Tradisi Perayaan Bakdo Ketupat alias Syawalan Khas Kota Semarang “Kupat Jembut”

Minggu, 30 April 2023 08:10 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lebaran di Kota Semarang rasanya tak lengkap dengan hidangan lebaran yang satu ini. Meski namanya bikin salah persepsi, namun menu kuliner yang satu ini sangat dikenal di Semarang. Penasaran, kan, Apa itu? Ya, namanya Kupat Jembut.

Usai perayaan Idulfitri, perayaan Syawalan dimulai. Sejumlah daerah di Jawa Tengah pun mulai menggelar perayaan tersebut dengan berbagai tradisi.

Perayaan syawalan ini dikenal juga dengan nama bakdo Ketupat (lebaran ketupat) ---kupat dalam bahasa Jawa. Yang unik, di Semarang terdapat sebuah tradisi syawalan yang disebut tradisi kupat jembut.

Lebaran di Kota Semarang rasanya tak lengkap dengan hidangan lebaran yang satu ini. Meski namanya bikin salah persepsi,  namun menu kuliner yang satu ini sangat dikenal  di Semarang. Penasaran, kan, Apa itu? Ya, namanya Kupat Jembut.

Kupat ini dibuat dari bungkus daun kelapa muda (janur) atau di Semarang itu dari daun bambu muda. Ketupat kan bentuknya segi empat lalu dibelah diagonal tapi enggak putus. Lalu di dalamnya disisipkan toge dimasukkan ke situ jadi tampilannya (maaf) seperti miss V. .

Awalnya, isian ketupat hanyalah toge karena saat awal tradisi ini dimulai warga hanya punya toge untuk jadi isian ketupat. Dalam perkembangannya tambahan kubis (kol) dan juga kacang-kacangan.

Seorang Ibu Menunjukan Kupat Jembut

Karena di dalamnya sudah ada sayur dan bumbu,kupat jembut ini sudah terasa lezat meski tak ditambahkan opor ayam atau sayur bersantan lainnya.

Kupat Jembut ini biasanya dibagikan saat perayaan syawalan di Tanjungsari, Pedurungan, Semarang. Jadi jangan Tanpa Piktor (Pikiran Kotor) , Kupat Jembut ini hanyalah salah satu jenis ketupat yang berisi sayuran kecambah atau taoge dan sambal kelapa di dalamnya.

Adapun  makana filosofinya  taoge dan sambal kelapa dimaksudkan untuk melambangkan sebuah kesederhanaan dalam hidup dengan tidak melulu kemewah-mewahan. Sedangkan dibelah tengah dan dimasukkan isi dimaksudkan bahwa antar warga sudah saling melepas kesalahan.

Meski namanya membuat salah persepsi dan salah fokus, tradisi kuliner ini ternyata sudah mengakar di Kampung Tanjungsari, Pedurungan Tengah, Semarang sejak puluhan tahun lalu atau sekitar tahun 1950 silam. Keberadaan Kupat Jembut merupakan wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas berkah yang diberikan selama bulan Ramadhan.

Kupat Jembut merupakan sebuah simbol kesederhanaan. Sebab, kupat tersebut digunakan untuk merayakan Syawalan, tanpa opor sebagaimana tradisi di Jawa yang identik dengan lontong opor. Mengingat pembuatan kupat ini jelas lebih murah dibanding untuk membuat lontong opor.

Uniknya, tradisi kupat ini hanya ada sekali dalam setahun di Kota Semarang. Lebih tepatnya pada hari H+7 Lebaran atau Idul Fitri.

Dalam perkembangannya, untuk THR anak-anak, beberapa orang juga kerap menyelipkan uang ke dalam ketupat jembut ini. Ketupat ini pun dibagikan ke anak-anak dan mereka akan berebut untuk mendapatkannya.

Tradisi menyisipkan uang dalam kupat jembut ini dimulai sejak tahun 2000. Bukan cuma untuk memeriahkan perayaan, tapi pemberian uang ini juga dimaknai sebagai sedekah dan ungkapan syukur atas rahmat Allah Swt sekaligus untuk pelengkap ibadah puasa.

Ketupat tersebut dibagikan untuk orang dewasa dan anak-anak. Uniknya ada juga warga yang mengisi ketupat dengan uang receh. Anak-anak yang berebut pun gembira dan saling bersaing mendapatkan ketupat serta uang terbanyak.

Memang banyak versi penyebutan nama kupat tersebut. Namun, karena kampung Tanjungsari Pedurungan Tengah ini lebih lebih religius, lebih nyaman menyebut Kupat Tauge daripada Kupat Jembut. Tradisi unik ini tak hanya di Kampung Tanjungsari.

 Di sejumlah titik di Kelurahan Pedurungan Tengah juga menggelar hal serupa termasuk di daerah Tanjungsari atau daerah yang berada di sisi timur Kota Semarang.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler