x

Setangkai Tafsir, Sekuntum Makna

Iklan

Bryan Jati Pratama

Penulis Indonesiana | Author of Rakunulis.com
Bergabung Sejak: 19 Desember 2022

Jumat, 4 Agustus 2023 15:23 WIB

Setangkai Tafsir, Sekuntum Makna

Orang Islam adalah orang yang ber-silmi. Yang mencari keselamatan dan menyelamatkan. Bukan sekadar orang yang selamat. Karena kata Islam sendiri (sebelum dipersempit maknanya menjadi institusi agama) adalah kata kerja, bukan kata benda.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketika api gairah perlu digelorakan dan kelompok-kelompok butuh dibedakan, jargon diteriakkan. Misalnya, bagi sekelompok orang yang menghendaki Negara Khilafah, 'Islam Kaffah' telah menjadi salah satu jargon gigantic andalan mereka. Salah? Tidak juga. Sah-sah saja kalau orang mau mengekspresikan kekecewaan. Kepada pemerintah dan juga kepada dunia. Cuma saya ingin sekali menanyakan pada orang yang mau mendirikan Negara Khilafah itu: "Siapa yang bilang kalau Khilafah itu bentuknya adalah negara?"

Yaa ayyuhalladzina amanu udkhulu fissilmi kaffah. Sering ditafsirkan dengan: "Hai orang-orang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh." Potongan ayat dari surat Al-Baqarah: 208 ini sering digunakan sebagai ajakan memeluk agama Islam, menjalani syariat dengan tidak setengah-setengah atau berbagai motif alasan lainnya. Namun, jika ayat itu ditafsirkan sebagai perintah untuk memeluk Islam, mengapa yang diperintahkan adalah orang-orang sudah beriman? Bukannya lebih pantas kalau Yaa ayyuhalkafiruun udkhulu fisilmi kaffah. Hai orang-orang kafir, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh?

Perkara inilah yang menyebabkan ada perbedaan pendapat dalam menafsirkan fissilmi. Ada yang menafsirkan fissilmi sebagai agama Islam, ada juga yang menafsirkannya sebagai kedamaian. Walaupun tafsir keduanya tidaklah begitu bertentangan karena akar kata dari Islam: aslama, yuslimu, islaman sendiri adalah salam yang berarti keselamatan, kedamaian. Namun saya kira pendapat yang kedua lebih representatif. Sekiranya jika memang yang dimaksudkan adalah agama Islam, tentu ayatnya akan berbunyi fiislam, bukannya fissilmi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tafsir fissilmi sebagai kedamaian lebih mendekati karena silmi, yang berasal dari kata 'as silm'yang juga merupakan akar kata 'salma'dalam bahasa Arab yang berarti aman, selamat, damai, sentosa atau ketundukan. Dan itulah inti ajaran Islam, bukan Islam sebagai institusi agama yang kakumeskipun saya tidak setuju memaknai Islam sebagai institusi. Jika islam adalah hardware, silmi adalah softwarenya. Jika Islam itu hukum, silmi adalah keadilannya. Jika Islam itu gula, silmi adalah manisnya. Nilai substansinya.

Orang Islam adalah orang yang ber-silmi. Yang mencari keselamatan dan menyelamatkan. Bukan sekadar orang yang selamat. Karena kata 'Islam' sendiri (sebelum dipersempit maknanya menjadi institusi agama) adalah kata kerja, bukan kata benda. 

 

Dan muslim, adalah orang yang orang lain merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya. (HR.Ahmad)

 

Terjemah populer kata 'Islam' ke bahasa Indonesia adalah berserah diri (kata kerja). Bahkan, ketika Nabi Muhammad SAW ditanyai Malaikat Jibril tentang apa itu Islam, beliau tidak menjawab syahadat, sholat, zakat, puasa, haji (kata benda) melainkan bersyahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa, mengerjakan haji bila mampu (kata kerja). Pun sampai sekarang dalam bahasa Arab sendiri, kata 'Islam' (fundamental-substantif) masih sebagai kata kerja. Yang menjadi kata benda adalah 'Al-Islam' (institusional-otoritatif).

Selanjutnya, kata 'udkhulu' diartikan sebagai masuklah. Padahal kata masuklah dalam bahasa Arab cukup 'udkhul'. Udkhulu sendiri adalah kata jamak yang berarti 'masuklah semua'. Secara bahasa, ini yang lebih pas. Tambahan kata 'semua' selain memang begitulah artinya, juga menegaskan bahwa yang memasukinya adalah orang banyak. Senada dengan ayat sebelumnya Yaa ayyuhalladzina amanu, yang berarti 'orang-orang beriman', plural, tidak hanya 'orang beriman', tunggal. Juga dalam memasuki silmi, substansi Islam itu, memang tidak dapat dilakukan dengan sendirian. Harus bersama-sama. Bareng-bareng.

Wa'tasimu bihablillahi jami'an. Dan berpeganglah pada tali Allah secara bersama-sama. Yang saya tahu dalam Islam, nilai paling pokok setelah akidah adalah ibadah dan akhlak yang bermuara pada kemanfaatan. Sedangkan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Artinya, nilai Islam tidak akan sempurna jika di dunia ini hanya ada kita sendiri. Baik sendiri, alim sendiri. Semuanya harus bebarengan, beriringan dan bergandengan.

Terlebih lagi, kualitas kemanusiaan kita patut dipertanyakan, kalau inginnya hanya masuk surga tetapi sendirian. Soalnya Tuhan itu kan tuhannya orang banyak. Bukan cuma milik satu, segelintir, atau segolongan orang. Terlebih lagi, Tuhan tidak jadi tuhan untuk manusia saja, bukan hanya untuk manusia.

 

Dia berfirman kepada langit dan kepada bumi, "Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa." Keduanya menjawab, "Kami datang dengan patuh." (QS. Fussilat: 11)

 

Terakhir tentang kaffah, menyeluruh atau dengan seluruhnya. Kata ini berposisi sebagai kata keterangan (adverb) atau kata sifat (adjektiva). Pertanyaannya, apa yang disifati atau diterangkan? Udkhulu-nya atau fissilmi-nya?

Kalau kita memilih kata ‘udkhulu’ sebagai kata kerja (verba) yang diterangkan oleh kata ‘kaffah’, maka terjemahan ayat tersebut berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu semua tanpa kecuali secara total ke dalam substansi nilai-nilai Islam.

Tetapi, kalau kita memilih kata ‘fissilmi’ sebagai kata benda (nomina) yang disifati oleh kata ‘kaffah’, maka terjemahan ayat tersebut berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam substansi nilai-nilai Islam seutuhnya.”

Mana yang lebih pas? Kalau kita dan seribu orang lainnya sedang berlibur di sebuah pantai, lalu penjaga pantai berseru, "Hai para pengunjung, menyelamlah kalian semua ke dalam air seluruhnya." Kira-kira, apa yang akan kita lakukan?

Menceburkan diri ke setiap sudut air yang berada di pantai itu sehingga setiap air di sepanjang garis pantai kita cemplungi badan kita? Ataukah membenamkan seluruh tubuh kitabeserta seribu orang lainnyadari ujung rambut sampai ujung kaki ke dalam air di sebelah manapun, dengan sebuah kesadaran kolektif bahwa dengan masuk ke air itu, kita telah menjadi bagian dari samudera yang tak terkira luas dan dalamnya?

Ikuti tulisan menarik Bryan Jati Pratama lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

22 jam lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

22 jam lalu