x

Babinsa Koramil 0815/17 Trawas Koptu Yudi Dwi Irwanto, turun langsung mendampingi dan membantu petani panen padi di Dusun Biting Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto

Iklan

Ni luh Putu Ida

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 27 Maret 2023

Rabu, 25 Oktober 2023 09:36 WIB

Penanganan Pasca Penen Padi, Apa dan Bagaimana?

Penanganan pasca panen padi bagian hilir dari budidaya padi. Namun jika diabaikan akan menurunkan kuantitas dan kualitas dari hasil yang diperoleh. Nah untuk itu perlu dipahami dan diketahui apa dan bagaimana agar hasil akhirnya mampu menurunkan tingkat kehilangan hasil, rendemen meningkat dan perbaikan kualitas beras untuk mendapatkan standar harga yang tinggi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Penanganan pasca panen memberikan peran pada kualitas dari hasil produksi padi sehingga teknik yang dilakukanpun harus tepat. Penanganan pasca panen padi meliputi: pemanenan (pemotongan padi); perawatan; perontokan; pengeringan; penggilingan; pengolahan; transportasi; penyimpanan; standardisasi mutu; dan penanganan limbah. Penanganan pasca panen yang kurang tepat akan berdampak pada pengurangan hasil sehingga teknologi penanganan pasca panen ditujukan untuk menekan kehilangan hasil, memperbaiki kualitas gabah dan beras serta meningkatkan rendemen giling dan harga jual beras.

Berikut ini teknik penanganan pasca panen yang harus dilakukan untuk menguangi kehilanga hasil antara lain dengan menerapkan teknologi pemanenan yang tepat; teknologi perontokan yang tepat, teknologi pengeringan yang tepat, teknologi penyimpanan yang tepat dan teknologi penggilingan yang tepat. Untuk teknologi pemanenan dapat diterapkan melalui beberapa tahapan yaitu :

  1. Panen pada umur yang optimal

Panen pada umur yang optimal dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melihat penampakan padi pada hamparan sawah umumnya optimalnya dilihat jika 90-95% gabah pada malai berwarna kuning atau kuning keemasan, selain itu dilihat diskripsi varietas yang ditanam dan mengukur kadar airnya. Kisaran umur panen padi adalah 30-35 hari setelah berbunga atau sekitar 135-140 hari setelah tanam. Jika didasarkan pada kadar air, kisaran kadar air siap panen 22-23% di musim kemarau dan 24-26% di musim hujan.

  1. Menggunakan alat pemotong malai padi yang tepat
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam menggunakan alat potong padi hendaknya menggunakan alat bahan baja yang bergerigi serta tajam sehingga mampu memotong dengan cepat.

  1. Cara panen

Panen padi dengan cara perontokan tergantung alat yang digunakan. Jika menggunakan gebot maka yang dipanen dengan cara potong bagian bawah, sedangkan jika menggunakan power thresher yang dipotong bagian atas. Proses perontokkan tidak boleh ditunda karena jika ditunda akan menyebabkan gabah berkecambah, berjamur dan rusak. Disarankan penundaan proses perontokan tisak lebih dari satu malam dengan ketinggian tumpukan maksimal 1 meter. Jika ingin mengurangi hasil bisa menggunakan alat perontokan power thresher. Namun saat ini ada alat yang lebih memudahkan pemanenan dan sebagai solusi tenaga kerja yang semakin berkurang yaitu menggunakan combine harvester yang mampu memotong batang padi, merontokkan, membersihkan dan memasukkan gabah ke dalam karung dalam 1 kali proses sehingga lebih efisien.

  1. Sistem panen

Dalam pemanenan disarankan dilakukan secara berkelompok, agar dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat.

  1. Pengumpulan dan penumpukan padi

Setelah panen padi dikumpulkan dan ditumbuk di lahan. Untuk mengurangi hasil saat penumbukan menggunakan alas plastik.

Setelah dilakukan pengumpulan padi kemudian dilakukan teknologi pengeringan. Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah kerusakan gabah sehingga kualitas beras yang akan dihasilkan tetap baik. Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari secara langsung atau menggunakan mesin pengering dengan target kadar air gabah mencapai 14%. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat penjemuran adalah tingginya tumpukan berkisar 2-6 cm dan dilakukan pembalikan setiap 2 jam agar pengeringannya rata. Pengeringan lebih baik dilakukan di lantai semen dan jika sinar matahari cukup terik maka tinggi tumpukan dibuat 6-10 cm. Namun jika terjadi hujan tumpukan padi tersebut ditutup plastik atau terpal dan penjemuran dapat dilanjutkan jika matahari bersinar kembali. Apabila memungkinkan dapat menggunakan alat pengering mekanis berupa dryer namun ada hal yang harus diperhatikan yaitu gabah yang akan dikeringkan harus dipastikan telah bersih dari jerami, daun atau tanah. Gabah dapat dimasukkan ke dalam bak dryer dengan tinggi tumpukan 50 cm dengan pengaturan sumber panas dan kecepatan aliran udara. Pengeringan menggunakan suhu maksimal 450C sampai kadar air 14% dryer dapat dimatikan.

Gabah yang telah dikeringkan, jika belum ada yang membeli dapat dilakukan penyimpanan. Teknologi penyimpanan umum yang dilakukan petani adalah sistem curah. Cara lainnya menyimpan gabah dengan kantong plastik, karung goni dan tenggok. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan adalah kekedapan pada wadah yang digunakan untuk menghindari peningkatan kadar air gabah dalam penyimpanan.

Proses terakhir gabah menjadi beras adalah proses penggilingan. Teknologi penggilingan padi ada 2 jenis yaitu penggilingan padi single pass (satu fase) dan double pass (dua fase). Teknologi penggilingan satu fase artinya proses pemecahan kulit gabah bersatu dengan penyosohan sehingga saat gabah masuk ke hoper (tempat pemasukan gabah pada alat penggilingan) keluar sudah menjadi beras. Namun yang teknologi penggilingan di tingkat petani umumnya menggunakan alat PPK (penggilingan padi kecil) dimana pada jenis alat PPK ini proses yang terjadi tidak sesuai rekomendasi yaitu 2 kali pemecahan dan 2 kali penyosohan, hal ini mengakibatkan banyak beras yang patah dan dalam proses ini tidak disertai pembersihan maka beras yang dihasilkanpun terlihat kotor. Namun jenis alat PPK ini dapat diperbaiki dan mampu menghasilkan beras premium sesuai standar SNI 6128:2020 tentang klasifikasi mutu beras dimana syarat umum beras yang layak dikonsumsi oleh masyarakat adalah bebas hama dan penyakit; bebas bau apek, asam, dan bau benda asing lainnya; bebas dari campuran dedak dan bekatul untuk beras sosoh; derajat sosoh minimal 95% untuk beras sosoh; kadar air maksimal 14%; dan bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan, serta aman bagi konsumen mengacu pada ketentuan peraturan yang berlaku. Adapun perbaikannya adalah dengan penambahan beberapa alat lainnya.

Dalam pembuatan beras premium teknologi penggilingan yang dibutuhkan tahapannya yaitu dimulai dengan pembersihan gabah (memerlukan alat cleaner); pemecahan kulit (memerlukan alat husker); pemisahan gabah dan beras pecah kulit (perlu separator); serta penyosohan dua kali diserta pengabutan air atau disingkat C-H-S-P-P (perlu alat polisher). Adapun kondisi yang diperlukan untuk menghasilkan beras premium sebagai berikut: (1) kadar air gabah berkisar 14%; (2) menggunakan sistem pengabutan air; (3) debit air saat pengabutan 5 liter per jam; (4) tekanan udara dalam sistem pengabutan 30-40 psi; (5) kecepatan putaran silinder pada alat penyosoh 800-1000 rpm; (6) beban katup pengeluaran beras pada skala 2-3 dan (7) tipe penyosoh yang digunakan kombinasi abrasif-friksi-poles. Proses pembuatan beras premium menghasilkan rendemen beras sekitar 67,3% dengan beras kepala yang diperoleh sekitar 78,4%. Proses pengabutan air mampu meningkatkan rendemen 1,8 % karena dalam proses pengabutan tersebut bertujuan untuk menghilangkan bekatul yang menempel pada permukaan beras sehingga beras yang dihasilkan menjadi lebih bersih dan transparan.

Ikuti tulisan menarik Ni luh Putu Ida lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu