x

Iklan

Alyssa Puri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 Desember 2022

Senin, 12 Desember 2022 07:11 WIB

Peran Perempuan untuk Keseimbangan Parlemen

Artikel mengenai peran perempuan di dalam kursi pemerintahan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

(11-12-2022) - Setiap manusia yang ada di dunia ini ingin merasa dihargai. Ego mereka tidak bisa membendung rasa keinginan untuk memiliki peran dalam segala situasi. Tidak terkecuali wanita. Dahulu, aktivitas kaum wanita hanya dibatasi dengan pekerjaan rumah dan keterampilan tangan. Pada jaman itu, perempuan dianggap sebagai makhluk rapuh yang tidak bisa bertahan menghadapi kerasnya hidup, sehingga kebanyakan dari mereka berlindung diri dibalik tembok rumah. Wanita tidak mendapat kebebasan berekspresi, sementara para lelaki-lah yang mengerjakan hampir semua kegiatan diluar rumah, termasuk pendidikan dan sekolah.

Budaya patriarki ini sudah melekat dengan kehidupan manusia semenjak waktu yang lama. Namun, seiring berjalannya waktu dan cepatnya dunia berevolusi, setiap individu sudah dapat diberikan akses tidak terbatas pada ilmu dan pendidikan tanpa memandang status gender mereka. Dengan ini, banyak dari para wanita yang menekuni pendidikan sesuai dengan keinginan mereka. Dan tidak sedikit dari mereka yang berambisi untuk menjadi tokoh besar yang dapat mengubah derajat para wanita di mata publik.

Pertanyaannya, apakah budaya patriarki masih ada di jaman sekarang?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mungkin kita sering mendengar perkataan sinis dari masyarakat yang mengecap perempuan berilmu tinggi sebagai ‘perempuan yang tidak peduli dengan keluarga’, atau ‘perempuan mandiri’. Ucapan dan ocehan buruk yang datang dari rakyat inilah yang menjadi obstacle atau hambatan bagi para wanita muda untuk terus berkarya di dalam bidang yang ditekuninya. Tidak terkecuali untuk para wanita yang bergelut dalam bidang yang menegaskan dan memperjuangkan keadilan sosial, yaitu dunia politik dan parlemen.

Seperti yang kita ketahui, di khalayak masyarakat umum, kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa dunia politik dinilai terlalu 'kejam', 'kelam', dan keras bagi wanita. Dunia politik dipandang sebagai sarang kejahatan dimana segala permasalahan mengenai ketidakadilan terjadi. Dan anggapan mereka tidak sepenuhnya salah.

Dikutip dari laman DPR.GO.ID, per Januari 2021, selama periode 2019-2024 hanya terdapat 123 jumlah perempuan di DPR RI, atau sekitar 21,39 persen. Angka ini sangat berbeda jauh ketimbang jumlah angka persentasi pria di kursi parlemen. Dan ketidakseimbangan persentase ini dapat mendatangkan ketimpangan tersendiri bagi sistem pemerintahan.

Berbicara tentang ketidakadilan, masalah yang sudah terjadi sejak lama di dalam dunia politik adalah ketidakseimbangan ratio jumlah anggota perempuan dan anggota laki-laki. Hal ini menjadikan sistem parlemen tidak seimbang karena untuk menyelesaikan masalah di dalam suatu badan atau organisasi, dibutuhkan pendapat dari berbagai pandangan, dan walaupun setiap laki-laki memiliki opini yang berbeda-beda, tidak satupun dari mereka yang dapat mengerti cara pandang dari segi perempuan, dan untuk hal tersebut, hanya perempuan-lah yang mengerti, karena perempuan berpikir dengan perasaan dan rasa kemanusiaan mereka.

Di dalam suatu negara, adalah sebuah kewajiban bagi pemerintah untuk membuat kebijakan mengenai equal rights, atau kesetaraan hak bagi rakyatnya. Equal rights memperjuangkan hak-hak kaum minoritas, kaum tertindas, dan kaum wanita untuk dapat berkarya dalam bidang atau pekerjaan tanpa terkena diskriminasi dari kaum mayoritas. Dan dalam permasalahan patriarki, kaum wanita tertindas oleh kaum pria.

Kita banyak menjumpai kasus-kasus yang terjadi di Indonesia dimana perempuan diperlakukan tidak adil, salah satunya seperti kasus yang menjerat (Almh.) Vanessa Angel yang terseret ke dalam jeruji besi dan terpaksa harus meninggalkan buah hatinya yang masih bayi tanpa konsumsi ASI selama 3 bulan. Banyak dari komentar masyarakat yang menyayangkan hal ini, karena seorang bayi sangat amat butuh sosok Ibunya di sisinya. Namun, hukum tetaplah hukum, dan harus dijalankan apapun resikonya.

Tetapi, jika para wanita yang ada di barisan kursi pemerintahan dapat bersatu untuk mengubah dan meringankan hukum tersebut, itu bisa menginspirasi kaum wanita lainnya untuk ikut andil memperjuangkan hak-hak perempuan dan menyingkirkan kaum patriarki di Indonesia. Karena sudah waktunya kaum perempuan bangkit dari stereotype jaman dahulu dan maju untuk memimpi masa depan.

Dan oleh karena itu, pemerintah sangat membutuhkan lebih banyak wanita di barisan kursi parlemen untuk terus memperjuangkan hak-hak dan derajat wanita hingga tidak adanya lagi penindasan berdasarkan gender. Jika pemerintah ingin memberikan layanan, fasilitas, keamanan, dan keadilan bagi rakyatnya, maka juga diperlukan adanya keadilan di dalam sistem pemerintahan itu sendiri.

Ikuti tulisan menarik Alyssa Puri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler