ketika menjalankan usahanya.

Dengan adanya pajak progresif nikel ini beragam produk nikel yang akan dikirim ke luar negeri terutama dalam bentuk setengah jadi akan dikenakan pajak! Tentu akan merepotkan, bukan? Direktur Keuangan emiten pertambangan nikel, PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bernadus Irmanto, menilai jika pemerintah menetapkan kebijakan pajak ekspor nikel akan menekan industri nikel domestik. “Tentu saja pengenaan pajak ini bakal memberikan tekanan terhadap industri nikel, terutama perusahaan yang melakukan ekspor produk olahan nikel,” katanya. 

Menurut Bernardus, jika tujuan pengenaan pajak ini untuk mendorong hilirisasi, perlu dikaji ulang waktu pelaksanaan dengan ketersediaan fasilitas hilirisasi (downstreaming facility) di Indonesia.

Mengenai ketersediaan fasilitas-fasilitas penunjang dari hulu ke hilir tersebut, CEO PT IMIP, Alexander Barus mengungkap bahwa saat ini Indonesia masih mengalami kekosongan pada industri intermediate. “Dari tiga tingkat kita sudah punya sekarang, tingkat dua hanya bahan baku feronikel, kita proses sekarang sudah ada 3 juta metrik ton (mt), Di tingkat ketiga ini kosong, Pak Bahlil bilang ada packing baterai, kita lihat saja nanti, yang pasti ini di tingkat tiga kita kosong,” ujar Alex.

Apakah benar, pajak progresif nikel ini bakal bermanfaat bagi pengusaha dan investor? Mengapa kita tidak fokus saja pada pembuatan industri lanjutan dari produk intermediate, ya? Agar pada akhirnya semakin banyak produk dan investasi yang dihasilkan, tentu dari hal ini akan bermanfaat bagi Indonesia agar ekonomi negara bisa selamat mengingat ekonomi global terancam ‘gelap gulita’.

Ikuti tulisan menarik Aisyah Hetra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler