x

Capres-cawapres nomor 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menyapa capres-cawapres nomor 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebelum mengikuti debat capres perdana di Gedung KPU RI, Jakarta, Selasa, 12 Desember 2023. Debat pertama mengangkat tema soal Pemerintahan, Hukum, HAM, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik, dan Kerukunan Warga. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 21 Desember 2023 12:31 WIB

Debat tentang Etika, Elite Politik Saling Mempermalukan

Debat tentang etika politik dan etika kenegaraan di antara para elite pada akhirnya jatuh pada upaya saling mempermalukan satu sama lain di hadapan masyarakat. Publik tidak memperoleh manfaat lebih dari debat tersebut, sementara itu sikap dan perilaku para elite pun tidak akan berubah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ajang debat calon presiden rupanya berlanjut ke luar ruang yang disediakan KPU. Salah satu topik yang seru diperselisihkan ialah perkara etika, khususnya setelah beredar bocoran cuplikan pidato Prabowo Subianto di hadapan kader Gerindra yang berbunyi …”N***smu etik…” Frasa pendek ini segera memicu kontroversi di tengah publik. Muncullah kemudian berbagai penafsiran menurut sudut pandang dan kepentingan masing-masing pihak, baik pihak yang mengritik ucapan Prabowo itu maupun yang membela kubu Prabowo sendiri.

Pada akhirnya yang terjadi ialah buka-bukaan perilaku sesama elite politik yang dianggap sebagai tidak etis: “Kamu begini begini begini. Apakah itu etis?” Perdebatan yang bersifat substansial tidak terjadi, sebab yang ingin dicapai dari pengungkapan perilaku yang dianggap tidak etis tersebut adalah mempermalukan satu sama lain. Elite politik berusaha menyingkapkan perilaku ‘teman sejawat’ alias sesama elite politik yang mereka pandang tidak etis.

Penyingkapan tersebut membuat masyarakat luas tahu bahwa apa yang disebut perilaku tidak etis itu jamak dilakukan oleh para elite politik/kekuasaan. Jadi, saling sahut dan saling singkap di antara sesama elite ini mirip-mirip ucapan: “Sudahlah, kita tahu-sama-tahu saja, tidak usah dibuka-buka, kalau kamu buka rahasiaku ‘ntar aku buka rahasia kamu.” Dan memang inilah yang terjadi kemudian, buka-bukaan tanpa disertai bobot isi yang substansial, yang tujuan pokoknya membuat masyarakat percaya bahwa tindakan dan perilaku lawan politik itu tidak etis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saling kritik, saling singkap, ini akhirnya memang membuka kejamakan dan kelumrahan perilaku tidak eits elite yang selama ini berusaha dikamuflase dengan cara tertentu agar terlihat samar di mata masyarakat. Lewat debat tentang etika yang tidak substansial ini, karena lebih ditujukan untuk mempermalukan lawan politik, masyarakat justru semakin melek tentang seperti apa perilaku para elite.

Elite politik pada dasarnya tahu mana sikap dan perilaku yang etis dan mana yang tidak etis, tapi mereka menutup mata atau bersikap pura-pura tidak tahu. Ini terjadi karena mereka melonggarkan batasan etis dan tidak etis sehingga menganggap remeh sikap dan tindakan terkait politik maupun urusan kenegaraan. Misalnya saja, tidak menyertakan masyarakat dalam pembahasan rancangan undang-undang secara adil, transparan, dan jujur dianggap sebagai hal yang lumrah dalam politik. Dalam urusan ini terlihat benar betapa elite yang duduk di pemerintahan, legislatif, yudikatif, maupun di partai politik bersikap permisif.

Para elite sesungguhnya memahami bahwa tindakan membentuk undang-undang tanpa diskusi publik merupakan langkah yang secara legal tidak benar dan secara etis juga tidak layak. Namun, pemahaman mereka tidak dijadikan panduan untuk bertindak. Mereka tahu langkah tersebut tidak etis, tapi ditabrak juga, dijalani juga. Betapa jauh jarak antara pengetahuan dan tindakan.

Debat tentang etika politik dan etika kenegaraan di antara para elite pada akhirnya jatuh pada upaya saling mempermalukan satu sama lain di hadapan masyarakat. Publik tidak memperoleh manfaat lebih dari debat tersebut, sementara itu sikap dan perilaku para elite pun tidak akan berubah. Begitu usaha mempermalukan lawan sudah tercapai, diskusi perihal etika ini pun berhenti. Pada akhirnya, elite politik menyadari bahwa debat etika secara terbuka sama saja dengan mempermalukan diri sendiri di muka umum. Elite politik sama-sama tahu bahwa saling serang soal etika hanya akan merugikan diri sendiri. Lantaran itu, debat soal etika akhirnya berhenti di tengah jalan. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu