x

KONDISI TUGU TAN MALAKA DI BAYAH

Iklan

Try Adhi Bangsawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Mei 2022

Minggu, 10 Desember 2023 08:41 WIB

Kenapa Museum Tan Malaka atau Romusha di Lebak Selatan Penting?

Kini di Bayah, yang tersisa hanya bangunan yang tingginya tidak lebih dari tiga meter dengan lebar 1,5 meter saja. Itu pun sudah usang dan tidak terawat sama sekali. Tidak ada penjelasan akan Sejarah tugu tersebut. Penyebutannya pun beragam: ada Tugu Romusha ada juga Tugu Tan Malaka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kiranya tidak asing bagi sebagian orang dengan nama Tan Malaka yang mendapat julukan Bapak Republik Indonesia. Darinya konsepsi Republik Indonesia lahir, negara yang hari ini kita tinggali. Hidup Tan Malaka tidak pernah menetap disatu tempat, Tan selalu berpindah-pindah dari negara ke negara, kota ke kota, desa ke desa. Selain mencatat semua gejala, Tan juga selalu dikejar oleh Belanda dan lainnya.

Dari sekian banyak perjalanan hidupnya, dalam beberapa literatur Kampung pelarian terakhir Tan Malaka adalah Bayah. Sebuah kampung kecil di wilayah Lebak bagian Selatan, penyumbang Batu Bara zaman Jepang serta era perang Asia Timur Raya.

Tahun 1942-an, Tan Malaka bekerja di tambang arang (Batu Bara) Bayah Kozan di sekitaran Bayah. Tan bekerja sebagai Mandor yang mengurusi para Romusha yang datang dari Jawa bagian tengah ke Bayah untuk bekerja dibawah tekanan, menambang batu bara dan membangun rel kereta dari Bayah ke Saketi kala itu. Konon katanya, pembanguna rel itu memakan banyak korban meninggalkan karena berbagai alasan salah satunya adalah asupan makanan yang cukup bagi pekerja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam penelusuran penulis, Tan Malaka di Bayah tidaklah lama. Sekitar dua sampai tiga tahun lamanya 1942-1944. Ada banyak kegiatan yang dilakukan oleh Tan Malaka selama menjadi mandor di sana, salah satunya menaikan gaji para Romusha serta membuat kegiatan sepakbola dan teater dengan para pekerja tambang.

Bekerjanya Tan menjadi mandor di perusahaan Dai Nippon bukanlah sesuatu yang Tan kehendaki, akan tetapi beliau sadar betul, dalam hitungan-hitungan material, para Romusha belumlah cukup tenaga untuk melakukan pemberontakan terhadap Jepang kala itu. Oleh karena itu, Ia memulainya dengan memperbaiki asupan makan para Romusha agar memiliki banyak tenaga untuk memberontak pada penjajah.

Selama di Bayah, Tan menggunakan nama samaran Ilyas Husein untuk menutupi identitas aslinya agar tidak terbongkar oleh Jepang. Saat bekerja di Bayah, Tan membawa mahakaryanya yaitu Madilog. Oleh karena itu, dihalaman paling awal Madilog Ia menyinggung nama soal Bayah Kozan tambang arang di wilayah Bayah.

Menjelang kemerdekaan Indonesia, Tan sering pelesiran ke Jakarta berangkat melalui kereta dari stasiun Rangkasbitung. Saat itu, Tan sering mewakili nama Banten dalam beberapa pertemuan pemuda di Jakarta menjelang kemerdekaan Indonesia. Tan beberapakali melakukan pertemuan dengan pemuda Banten di Rangkasbitung, salahsatunya Ia berkumpul di Rumah Dinas seorang pegawai listrik di zaman itu yaitu Moch. Tachril. Selama di Banten, Tan menggunakan nama Ilyas Husein.

Tetapi sayang sekali, cerita diatas kini seolah lenyap dimakan waktu dan rayap. Nama Tan Malaka dikubur habis dalam Pelajaran Sejarah sejak era Orde Baru. Bahkan, dalam muatan lokal sekolah-sekolah yang ada di wilayah Lebak dan sekitarnya. Padahal, pembelajaran Sejarah itu sangatlah penting. Sebab, ini berkaitan dengan perjalanan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan 1945.

Kini di Bayah, yang tersisa hanya bangunan yang tingginya tidak lebih dari tiga meter dengan lebar 1,5 meter saja. Itu pun sudah usang dan tidak terawat sama sekali. Tidak ada penjelasan akan Sejarah tugu tersebut, bahkan ada penyebutannya saja berbeda, ada Tugu Romusha ada juga Tugu Tan Malaka. Paling-paling, tugu itu menjadi simbol kecintaan pada sejarah menjelang Agustus-an dibersihkan dari rumput dan ilalang. Hanya sampai situ saja.

Setidaknya ada beberapa alasan, kenapa Tugu tersebut penting untuk dijadikan sebagai simbol momentum mengingat kembali Sejarah serta semangat yang terkandung didalamnya. Pertama, dalam pembelajaran Sejarah yang tidak kalah penting selain meningat tahun-tahun kejadian penting, tapi juga membangun pengetahuan yang terkandung dalam setiap momentum tersebut yang membantu mengambil makna didalamnya. Agar, dikemudian hari tidak terjadi lagi penjajahan atas manusia dalam bentuk yang lain.

Kedua, dalam perjalanan menuju kemerdekaan Indonesia para Romusha yang bekerja di Bayah mengambil andil yang penting atas janji jepang memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Kalua pun pada akhirnya, kita sendiri yang merebut kemerdekaan itu. Tapi bukan disana titik tumpunya, ada ribuan sodara kita yang kehilangan nyawa dari kegiatan itu. Dan itu haruslah dihargai dengan sehormat-hormatnya.

Terakhir, Tugu itu menjadi tempat bersejarah bukan saja terdapat para Romusha yang bekerja di tambang arang milik Jepang. Tapi wilayah itu, pernah singgahi oleh tokoh republik Indonesia yang takuti banyak negara penjajah waktu itu. Tan Malaka atau Ilyas Husein Namanya.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk penghormatan terhadap para Romusha serta Tan Malaka yang menjadi bagain dari Sejarah ini?

Salah satunya adalah membuat museum Romusha atau Tan Malaka di sana. Bila kita menganggap penting sejarah sebagai catatan menyusun masa depan, maka ingatan itu harusnya terus bergulir, dalam bentuk apapun. Dan museum bisa menjadi yang utama untuk memulai semuanya. Kenapa harus museum? Ini tidak saja bermanfaat bagi warga lokal untuk mendapatkan pengetahuan atas wilayah tempat tinggalnya, tapi juga bermanfaat bagi para peneliti yang memperkaya pengetahuan atas Romusha atau Tan Malaka di Bayah.

Manfaatnya untuk sekolah, jangan ditanya lagi. Museum mampu menjadi media pembelajaran sejarah yang efektif bagi siswa. Sebab, para siswa bisa belajar sambil main ke museum tanpa bosan mendengarkan guru bercerita tentang sejarah. Selain itu, sebelum mengetahui konteks sejarah yang lebih luas, para siswa mulai mengetahui sejarah yang terdapat di kampungnya sendiri.

Kini upaya untuk mewujudkan museum tersebut, dimulai oleh beberapa rombongan dari berbagai kampung di sekitaran Bayah. Menamai agendanya dengan Perpustakaan Jalanan Ilyas Husein, yang baru kali tiga digelar di wilayah Tugu Romusha dengan bercerita pada anak-anak tentang berbagai hal termasuk didalamnya Ilyas Husein.

Sekali lagi, Museum Romusha atau Tan Malaka di Lebak Selatan amatlah penting!

Ikuti tulisan menarik Try Adhi Bangsawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu