x

keadaan kelas dalam pembelajaran, sumber website SMA Negeri 5 Mataram

Iklan

BungRam

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 12 Oktober 2023 15:45 WIB

Aspek Penting Transformasi Pendidikan pada Kurikulum Merdeka

Ada beberapa hal yang fundamental dari esensi perubahan kurikulum ini. Hal itu mulai dari perubahan paradigma pendidikan, refleksi atas proses implementasi kurikulum pendidikan, dan arah serta tujuan kurikulum. Para tenaga pendidik perlu fokus tentang pendidikan dan tujuan pendidikan lebih kongkret dan kontekstual.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dua tahun ini saya terlibat langsung dalam proses implementasi kurikulum merdeka di satuan pendidikan, khususnya dalam Program Sekolah Penggerak (PSP).

Sebagai Fasilitator, saya berpikir bahwa implementasi kurikulum merdeka, yang dimulai setelah menteri pendidikan dan kebudayaan, riset dan teknologi Anwar Nadiem Makarim, menyampaikan tentang perubahan kurikulum, dari kurikulum 2013 yang disederhanakan kepada kurikulum darurat Covid-19, kemudian untuk tujuan transformasi pendidikan di Indonesia pasca ovid-19 yang disebut mengalami ‘learning loss’, memiliki aspek-aspek penting untuk proses perubahan sistem pendidikan.

Sebagaimana diketahui, tujuan Kurikulum Merdeka adalah untuk penyederhanaan kurikulum dalam kondisi khusus (kurikulum darurat) untuk memitigasi ketertinggalan pembelajaran (learning loss) pada masa pandemi. Hasilnya, dari 31,5 persen sekolah yang menggunakan kurikulum darurat menunjukkan, penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73 persen (literasi) dan 86 persen (numerasi).

Perubahan Kurikulum Untuk Transformasi Pendidikan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan evaluasi menteri pendidikan Nadiem Makarim terhadap kondisi pendidikan di Indonesia dari beberapa perspektif; sumber daya, kemampuan belajar, kualitas pelaksanaan pendidikan dan akses terhadap berbagai perangkat belajar, terutama perangkat belajar berbasis digital, memberikan catatan penting yang mesti diperhatikan.

Hasil survei PISA 2018 menempatkan Indonesia di urutan ke-74 alias peringkat keenam dari bawah. Kemampuan membaca siswa Indonesia di skor 371 berada di posisi 74, kemampuan Matematika mendapat 379 berada di posisi 73, dan kemampuan sains dengan skor 396 berada di posisi 71.

Selain info hasil PISA tersebut, jika merujuk kepada data Susenas yang dirilis bulan Maret 2023 menunjukkan angka anak tidak sekolah menurut jenjang pendidikan di perkotaan dan pedesaan menunjukkan SD sebesar 0,71%. SMP sebesar 0,94%, SMA sebesar 22,52%.

Data-data tersebut menunjukkan bagaimana kondisi atau kualitas pendidikan anak-anak Indonesia. Perubahan dalam sistem pendidikan di Indonesia mutlak diperlukan, sebagai langkah untuk melakukan transformasi pendidikan.

Saya melihat ada beberapa hal yang fundamental dari esensi perubahan kurikulum ini, mulai dari perubahan paradigma pendidikan, refleksi atas proses implementasi kurikulum pendidikan selama ini, dan arah serta tujuan kurikulum yang salah satu unsur pentingnya adalah penilaian.

Perubahan paradigma pendidikan. Ini adalah aspek pertama yang menurut saya sangat fundamental dalam proses transformasi ini.

Di awal-awal sesi lokakarya program sekolah penggerak, saya menanyakan kepada para peserta yang ikut waktu itu, para kepala sekolah, perwakilan guru komite pembelajaran, dan juga dihadiri pengawas sekolah, “mengapa kurikulum berubah?”

Perubahan kurikulum dari Kurikulum 2013 kepada Kurikulum Merdeka secara struktur tidak mengalami banyak perubahan, metodologi belajar dalam kedua kurikulum ini juga sejatinya sama, acuan dan kerangka besarnya juga sama. Yang membedakan antara keduanya menurut saya adalah tentang bagaimana setiap kita, khususnya para tenaga pendidik memfokuskan visi kita tentang pendidikan dan tujuan pendidikan lebih kongkret dan kontekstual dengan kebutuhan peserta didik dalam mengembangkan pengetahuannya dan keterampilannya. Paradigma kita tentang pendidikanlah yang perlu diubah!

Beberapa paradigma baru dalam Kurikulum Merdeka yang penting untuk dipahami dan dipegang teguh sebagai dasar implementasi kurikulum di satuan pendidikan adalah:

  1. Sekolah adalah kolaborator pembentukan dan pengembangan diri anak secara holistik, terkoneksi dengan kehidupan kontekstual.
  2. Belajar adalah  kegiatan yang melibatkan semua potensi peserta didik, sesuai dengan fase pertumbuhan dan perkembangan, berpusat pada diri peserta didik.
  3. Pendidikan bertujuan untuk memaksimalkan segala kekuatan kodrat  yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat  mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai  manusia, maupun  anggota masyarakat.
  4. Penilaian merupakan bagian terpadu dari proses pembelajaran, memfasilitasi pembelajaran, menyediakan informasi sebagai umpan balik untuk guru, peserta didik, dan orang tua.
  5. Proses pembelajaran terintegrasi dengan perkembangan kehidupan, relevan dan konstekstual, dan berbasis data.
  6. Peserta didik adalah subyek kegiatan instruksional, pembelajar sepanjang hayat, independen untuk memilih proses yang sesuai dengan karakteristiknya.
  7. Tujuan pembelajaran sebagai tahapan awal untuk menentukan asesmen/penilaian dan menjadi dasar untuk merancang pembelajaran (Backward Design)

Bagaimana mungkin kita mencapai tujuan pendidikan yang paling peripurna sebagaimana disebutkan oleh Ki hajar Dewantara, “Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat.” Jika kita tidak mengubah paradigma kita tentang pendidikan?

Refleksi proses implementasi kurikulum di satuan pendidikan. Ini aspek kedua yang amat penting menurut saya dalam memahami dan mewujudkan adanya transformasi pendidikan melalui Kurikulum Merdeka.

Implementasi kurikulum di satuan pendidikan sebelum ini cenderung berorientasi kepada capaian tujuan pembelajaran yang sangat akademis. Alasannya yaitu bahwa dalam proses pelaksanaan pembelajaran, guru lebih banyak mengksplor sumber ajar yang konvensional, dan berpusat pada dirinya sendiri. Guru sedikit menghubungkan kegiatan belajar dengan isu yang terjadi di lingkungan masyarakat, di lingkungan sekolah, atau pada diri peserta didik itu sendiri.

Aktifitas belajar menjadi rutinitas biasa dan cenderung menjenuhkan, bahkan tidak ada konektifitas sama sekali dengan adanya perubahan dalam kehidupan masyarakat. Karena tujuan pembelajaran tereduksi dengan capaian prestasi akademik yang harus diraih oleh setiap peserta didik dan juga prestise lembaga sekolah melalui capaian prestasi di nilai raport, rata-rata hasi ujian akhir siswa hingga lulusan sekolah yang berhasil memasuki jenjang pendidikan selanjutnya di sekolah “terbaik” wilayahnya, serta perguruan tinggi favorit di berbagai daerah.

Fakta itu mengharuskan kita merefleksikan diri tentang tujuan pendidikan, tentang implementasi Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP), tentang pengetahuan dan keterampilan siswa yang mereka miliki setelah minimal 12 tahun mengikuti proses belajar di sekolah.

Saya sering mengatakan di hadapan peserta lokakarya, IHT atau webinar, bahwa menjalankan Kurikulum Merdeka harus dengan pikiran dan hati yang terbuka. Guru harus memiliki kesabaran dan kelapangan dada saat menjalankan profesinya sebagai pengajar dan pendidik.

Keterbukaan pikiran dan hati itu meliputi kemauan dalam menjalankan Kurikulum Merdeka yang mengacu pada prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut:

  1. Sesuai dengan tahap perkembangan dan karakter peserta didik
  2. Dirancang untuk membangun kapasitas anak agar menjadi pembelajar sepanjang hayat
  3. Proses Pembelajaran mendukung kompetensi peserta didik secara holistik
  4. Proses Pembelajaran dirancang relevan dan kontekstual dengan kehidupan serta melibatkan orang tua dan masyarakat atau komunitas.
  5. Berorientasi kepada masa depan yang berkelanjutan

Yang demikian tersebut menjadi pintu utama adanya berbagai inovasi, kreatifitas dan semangat kolaborasi yang tinggi dalam menghasilkan berbagai macam praktik baik pembelajaran yang lebih relevan dan sesuai dengan kondisi serta kemampuan peserta didik.

Mencapai tujuan pembelajaran dalam kurikulum dengan melaksanakan proses asesmen dan evaluasi yang baik. Ini merupakan aspek penting ketiga dalam transformasi Kurikulum Merdeka.

Proses asesmen dan evaluasi dalam pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Asesmen dan evaluasi adalah alat penting untuk merancang kurikulum dan pendekatan pengajaran sesuai kebutuhan siswa.

Hal ini juga memainkan peranan penting dalam memahami efektivitas program secara keseluruhan dan merevisi praktik pembelajaran di kelas. Asesmen yang dirancang dengan baik membantu siswa menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka pelajari dan menunjukkan tingkat kinerja mereka.

Sebagai bagian dari penilaian, guru memberikan siswa umpan balik deskriptif yang memandu upaya mereka menuju perbaikan.

Hal yang umum terjadi dari kegiatan asesmen belajar siswa dan evaluasi adalah kegiatan tersebut dikemas dalam model atau pola yang baku dan kaku. Kegiatan ujian atau ulangan adalah “ritual” wajib untuk menandakan siswa memenuhi kewajiban mereka dalam mengikuti kegiatan sekolah atau kegiatan kelas.

Para tenaga pendidik banyak mengabaikan fakta bahwa setiap siswa itu memiliki potensi berbeda, setiap anak itu unik, mereka memiliki ‘roadmap’ yang panjang ke depan yang cabang-cabangnya tidak bisa digeneralisasikan melalui aktifitas penilaian yang tekstual, dan berorientasi kepada capaian nilai angka pretasi kumulatif.

Oleh sebab itu, dalam transformasi pendidikan melalui Kurikulum Merdeka ini, asesmen harus dimaknai dan diyakini dengan benar, untuk mereposisi guru di hadapan siswa, untuk memberikan tempat yang tepat bagi siswa memulai perjalanan dirinya mencapai pengetahuan dan memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupannya yang nyata.

Prinsip dalam melakanakan asesmen dan evaluasi pendidikan merupakan bagian terpadu dari proses belajar. Asesmen perlu dirancang dan juga dilaksanakan sesuai dengan fungsi asesmen itu sendiri. Namun, terdapat keleluasaan pada segi teknik dan juga waktu pelaksanaannya agar bisa efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Asesmen harus dirancang dengan adil, proporsional, valid, dan dapat dipercaya (reliable). Kemudian Laporan dari asesmen yang telah dilakukan sebaiknya disajikan secara sederhana dan seinformatif mungkin.

Asesmen tidak hanya dilakukan sebatas untuk penilaian peserta didik saja. Namun, asesmen juga sangat bermanfaat sebagai bahan refleksi dari capaian pembelajaran peserta didik dalam menentukan rencana tindak lanjut.

Dengan demikian, rangkaian konsep penilaian dapat menjadi bahan refleksi dan evaluasi yang komprehensif, berdampak bukan hanya kepada peserta didik, tetapi juga untuk guru, orang tua dan stakeholder lainnya di lembaga pendidikan.

Ikuti tulisan menarik BungRam lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu