x

Iklan

Reza Khafidh

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 4 Desember 2022

Senin, 5 Desember 2022 18:56 WIB

Kampus, Media Sosial dan Pelecehan Seksual

Tentang pelecehan seksual yang kini sudah merambah ke dunia pendidikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh Reza Khafidh
Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan 


Universitas di Indonesia tidak luput dari pemberitaan yang menyedihkan tentang seksualitas. Belum usai permasalahan internal kampus tentang merosotnya kebebasan akademik dan demokrasi kampus, kini kembali booming kekerasan seksual yang korbannya tak lain dan tak bukan adalah mahasiswi itu sendiri. Lembaga pendidikan yang seharusnya orang-orang di dalamnya adalah manusia yang terdidik, namun kenyataannya banyak sekali kejahatan yang sangat memalukan itu terjadi di lingkungan berpendidikan. 
Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja, termasuk dalam lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk menimba ilmu. Pelaku pelecehan seksual dapat dilakukan oleh siapa saja, hal ini terjadi karena budaya patriarki yang kuat di Indonesia.
Patriarki adalah sistem sosial dimana posisi seorang laki-laki lebih tinggi dari perempuan dari segi manapun. Hal tersebut membuat laki-laki tidak merasa takut melakukan pelecehan, karena laki-laki merasa bahwa ia lebih tinggi posisinya dibanding perempuan. Dari budaya patriarki ini pelaku pelecehan seksual dapat terjadi oleh dosen, baik dosen pengajar, pembimbing skripsi, maupun dosen penguji, dan kakak tingkat. Mereka diduga memiliki kuasa yang cukup besar terhadap mahasiswi yang berada ditingkat bawahnya. 
Lalu mengapa kebanyakan dari para pelaku pelecehan seksual di kampus lolos dari hukum? Padahal perbuatannya sangat merugikan bagi perempuan yang melahirkan seluruh umat manusia di dunia ini? Apakah karena hukum di Indonesia tentang pecelehan tidak berjalan dengan baik? Membisu dan membiarkan begitu saja adalah jalan yang sering dilakukan pada kasus pecelehan seksual.
Para orang tua mendidik anaknya supaya menjadi anak yang berharga namun malah menjadi korban pelecehan seksual di tempat dimana orang tuanya menitipkan pendidikan. Survey databoks tahun 2021, data menunjukan bahwa dari tahun 2015 - 2022 kekerasan seksual dan diskriminasi terjadi paling banyak di Universitas, yang paling mencengangkan data terbanyak kedua pelecehan seksual terjadi di pesantren. Bukankah pesantren adalah tempat untuk belajar ilmu agama? Bukankah itu hal yang sangat memilukan. Predator seksual ada di manapun, bersembunyi di dalam etika dan norma yang palsu. 

Etika dan norma dizaman sekarang sudah tidak dipakai lagi, terlebih pada era global saat ini dimana perkembagan teknologi informasi dan teknologi semakin berkembang pesat, termasuk media sosial membawa hal positif dan negatif. Seiring berjalannya waktu banyak pihak yang menyalahgunakan media sosial. Salah satunya pelecehan seksual yang terjadi antara pelaku dan korban secara online di instagram, whatsapp, email atau media sosial lainnya. Pelaku biasanya memberi komentar atau mengirim pesan memuji dan berlanjut kearah seksual. 
Pelecehan seksual di media sosial kerap terjadi karena minimnya pengetahuan, kurangnya wawasan dan serta rendahnya tingkat sesadaran dalam bermedia sosial yang bijak. Padahal pelecehan seksual dapat mengakibatkan korbannya mengalami depresi hingga dapat kehilangan nyawa, cacat, trauma dan menanggung malu seumur hidupnya. Korban yang takut dan malu untuk melaporkan hal tesebut membuat polisi sulit memproses kasus tersebut karena sudah terjadi lama dan bisa saja bukti sudah menghilang
Perbuatan yang dikategorikan sebagai pelecehan seksual di media sosial adalah lelucon berbau seksual, pertanyaan yang merendahkan orientasi seksual seseorang, permintaan dalam ucapan atau perbuatan sampai dengan pemaksaan untuk melakukan hal seksual. 
Pencegahannya antara lain harus bijak dalam bermedsos, hindari pengunaan social media sebagai buku harian yang memposting secara terus menerus, hindari penyebaran data pribadi di medsos, tidak menyimpan foto atau video pribadi pada gadget, hindari berinteraksi dengan orang asing, sosialisai pendidikan seksual di lingkungan keluarga, kampus, masyarakat. 
Secara hukum, pelecehan seksual di media sosial telah diatur dalam UU ITE pada pasal 26 ayat (1) dan pasal 45 ayat (1), UU Pornografi pasal 4 ayat (1) dan KUHP pasal 282 ayat (1). Korban pelecehan seksual bisa melaporkan tindak pelecehan seksual ke pihak kepolisian untuk ditindak lebih lanjut.
Peran penegak hukum untuk lebih tegas dalam menegakan kasus pelecehan seksual memang sangat dibutuhkan karena pelaku pelecehan seksual memang harus dihukum dengan seberat-beratnya. Dalam hal ini peran dan fungsi masyarakat untuk ikut serta menegakan dan memberi sanksi social ketika ada pelaku pelecehan yang hidup dengan nyaman ditengah masyarakat. Sebagai penerus bangsa Indonesia penulis berharap untuk tidak menutup mata ketika ada hal-hal seperti ini terjadi dilingkungan kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Reza Khafidh lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu