x

Iklan

idrus f shahab

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 27 Februari 2024 15:58 WIB

Sim Salabim Korupsi dan Kuasa

Salah satu misteri hidup belakangan ini adalah korupsi. Koruptor serupa tukang sulap. Pesulap pandai memindahkan koin dari saku seorang penonton ke saku penonton lain. Kalau koruptor mahir memindahkan dana publik, dana negara atau perusahaan ke dalam tabungan pribadi. Dan semua itu dilakukan secara instan, cukup dengan simsalabim. Jarak antara keinginan dan terwujudnya keinginan demikian dekat, hanya dalam hitungan detik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Melompat-lompat jalan kelinciku
Telinganya bergerak selalu
Kukejar-kejar sampai aku lelah
Telinganya bergerak selalu 

Seorang kawan yang gemar metafisika pernah memberikan tafsir agak “keterlaluan” mengenai lirik lagu di atas. Dalam kesederhanaan nada dan kata lagu anak itu, demikian sang kawan, bersembunyi makna teramat dalam, terlalu dalam untuk dilewatkan.

Tentu saja, di dalam benak sang kawan, kelinci itu bukan lagi pengerat yang cepat beranak-pinak, apalagi ikon sebuah majalah pria yang menyodorkan lekuk tubuh perempuan sebagai komoditas yang laris-manis. Kelinci yang gemar melompat-lompat dan telinganya bergerak-gerak itu adalah hidup itu sendiri-- percayalah, bukan hanya Anda seorang yang tercekat dengan pengibaratan sewenang-wenang ini. Setiap kali kita mencoba menangkap maknanya, setiap kali pula sang kelinci menghindar dan menjelma jadi bayang-bayang yang mustahil disentuh, apalagi ditangkap atau ditaklukkan dalam sebuah definisi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, seperti halnya Sisipus dalam karya Albert Camus The Myth of Sysiphus yang tak kapok mengangkat batu besar ke pucuk bukit, sekali pun sang batu akhirnya menggelinding turun, kita tetap mengejar kelinci itu hingga ke liang kubur. Adegan kejar-kejaran yang tak pernah berakhir dengan kemenangan manusia pencari makna ini terus berlangsung hingga akhir zaman. Sampai sang aku di dalam lirik di atas lelah, sementara kelinci tidak pernah jadi pecundang, seraya memperlihatkan misteri abadi: telinganya bergerak selalu. Demikianlah hidup ini, kata sang kawan, selalu ada misteri yang tidak dapat terjawab.

Salah satu misteri hidup belakangan ini adalah korupsi. Tampaknya tak terlalu berlebihan apabila kita membandingkan koruptor dengan tukang sulap. Yang pertama pandai mengubah burung merpati menjadi seikat mawar, atau memindahkan koin dari saku seorang penonton ke saku penonton lain. Yang kedua tidak pintar menyulap koin atau serpihan kertas jadi kelinci, tapi mahir memindahkan dana publik, dana negara atau perusahaan ke dalam tabungan pribadi atau ke tabungan orang lain --demi menghapus jejak. Dan –ini yang paling penting-- semua ini dilakukan secara instan, cukup dengan simsalabim, dengan magic. Dengan kata lain: jarak antara keinginan dan terwujudnya keinginan sedemikian dekat, hanya dalam hitungan detik.

Pendeknya jarak antara keinginan dan kenyataan ini pula yang oleh seorang penulis India P. Lal dalam Kalpataru, the Wish Fulfilling Tree digambarkan dengan penuh ironi. Di sebuah dusun, seorang lelaki baik hati telah menularkan pengetahuan yang kemudian mendatangkan banyak kesenangan tapi juga mudarat kepada sekumpulan anak miskin. Di bawah pohon besar itu, katanya, setiap keinginan bisa terpenuhi. Sibuk dengan bermacam keinginan yang melahirkan keinginan baru, anak-anak ini kemudian tumbuh, terobsesi dengan kekuasaan, ketenaran dan seks. Mereka tidak bisa berhenti, kendati semua itu senantiasa juga mendatangkan cemas dan frustasi.

 

Keinginan itu ber-evolusi. Di Indonesia, berawal dari magic atau pendapatan yang instan, para tersangka korupsi terbukti tidak sanggup menahan obsesinya pada hal lain di luar uang. Terakhir, dengan sentuhan magic politik uang dan berbagai manipulasi penghitungan, kekuasaan yang diraup dari panggung elektoral juga mewujud dalam bentuk kemenangan. Kemenangan yang instan.

 

Tapi kekuasaan tentu saja bukanlah pelabuhan terakhir dalam perjalanan hasrat dan kepuasan manusia. Seseorang yang berkuasa membutuhkan “bukti” bahwa ia benar-benar berkuasa. Manifestasinya bermacam-macam, antara lain dengan membuat kebijakan yang menentukan nasib orang banyak, kelompok sendiri, atau bahkan keluarga sendiri. Di atas sana, di pucuk kekuasaan, magic bekerja bagaikan seorang Bandung Bondowoso membuat seribu candi dalam semalam.

 

Memang selalu ada misteri yang tak dapat terjawab dalam hidup ini. Seperti lirik lagu di atas: Kukejar-kejar sampai aku lelah, telinganya bergerak selalu.

Ikuti tulisan menarik idrus f shahab lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu