Kartinah Sri Samodraningsih, Setia Menapaki Jalan Sunyi Dunia Literasi

Minggu, 11 Juni 2023 14:50 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kiprah Ibu Uun yang punya nama asli Kartinah Sri Samodraningsih di jagad literasi tak perlu diragukan lagi. Perempuan yang kini memasuki usia 79 tahun ini hampir sepanjang hayatnya hingga kini menggeluti dunia tulis menulis. Sebuah penjelajahan literasi yang tak,pernah berhenti dari sekira tahun 1955 hingga kini. Selain mengarang Ibu Uun juga menggubah lagu anak-anak dan remaja. Pasalnya, menurut Ibu Uun menyanyi adalah salah alat satu komunikasi yang efektif untuk anak- anak.

Kartinah Sri Samodraningsih, begitu ayahnya memberi nama perempuan kelahiran Semarang 20 November 1944 ini. Ibu Uun kini menjadi panggilan karib puttri sulung dari dua bersaudara pasangan R.Kartono Hadidasmito dan Wastriah. Sedangkan adik perempuan sematawayangnya bernama Mimin Karminah Sri Hadjariningsih.

Ibu Uun mengaku sepanjang perjalanan hidup dan riwayat kepenulisannya nama dan tanggal lahirnya sering gont-ganti. Persoalannya pada saat itu memang belum ada ketentuan aturan ketat tentang pencatatan yang akurat untuk nama dan tanggal lahir seseorang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Karena waktu itu jaman serba manual dan belum teratur dan tertib administrasi seperti sekarang. Tetapi yang terjadi kemudian, nama dan tanggal lahir saya sering jadi persoalan dan kendala” ujar Ibu Uun panggilan karib perempuan penulis ini berkisah.

Bersama almarhum pengarang legendaris dari Semarang NH Dini (dok)

Bahkan Ibu Uun pernah mendapat pengalaman pahit, karena persoalan gonta-ganti nama ini. Sewaktu mengadakan perjalanan ke Amerika Serikat, hampir dipulangkan gegara namanya di buku paspor beda. Untungnya pihak imigrasi menemukan ada ralat di halaman belakang buku passpor soal namanya.

“Jadi hati-hati menulis keterangan tentang nama dan tanggal lahir. Semuanya harus ditulis akurat agar  tidak mendapat kesulitan di kemudian hari,” kata Ibu Uun berbagi pengalaman.

Dibabarkannya, sewaktu di sekolah rakyat (SR) setingkat sekolah dasar (SR) sekarang dirinya terdaftar dengan nama Kartinah dengan keterangan tanggal lahir 23 November 1944. Pasalnya, waktu itu yang mendaftarkannya  sekolah bukan orangtua tetapi pamannya.

Kemudian ketika  masuk SMP tetap terdaftar dengan nama Kartinah degan tanggal lahir 23 November 1944. Sebab yang mendaftarkan juga bukan orangtua. Jadi ijazah SR dan SMP tak ada perbedaan soal nama dan tanggal lahir.

Tetapi sewaktu masuk  SMA, lanjut Ibu Uun, ayah yang mendaftar dengan nama lengkap Kartinan Sri Samodraningsih dengan keterangan tanggal lahir yang sesuai dengan aslinya  yaitu; 20 November 1944.

Tetapi sialnya ketika masuk  sekolah Sekretaris kembali nama yang tercatat hanya Kartinah, dengan keterangan  tanggal lahir kembali tertulis  23 November 1944. Kemudian ketika melanjutkan kualiah di Akademi Bahasa Asing (ABA) Bandung terdaftar  dengan nama  Tien Kartinah dengan keterangan lahir tanggal 23 November 1944. Tetapi ketikat pindah ke ABA Semarang terdaftar dengan nama Tien Kartinah Soemantri dengan keterngan  lahir 23 November 1944. Dan anehnya di ijazahnya justru  tertulis Tien Soemantri, BA.

“Persoalan gonta-ganti nama sama sekali tak saya sadari, kalau kmudian hari  bakal menjadi persoalan dalam perjalanan hidupku,” tandasnya.

Mulai tahun  1964 – 1966 Kartinah mulai berkarier pada sebuah kantor Pengacara  NV INMA di Jalan Braga,  Bandung.  Kemudian pada tahun 1966 -1967 bekerja di CV Hudaya. Selanjutnya pada tahun 1967 hingga  tahun 1968 menjadi Sekretaris di .P.T Bank Gemari. Setelah menikah dan  mengikuti suami ke Sukarnopura, Irian Barat, Jayapura, Papua.  Pada tahun 1968  menjadi sekretaris di P.T PP BERDIKARI,

Suami bekerja sebagai pegawai negeri sering berpindah-pindah. Di Semarang sambil mengasuh anak mengajar mata pelajaran bahasa Inggris  di SMP Negeri 12. Kemudian pindah ke Bali mengajar bahasa Inggris  di SMA Saraswati 1 Denpasar. Pindah lagi ke Banjarmasin, aktif mengajar bahasa Inggris di sebuah Kursus Bahasa Inggris milik temannya, juga memberi les privat dan aktif menulis di Banjarmasin Post. Pindah lagi ke kota Palembang tak mengajar lagi tetapi hanya aktif menulis. Kemudian pindah lagi ke Jakarta tetap aktif menulis. Bahkan Ibu Uun sempat menggeluti panggung sandiwara radio.

Setelah tidak bekerja di kantoran kembali ke kota kelahiran Semarang membuka bimbingan belajar (Bimbel) “Abadi Garden ” dan tetap aktif menulis hingga sekarang. Di Bimbelnya Ibu Uun mengaku menciptakan English by Singing.

Sedangkan Bimbel ini kmudian  ditutup mulai tahun 2023 ini, karena alasan kesehatan Ibu sehingga tidak memungkinkan untuk mengelolanya lagi.  

Rahasia Merawat Semangat Berkarya

Ibu Uun berkisah menggeluti dunia literasi sejak kanak-kanak. Apa rahasian Ibu Uun sejak kelas 5 Sekolah Rakyat hingga kini konsisten menggeluti jalan sunyi dunia literasi. Hampir tujuh dekade Ibu Uun menggeluti dunia mengarang bukanlah waktu yang singkat.   

Peluncuran Buku Puisi Hujan Malam- Malam karya Kartinah Sri Samdroningsih di Batik 16 Semarang (Dok)

Mengapa Ibu Uun suka menulis? Menulis bagi Ibu Uun  merupakan sebuah passion dan kebutuhan. “Mula-mula menulis  untuk sekadar curhat (curahan hati) di buku  harian. Lama-lama berkisah tentang lingkungan sekitar, kemudian berlanjut ke topik yang lebih serius.

“Dengan menulis aku menjadi peka dengan keadaan di sekitarku. Termasuk ketidakadilan yang sering terjadi dan tidak seharusnya ada, ” ujar Ibu Uun membeberkan motivasinya menulis. Ibu Uun membagikan ilmunya mengapa tetap setia tetap menekuni hobi menulisnya hingga di senja usianya kini.

Menurut Ibu Uun untuk bisa jadi penulis ada beberapa faktor yang diperlukan; Pertama, Bakat, Kedua, Tekat, Ketiga, Kesempatan dan Keempat, Pendukung.

Bisa jadi seseorang bakatnya pas-pasan.tetapi tekatnya kuat sehingga mau berlatih dengan sungguh sungguh, tak jarang bisa sukses. Sedangkan sebaliknya yang berbakat besar, tapi kurang kemauannya  untuk maju akan jalan setempat bahkan kandas.

Sedangkan kesempatan bisa menurutnya dicari lewat lomba, ikut komunitas,  mengikuti pelatihan, sehingga bisa bertemu dengan sesama yang berhobi sama,  dan bisa berbagi pengalaman. Tak kalah penting  juga ada media yang menyediakan ruang untuk memuat karya tulisan atau karangan.

Sedangkan yang tak kalah penting adalah faktor pendukung. Suasana rumah, lingkungan, Orang-orang di sekitar  punya peran penting untuk  berhasilnya seorang pengarang. Pasalnya, mereka yang akan menajdi pemantik semangat dalam berkarya.

Suaminya Drs. Oen Soemantri yang menikahinya pada 2 Juni 1968 sangat mendukung kiprahnya di dunia kepengarangan. Apalagi suaminya yang berkarier sebagai pegawai negeri juga punya hobi mengarang.

Pernikahannya dengan Oen Soemantri yang wafat 10 Desember tahun 2014 dikarunia 2 orang putri yaitu;   Ichi Westiyuni Puspita SE, Akt dan  Irni Westiriani Puspita S.Sos yang memberinya cucu yaitu; Rafi, Putri, Devara, Fari, Ina dan Syifa.

“Mereka Sejak di dalam perut, sudah memberiku ilham terutama ketika menulis  syair dan menggubah lagu  untuk anak anak dan remaja, ” papar Uun .

Kiprah Ibu Uun di Dunia Literasi

Menerima Penghargaan Perempuan Penulis Inpiratif dari Wawali Semarang Hevearita Gunaryati Rahayu (d

Kiprah Ibu Uun yang punya nama asli Kartinah Sri Samodraningsih di jagad literasi tak perlu diragukan lagi. Perempuan yang kini memasuki usia 79 tahun ini hampir sepanjang hayatnya hingga kini menggeluti dunia tulis menulis.

Sebuah penjelajahan literasi yang tak,pernah berhenti dari sekira tahun 1955 hingga kini. Selain mengarang Ibu Uun juga menggubah lagu anak-anak dan remaja.  Pasalnya, menurut Ibu Uun  menyanyi adalah salah alat satu komunikasi yang  efektif untuk anak- anak.

“Dunia literasi atau kepengarangan meskipun hanya berawal dari hobi membuat saya bahagia. Saya bisa berkisah dan berbagi kepada banyak orang lewat cerita-cerita dan kisah  yang saya tulis,” ujar Ibu Uun mengawali kisahnya di beranda rumahnya pada sebuah siang di bilngan Petompon, Semarang.

Tulisannya, banyak  tersebar di berbagai media cetak baik surat kabar dan majalah di Indonesia antara lain; Kompas, Suara Merdeka, Banjarmasin Post,Sriwijaya Post, Inti Sari, Femina,da Bobo, serta  majalah berbahasa Sunda “Mangle”  dengan nama pena yang berbeda.

Selain itu, sepanjang karier kepangarangannya Ibu Uun karya-karyanya banyak yang telah diterbitkan dalam 9 buku tunggal baik karya sastra berupa novel, cerpen dan puisi,  maupun lagu dan 11 buku antologi bersama penulis lainnya.

Untuk tulisan Cerpen Ibu Uun memakai nama samaran Nining Sasmita. Sedangkan untuk tulisan selain Cerpen biasanya menggunakan nama pena Tien Soemantri. Selain itu, Ibu Uun juga pernah mengirimkan karyanya ke TVRI dalam  program acara yang diampu Yus Badudu, yang kemudian hari men jadi dosennya di Sekolah Sekretaris di Jakarta.

Ibu Uun mengaku sering gonta-ganti  nama pena dalam tulisannya, karena pernah punya pengalaman pahit dirundung  teman-temannya. “Mereka sering merundung (membully-- red) saya ketika membaca karangan saya. Mereka anggap itu cerita pengalaman nyata, padahal fiksi. Itu membuat saya tak nyaman, maka kemudian saya menggunakan nama samaran ” ujar Ibu Uun menerangkan mengapa sering gonta-ganti nama pena.

Kalau dirunut Ibu Uun  sudah mulai menulis sejak kelas 5 SR, meskipun baru sebatas di buku harian. Yang menginpirasinya menulis adalah buku harian “The Diary of Anne Frank”  yang ramai diperbincangkan orang yang pada waktu itu dimuat secara bersambung di koran “Pedoman” milik wartawan senior Rosihan Anwar.

“Buku harian saya sangat sederhana isinya. Persoalan kegiatan remeh temeh di sekolah. Misalnya, soal pemeriksaan kuku, kebersihan telinga, atau ulangan matematika dan lainnya,” terang Ibu Uun.,

Sekira tahun 1955, karena tinggal di Sumatera, berpantun merupakan  budaya keseharian. Sejak kelas 5 SR, Uun sudah mulai menulis pantun yang dimuat dalam album kenangan teman-teman sekolahnya.

Semasa  di SMP Ibu Uun ikut kegiatan Sanggar Mini Sekolah. Di sanggar ini mengaku mulai bersentuhan dengan puisi yang pada waktu itu disebut “Sanjak”. Sedangkan kalau “Sajak” punya makna beda yaitu;  persamaan bunyi di belakang kata-kata dalam “Sanjak”. Tetapi kemudian seiring dengan berjalannya waktu menjadi Sajak untuk nama sanjak yang sekarang bernama Puisi.

“Di Sanggar kami belajar berdeklamasi, yakni menghafal puisi, lalu dilafalkan tanpa membaca. Sedangkan kriteria penilainnya intonasi, ekspresi dan gaya. Dulu tidak,dikenal kegiatan Baca Puisi,” kenang Ibu Uun.

Sekira tahun 1958 – 1959, Ibu Uun mulai berani mengirimkan tulisan-tulisanya di Surat Kabar  “Pedoman” yang diasuh Kak Maya dan Kak Herman. Meskipun tinggal di kota kecil Pangkalpinang, Bangka, nekat menulis puisi dan mengirimkannya ke RRI Jakarta.

“Pada waktu itu yang membacakan puisi Kak Sondang Marpaung yang punya suara khas. Saya senang dengan suaranya yang unik, ” ujar Ibu Uun terkenang.

Di Banjarmasin, Ibu Uun juga sering mengirimkan tulisan cerita anak dan penyajinya langsung dari di RRI Banjarmasin.

Sewaktu kuliah di ABA Bandung Kartinah  bersama  teman-temannya aktif di majalah kampus “Gita ABA” . Selain jadi redaktur Kartinah juga yang mengusulkan nama majalah kampus yang terbit dalam 5 bahasa; yakni; bahasa Indonesia, Inggris,Perancis, Jepang dan Jerman.

Disoal, prestasinya di dunia perlombaan menulis memang tak banyak. Persolannya Ibu Uun  jarang mengikuti kompetis menulis perorangan. “Saya hampir tak pernah mengikuti lomba perorangan. Tetapi kalau mengikuti lomba biasanya dikirim sebagai wakil dari orgaisasi atau sekolah. Jadi maklum kalau tak ada piala yang nyangkut,” imbuh  Ibu Uun

 Ibu Uun punya  sebuah pengalaman menarik, pada tahun 1968 majalah berbahasa Sunda “Mangle” mengadakan pelatihan menulis yang langsung diampu Rustandi Kartakusumah, pemimpin redaksinya yang dilanjutkan dengan lomba menulis novel.

“Novelku waktu itu terpilih diterbitkan oleh salah satu penerbit anggota IKAPI Jawa Barat. Ganjarannya bukuku diterbitkan. Hadiahnya saya  mendapat hadiah sejumlah buku. Tetapi saya tak ingat berapa jumlahnya, karena pada waktu itu pindah ke Irian yang mengurus ayahku. Dan ini merupakan novel pertama saya yang pertama terbit dalam bentuk buku judulnya : “Melati Bersemi di Wanaraja ”, “ terangnya.

Sewaktu di Jawa Tengah mewakili organisasi Arta Kencana  yang meliputi kantor Anggaran Pajak, Bea Cukai dan Kantor Akuntan atau Direktorat Jendral Pengawasan Keuangan Negara yang berkantor di Gedung Papak, Semarang, berrhasil menyabet juara kedua piala dan penghargaannya disimpan di kantor. Di Bali mewakili Dharma Wanita berhasil membukukan prestasi juara ketiga di dunia literasi.

Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, lanjutnya, punya pengalaman seru ketika mewakili Dharma Wanita tempat suami bekerja berhasil membukukan prestasi juara kedua. Serunya finalis diwawancarai dewan juri yang merupakan para dosen Universitas Lampung Mangkurat.

“Pada event inilah saya baru tahu mengapa saya tak pernah berhail menjadi juara pertama. Ternyata kelemahan karya saya menurut catatan dewan juri ada pada teknik penyajian cerita ” ujar Ibu Uun.

Ibu Uun selain aktif berkarya juga aktif  bergaul  dengan medan sosial dunia literasi; seperti; menghadiri acara bedah buku, baca puisi  mengudara di Radio dan tampil di Televisi.

Kiprah Kartinah “ Ibu Uun”  Sri Samodraningsih di dunia literasi jadi perhatian  ternyata mendapat perhatian dari Komunitas Diajeng Semarang (KDS). Pada tahun 2022 Uun diagugerahi penghargaan sebagai Penulis Perempuan Inspiratif dari Kota Semarang.

“Saya bersyukur ternyata perjalananku malang melintang di dunia menulis dari tahun 1955 – 1922 dilirik Komunitas Diajeng Semarang (KDS). Saya sama sekali tak kenal mereka. (KDS memberi penghargaan saya Penulis Perempuan Inspiratif,   ” ujar Ibu Uun penuh rasa syukur.

https://www.indonesiana.id/admin/foto#

Saat  ini Ibu Uun punya obsesi yang ingin diwujudkannya saat ulang tahunnya yang ke -79 , 20 November 2023  mendatang.

“ Saya ingin 3 buku gubahan lagu saya terbit. Dua buku Kumpulan Lagu Anak dan sebuah buku Kumpulan Lagu Remaja. Saya ingin buku ini diluncurkan sekaligus ada konsernya,” tandas perempuan yang punya semboyan : " One Step A Head " alias selangkap di depan   antusias.

Bookgraphy Kartinah “Ibu Uun” Sri Samodraningsih :

Karya Buku Tunggal :

  1. Melati Bersemi  di Wanaraja - Novel,  Penerbit,Umar  Hasan Mansoor  Bdg ,1968.

2.Anggrek Ungu Taman Hatiku – Novel, Penerbit Leutikaprio, Yogyakarta, 2012.

3.Kancil  & Keluarganya, Cerita Anak,Penerbit CV.Aswaja Pressindo, 2012.

4.Matahari Bersinar Kembali, Cerita Anak, Penernit CV Aswaja Pressindo, 2012.

  1. Hujan Malam Malam, Kumpulan Puisi Tunggal  Penerbit Yayasan Akademi Semarang, 2020.

7.Ceria Bersama ,Kumpulan Gubahan Laguku, Penerbit Cipta Prima Nusantara, 2020.

8.Andai Saja Kau Tahu, Novel, Penerbit, CV .Brizqha Media Qita, Padang,2021.

9.Kisah Kasih Ningsih, Novel, Penerbit, Cipta Prima Nusantara, Semarang 2022.

 

Karya Buku Antologi Bersama :

  1. Melati Senja, duet dg Sulis Bambang, Kumpulan Puisi, Penetbit CV Aswaja Pressindo, 2012.

2..Puisi Menolak Korupsi 5 ,Penerbit Forum Sastra Surakarta tahun 2015.

3..Madah Merdu Kamandanu, Penerbit Nitramaya Nusantara, Yogyakarta, tahun 2017.

  1. 4. Komandan.. 10 Puisi..tahun 2019.

5..Ayahku Jagoanku, Penerbit KKK, tahun 2021.

  1. Anakku Permataku, Penerbit KKK tahun 2021.

7.Perempuan Bahari , Penerbit  KKK, tahun 2020.

  1. INDONESIA dalam Titik 13, Penerbit Azwaja  2013.
  2. Perempuan Istimewa, Kumpulan Cerpen, 2021,

10.Perempuan Pemburu Cahaya, Penerbit..Tahum 2017.

11.Under The Moon, Kumpulan Haiku Indonesia, Penerbit KKK, 2020.

(Christian Saputro)

 

 

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler