Maaf Bapak Erick Thohir, 4 Surat Terbuka yang Saya Tulis Tidak Bermanfaat bagi Bapak dan Sepak Bola Indonesia, ya?

Kamis, 31 Agustus 2023 07:01 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bila sudah berupaya dan berjuang melalui proses dan cara yang benar serta baik, lalu menghasilkan kesuksesan dan prestasi, maka apresiasi akan datang sendiri.

(1). Bila sudah berupaya dan berjuang melalui proses dan cara yang benar serta baik, lalu menghasilkan kesuksesan dan prestasi, maka apresiasi akan datang sendiri menghargai.

(2) Tetap jadikan diri kita untuk terus menjadi gelas kosong, terus membaca, terus mendengar, terus belajar. Dan jangan pernah berhenti mengapresiasi dan menghargai prestasi sekecil apa pun kepada orang/pihak lain, semampu kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

(3) Jangan meneladani orang/pihak yang belum selesai dengan dirinya. Menjadikan wadah hanya untuk kepentingan diri. Takut kehilangan yang bukan milik, sombong, tidak rendah hati, karena miskin pikiran dan miskin hati.

Drs. Supartono, M.Pd / Supartono JW (Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Pengamat sepak bola nasional)

Sebagai publik pecinta sepak bola nasional, saya sangat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Seksi Wartawan Olahraga (Siwo) PWI Pusat yang telah menghargai upaya dan perjuangan Timnas Indonesia U-22 yang telah menjuarai SEA Games 2023 Kamboja, dengan Anugerah Golden Award (AGA) VI 2023.

Sekali dayung dua pulau terlampau, Anugerah AGA VI 2023 dari Siwo PWI Pusat dalam Kategori Umum, mengapresiasi dan menghargai Timnas Indonesia U-22 sebagai Tim Terbaik dan Indra Sjafri sebagai Pelatih Terbaik.

Saya menyebut, bila sudah berupaya dan berjuang melalui proses dan cara yang benar serta baik, lalu menghasilkan kesuksesan dan prestasi, maka apresiasi akan datang sendiri menghargai.

Apa yang dilakukan oleh Siwo PWI Pusat menghargai dan mengapresiasi atlet-atlet berprestasi di Indonesia secara konsisten, saya acungkan jempol.

Saya mendoakan agar AGA Siwo PWI Pusat ini akan terus ada, sebab keberadaannya akan menjadi motivasi tersendiri bagi para atlet berprestasi di Indonesia.

Menghargai dan mengapresiasi

Perlu saya kemukakan di sini, sikap menghargai dan mengapresiasi, umumnya bagi masyarakat di Indonesia yang tingkat pendidikannya masih tertinggal dari negara lain, masih menjadi barang langka, barang mahal.

Karenanya, bila ada perorangan, kelompok, golongan, instansi, institusi, sampai pemerintahan RI, melakukan apresiasi dan memberikan penghargaan untuk perorangan/tim/kelompok/golongan/masyarakat yang berprestasi, sudah pasti, siapa yang memiliki ide atau otak di balik kegiatan apresiasi dan penghargaan itu, dapat saya pastikan orang-orang terdidik yang kaya pikiran dan kaya hati. Orang-orang yang berbesar hati dan rendah hati.

Sebagai contoh, sepanjang perjalanan kehidupan saya, di lingkungan pekerjaan dan hobi saya. Saya sempat merasakan berada di lingkungan orang-orang yang sangat pelit atau susah atau tertutup mata hatinya untuk memberikan apresiasi atau penghargaan, meski ada prestasi yang telah dicapai.

Setelah saya telusuri, ternyata siapa di balik orang-orang itu, adalah orang-orang yang miskin pikiran dan miskin hati, meski sudah terdidik. Bahkan mereka hanya berpesta pora untuk kelompok dan golongannya sendiri.

Ujungnya situasi "like" dan "dislike" atau "suka" dan "tidak suka" menjadi drama keseharian yang bukan hanya saya tonton, tetapi saya rasakan, karena saya pun menjadi bagian aktor di dalamnya yang ikut kena adegan itu.

Menjadi saksi yang melihat betapa orang-orang masih belum selesai dengan dirinya sendiri, takut kehilangan yang bukan milik. Jauh dari sikap berbesar hati dan rendah hati. Saat ada orang berhasil dan berprestasi, yang ada adalah sikap iri dan syirik.

Bahkan melakukan tindakan mengambil hak yang seharusnya menjadi hak orang yang berhasil dan berprestasi.

Di sisi lain, saya juga menjadi saksi betapa orang-orang yang telah selesai dengan dirinya, bahkan ada yang menyebut harta benda, kedudukan, jabatan yang mengantarnya sukses di dunia, hanyalah amanat, titipan Allah, yang harus dirasakan oleh orang lain. Bukan dinikmati untuk diri, keluarga, kelompok, atau golonganya sendiri. Ada hak orang lain di dalamnya.

Orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang kaya pikiran dan kaya hati, berbagi, mengapresiasi, dan menghargai, bagi mereka seperti aliran darah yang mengalir normal di dalam tubuh kita. Mengalir dan mengalir. Berbagi dan berbagi. Mengapresiasi dan mengapresiasi. Menghargai dan menghargai.

Sangat nyata karakter berbesar hati, peduli, tahu diri, simpati, dan rendah hatinya. Karenanya, saya mencantumkan titel di setiap artikel yang saya tulis sebagai pengamat pendidikan nasional dan sosial. Lalu, pengamat sepak bola nasional, itu dalam rangka terus mengapresiasi dan menghargai media cetak yang telah memberikan anugerah terhadap saya karena konsisten menulis artikel di kolom opini mereka.

Anugerah sebagai pengamat pendidikan nasional dan sosial, saya dapatkan dari sebuah media cetak, setelah sekian tahun saya aktif dan produktif di kolom opini mereka. Begitu pun anugerah sebagai pengamat sepak bola nasional. Saya dapatkan setelah saya konsisten mengisi kolom opini di media cetak mereka dalam hitungan tahun.

Jadi, anugerah itu bukan dari hasil sok-sok an saya, gaya-gaya an saya. Ada fakta dan buktinya, saya simpan di perpustakaan saya, detil proses konsisten menulis artikel itu. Mendapatkan anugerah itu, saya rasakan, perjuangannya tidak berbeda seperti saat menempuh pendidikan S1 atau S2.

Meneladani orang-orang dan pihak yang kaya pikiran, kaya hati, berbesar hati, dan rendah hati hingga tidak henti mengapresiasi dan menghargai orang/pihak lain, sebab saya pun mendapatkan Anugerah Youth Soccer Award 2010 dari pihak tertentu, juga penghargaan-penghargaan kejuaraan pendidikan nasional seperti dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Pembelajaran), dll, maka dengan kemampuan saya yang terbatas, saya pun menggelar kegiatan mengapresiasi dan menghargai.

Kegiatan itu di antaranya berbagi tentang pendidikan/sepak bola/teater ke sekolah-sekolah, dan menyelenggarakan Kejuaraan Sepak Bola Nasional (KSN) yang pesertanya, saya pilih wadah sepak bola akar rumput, perwakilan dari provinsi-provinsi di Indonesia.

Tahun ini, KSN akan saya gelar pada 30-31 Oktober 2023. KSN meneladani apa yang dilakukan oleh Ronny Pattinasarany saat duduk sebagai Direktur Usia Muda PSSI, di bawah kepemimpinan Agum Gumelar, yang sampai detik ini, jejaknya tidak diteruskan oleh PSSI.

Sangat layak

Atas AGA VI 2023 yang dinobatkan kepada Indra Sjafri dan Timnas Indonesia U-22 yang diasuhnya, adalah hal yang sangat layak.

Terlebih, apa yang dilakukan oleh Indra Sjafri sejak proses pembentukan tim, lalu TC, hingga berproses dalam SEA Games 2023 sejak fase grup, semua dilalui dengan benar dan baik.

Bahkan, bukan hanya berhasil membawa tim meraih gelar yang sudah 32 tahun lepas dari Indonesia, dengan kompetensi pedagogi ala Indra Sjafri, pemain baru yang direkrut masuk gerbong Timnas Indonesia U-22 oleh Indra, langsung ikut mengorbit, sejajar dengan para penggawa lain yang namanya telah mentereng dan mengorbit. Itu semua karena kompetensi Indra dengan pedagoginya, sehingga setiap pemain yang diasuhnya, selepas event akan mendapat ganjaran sebagai pemain yang berkualitas, memenuhi standar sebagai pemain Timnas Indonesia. Layak mengenakan jersey kembanggaan Timnas sepak bola Indonesia.

Sekali lagi, bila sudah berupaya dan berjuang melalui proses dan cara yang benar serta baik, lalu menghasilkan kesuksesan dan prestasi, maka apresiasi akan datang sendiri menghargai. Sebab, meski masih banyak orang/pihak di Indonesia yang kerdil pikiran dan hatinya, tetap tidak akan kurang orang/pihak yang selalu pandai bersyukur, berbesar hati, rendah hati, ringan tangan dan kaki untuk mengapresiasi dan menghargai.

4 (empat) Surat Terbuka, tidak dihargai

Banyak pihak yang bertanya kepada Indonesia, apalagi insan sepak bola akar rumput di tanah air, apakah sampai sekarang Erick Thohir sudah menanggapi 4 (empat) Surat Terbuka yang sudah saya tulis di media?

Jawab saya, belum. Dan saya tambahkan jawaban. Mari tetap kita lakukan tugas kita dengan ikhlas. Bila yang seharusnya punya kepentingan, apalagi Ketua Umum, bersikap seperti itu. Jangan kita contoh, sikap dan perbuatannya.

Mari, tetap jadikan diri kita untuk terus menjadi gelas kosong, terus membaca, terus mendengar, terus belajar. Dan jangan pernah berhenti mengapresiasi dan menghargai prestasi sekecil apa pun kepada orang/pihak lain, semampu kita.

Jangan meneladani orang/pihak yang belum selesai dengan dirinya. Menjadikan wadah hanya untuk kepentingan diri. Takut kehilangan yang bukan milik, sombong, tidak rendah hati, karena miskin pikiran dan miskin hati.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler