Potensi Trauma Budaya Masyarakat Adat di Sekitar IKN
Selasa, 29 Oktober 2024 18:42 WIB
Investigasi Mongabay pada 2022 menunjukkan bahwa masyarakat adat sekitar IKN mengalami marginalisasi. Pada tahun sama sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti Walhi dan AMAN, menolak Undang-undang IKN karena tidak melibatkan partisipasi publik sejak awal.
Kawasan Ibu Kota NUsnatara (IKN) sering digambarkan sebagai proyek inklusif menuju Indonesia Emas 2045. Tujuan pendiriannya sesuai Visi Indonesia 2045, untuk mencapai negara maju dengan orientasi pembangunan yang Indonesia-sentris. Banyak pihak menilai proyek ini kontradiktif, meski visi besarnya amat menarik.
Romantisme yang di bangkitkan di ruang publik tidak bisa menutupi keretakan ini. Apalagimenjelang pergantian presiden muncul keraguan perihal kesiapan IKN menjadi ibu kota. Sehingga muncul gagasna agar status Jakarta sebagai ibu kota perlu dikembalikan bahkan disandingkan bersama IKN.
IKN seakan-akan menjadi bundle of contradictions meminjam istilah Ben Bland, penulis buku tentang pemimpin yang berperan dalam pembangunan IKN itu. Meskipun pada akhirnya, presiden yang baru menegaskan akan memaksimalkan IKN di era pemerintahannya, namun nasib IKN masih menuai tanya.
Persoalan romantisme IKN, menarik untuk dilihat dari sisi masyarakat adat. Apakah romantisme IKN ini sama di mata masyarakat adat sekitar IKN? Apakah mereka memandang IKN sesuai dengan romantismenya penguasa atau justru berbeda? Jika berbeda, dimana letak perbedaannya dan kenapa bisa berbeda? Lalu apa dampaknya?.
Melirik romantisme IKN dari pandangan masyarakat adat
Lahan IKN bukanlah wilayah kosong, ada aasyarakat adat Balik dan Paser yang terancam kehilangan tanah dan tradisi mereka karena kurangnya perlindungan pemerintah. Investigasi Mongabay pada 2022 menunjukkan bahwa masyarakat adat sekitar IKN mengalami marginalisasi. Pada tahun sama sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti Walhi dan AMAN, menolak Undang-undang IKN karena tidak melibatkan partisipasi publik sejak awal.
Bahkan pada bulan maret 2024, otoritas IKN mengeluarkan surat teguran bernomor 179/DPP/OIKN/III/2024, sebagai perpanjangan dari surat teguran pertama bernomor 019/ST I- Trantib-DPP/OIKN/III/2024 terkai undangan kehadiran untuk menindaklanjuti pelanggaran pembangunan yang tidak berizin dan tidak sesuai dengan Tata Ruang IKN, kepada masyarakat adat di sekitar IKN.
Surat teguran dengan peringatan 7 X 24 jam ini ironis karena disatu sisi otoritas IKN justru mengumumkan pemberian fasilitas termasuk hunian kepada pegawai negeri sipil.
Artinya, eksistensi masyarakat adat di sekitar wilayah IKN tidak sedang dalam kondisi yang baik-baik saja, setidaknya informasi tambahan tentang ini, dapat kita lihat dari karya-karya jurnalisme investigasi , tentang suara masyarakat adat di sekitar IKN yang terpinggirkan.
Biasanya karya jurnalisme investigasi dianggap buatan barisan sakit hati. Di satu sisi, kita perlu curiga, pandangan yang seperti ini seakan menjadi upaya pabrikasi persetujuan ala Chomsky, untuk membungkam yang alternatif semebarik menampakkan yang manipulatif menjadi kebenaran tunggal.
Kembali kepada persoalan romantisme IKN, dalam versi masyarakat adat, romantisme tentang IKN tidak terbangun secara ideal nan indah. Tetapi yang ada adalah bangunan dengan serangkaian polemik.
Mempertanyakan Orientasi pembangunan antara “people before profit” atau “profit before people”
Ada dua arah orientasi pembangunan yang cukup populer yaitu people before profit atau profit before people, dalam konteks IKN kita tentu bisa menilai sendiri dengan nalar yang objektif, akan bertendensi ke arah mana pembangunan ini.
Sekiranya IKN bertendensi people before profit maka pemberdayaan, perlindungan, dan pemanfaatan sumber daya alam diatas akumulasi keuntungan menjadi keutamaan tetapi jika orientasinya profit before people maka pengabaian terhadap kedaulatan masyarakat adat untuk mengatur dan mengembangkan kemandirian kulturalnya akan terjadi.
Toh, jika profit before people menjadi logika pembangunan IKN, dampak laten yang bersifat discursive atau hegemonik akan muncul. meminjam istilah dari Jonathan Sachs, sebenarnya bukanlah kegagalan developmentalism atau modernisasi yang harus di kawatirkan melainkan justru keberhasilannya.
Tak dapat di pungkiri,keberhasilan modernisasi dan pembangunan akan menghilangkan keanekaragaman pikiran, budaya, kebiasaan, lingkungan hayati, bahkan cara kita memandang dunia. Jika Profit before people menjadi orientasi pembangunan IKN, menjadi wajar jika masyarakat adat , gerakan sipil, dan sebagian warga net yang kritis menaruh curiga terhadap romantisme tentang IKN yang dibentuk penguasa, karena sejatinya romantisme IKN berkelindan dengan praktik kekuasaan yang represif,eksplotatif, dan akumulatif.
Namun jika People before profit yang menjadi keutamaan, tidak perlu memakai influencer untuk meyakinkan hal-hal bagus tentang IKN.namun dengan pra-syarat track record yang baik dalam membangun proyek strategis nasional yang mengutamakan orientasi ini.
Menimbang potensi terjadinya trauma budaya
Ketika masyarakat adat terpinggirkan oleh pembangunan, dampaknya ada dua kategori, dampak yang terlihat dari luar, dan dampak internal yang sulit dipahami oleh orang luar kecuali jika dilihat melalui perspektif antropologis dan filosofis
Dampak yang akan saya bahas disini ,berfokus pada dampak yang kedua, dikarenakan untuk dampak yang pertama sudah banyak kajian dan pemberitaan yang membahas. Dampak yang Kedua ini melibatkan budaya, terutama yang berkaitan dengan ingatan (Sejarah), trauma (penindasan), dan identitas ( kedirian maupun secara kolektif), dalam ilmu sosial ada istlah trauma budaya.
Trauma budaya berbeda dengan trauma sosial. Jika trauma sosial terjadi karena pengalaman traumatis seperti perang atau konflik yang memengaruhi hubungan antarindividu dalam masyarakat tanpa memandang budaya, maka trauma budaya terjadi ketika elemen-elemen penting dari sebuah budaya hancur. Hal Ini menyebabkan hilangnya identitas kolektif.
Menurut Alexander J. C. (2004) dalam Toward a Theory of Cultural Trauma, trauma budaya selalu melibatkan perubahan dalam identitas kolektif yang dibentuk oleh peristiwa yang traumatik dan perubahan sosial yang massif.
Contoh nyata dari trauma budaya dapat ditelaah pada masyarakat adat Banda yang mengalami genosida oleh kolonial Belanda. Peristiwa kedatangan Jan Pieterszoon Coen menjadi titik awal kehancuran budaya mereka, seperti yang dijelaskan dalam buku The Genocide of Jan Pieterszoon Coen karya Marjolein van Pagee (2024). Kisah serupa juga terjadi di belahan dunia lain, seperti pada suku Inca dan Maya di Amerika Selatan, Yahudi di Eropa dan Asia, Tibet di asia timur, hingga Rohingya di Asia Tenggara.
Beberapa dampak sampingan dari trauma budaya adalah potensi terjadinya genosida budaya, yaitu hilangnya budaya sepenuhnya; dislokasi psikologis, masyarakat adat terasing dari tanah mereka sendiri; serta penurunan kualitas kesejahteraan dan keterikatan sosial. Pada akhirnya, trauma budaya menyebabkan hilangnya keaslian budaya, di mana budaya yang masih eksis sebatas komodifikasi dan mengalami pemosilan.
Banyak yang mengkhawatirkan nasib masyarakat adat di sekitar IKN akan mirip dengan suku Betawi yang terpinggirkan oleh perkembangan Jakarta itu, kita berharap skenario tersebut tidak akan terjadi di IKN kelak.
Untuk mencegah terjadinya trauma budaya di IKN, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah preventif yang memperkuat prinsip kesetaraan (equality) dan keadilan (equity). Kesetaraan menjamin bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, sementara keadilan menuntut agar tidak ada ketimpangan dalam distribusi manfaat pembangunan.
Secara struktural, pemerintah harus memberikan jaminan hukum, ekonomi, sosial, dan politik bagi masyarakat adat. Secara kultural, pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat adat tetap memiliki hak atas budaya dan warisannya. Karena Pembangunan yang berkelanjutan tidak hanya soal menjaga lingkungan, tetapi juga tentang menjaga warisan budaya masyarakat adat. Negara memiliki kewajiban untuk melibatkan masyarakat adat dalam proses pembangunan IKN.

Penulis Indonesiana
2 Pengikut

Memahami Terorisme Bergaya Lone Wolf
Kamis, 31 Oktober 2024 08:42 WIB
Potensi Trauma Budaya Masyarakat Adat di Sekitar IKN
Selasa, 29 Oktober 2024 18:42 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler