saya seorang tenaga pengajar di SMP Negeri 22 Bandar Lampung. saat ini menjadi Ketua MGMP PAI Kota Bandar Lampung, Pengurus APKS PGRI Propinsi Lampung. Pengurus Forum Guru Motivator Penggerak Literasi (FGMP;) Lampung. \xd Guru Penggerak angkatan 7 dan Pengajar Praktik angkatan 11 kota bandar Lampung.\xd saya aktif menulis di berbagai media elektronik daerah/nasional
Ibadah Kurban Manifestasi Ketundukan dan Kepedulian Sosial
Kamis, 15 Mei 2025 20:38 WIB
ibadah kurban menjadi momentum untuk mengukur sejauh mana ketundukan kita kepada Allah.
Ibadah kurban merupakan salah satu bentuk ibadah yang sangat istimewa dalam ajaran Islam. Ia tidak sekadar ritual penyembelihan hewan, tetapi mengandung makna spiritual yang dalam dan dimensi sosial yang luas.
Sejarah kurban bermula dari perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Ismail. Perintah yang sangat berat ini kemudian berubah menjadi penyembelihan hewan sebagai pengganti Ismail setelah Allah menerima ketundukan keduanya
Dari kisah ini, kita belajar bahwa inti dari ibadah kurban adalah ketaatan dan ketundukan total kepada kehendak Ilahi, meskipun itu terasa berat dan menguji jiwa.
Dalam konteks kekinian, ibadah kurban menjadi momentum untuk mengukur sejauh mana ketundukan kita kepada Allah. Apakah kita sanggup melepaskan apa yang kita cintai demi perintah-Nya?
Ketundukan itu bukan hanya bersifat simbolik, melainkan harus nyata dalam tindakan. Menyembelih hewan kurban adalah simbol bahwa kita siap menyembelih ego, keangkuhan, dan rasa kepemilikan terhadap harta yang sejatinya titipan Allah.
Kurban juga mengajarkan nilai keikhlasan. Tidak ada paksaan dalam ibadah ini, sehingga keikhlasan menjadi pondasi utama untuk meraih ridha Allah.
Allah menegaskan dalam Al-Qur'an bahwa yang sampai kepada-Nya bukanlah darah dan daging hewan kurban, melainkan ketakwaan kita. Ini menunjukkan bahwa aspek spiritual lebih utama dari sekadar formalitas ritual.
Selain ketundukan, ibadah kurban juga menjadi cermin kepedulian sosial. Daging hewan kurban didistribusikan kepada masyarakat, khususnya mereka yang membutuhkan.
Inilah wajah Islam yang sejati: tidak hanya memikirkan hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesama manusia.
Kurban mengajarkan bahwa harta yang kita miliki bukan hanya untuk kita sendiri, tetapi ada hak orang lain di dalamnya. Kurban menjadi jalan untuk berbagi secara kolektif.
Di saat banyak orang masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan, hadirnya daging kurban menjadi berkah yang sangat berarti bagi mereka.
Pembagian kurban juga menjadi sarana silaturahmi dan mempererat ikatan sosial. Orang yang biasanya tidak terjangkau oleh bantuan, pada saat Idul Adha turut merasakan kebahagiaan.
Lebih dari itu, kurban membentuk kesadaran sosial dalam diri setiap Muslim. Ia bukan hanya soal memberi, tetapi tentang menyatu dengan realitas penderitaan orang lain.
Maka, kurban juga bisa dipandang sebagai upaya melatih empati. Ketika kita memberi, kita belajar memahami derita dan kekurangan yang dialami orang lain.
Dalam masyarakat yang makin individualistis, ibadah kurban hadir sebagai penyeimbang yang membangun solidaritas sosial.
Kurban mematahkan tembok perbedaan kelas sosial. Semua orang berhak menerima bagian yang sama, tanpa memandang status, latar belakang, atau afiliasi.
Tak hanya itu, proses pelaksanaan kurban juga menciptakan ruang kebersamaan. Mulai dari penyembelihan, pengulitan, pemotongan, hingga pendistribusian, semua dilakukan secara gotong royong.
Gotong royong inilah yang mulai pudar dalam banyak komunitas. Kurban menjadi salah satu cara merawat tradisi kebersamaan yang sangat bernilai.
Dalam konteks pendidikan, ibadah kurban juga memiliki makna penting. Ia menjadi media pembelajaran spiritual, sosial, bahkan ekologis bagi anak-anak dan remaja.
Anak-anak yang menyaksikan prosesi kurban sejak dini akan tumbuh dengan pemahaman bahwa agama tidak hanya soal ibadah individual, tetapi juga menyangkut tanggung jawab sosial.
Oleh karena itu, penting bagi keluarga dan lembaga pendidikan untuk melibatkan generasi muda dalam proses ibadah kurban.
Mereka bisa diberi peran sesuai usia, mulai dari membantu pengemasan, pendistribusian, hingga belajar tentang hikmah di balik kurban.
Dari situ mereka akan memahami bahwa memberi bukan karena kelebihan, tetapi karena kepedulian.
Kurban bukan hanya ibadah tahunan yang selesai setelah daging didistribusikan. Ia harus menjadi inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ketundukan, pengorbanan, keikhlasan, dan kepedulian sosial harus terus dijaga sepanjang tahun
Artinya, meski momen Idul Adha hanya berlangsung singkat, spirit kurban harus menjadi karakter yang melekat dalam diri setiap Muslim.
Di era modern, banyak tantangan yang membuat ibadah kurban kehilangan ruh. Kadang kurban dilakukan hanya untuk gengsi, pencitraan, atau sekadar formalitas.
Bahkan, tak jarang kita temui kurban yang didominasi oleh aspek komersial: siapa menyumbang hewan terbesar, siapa yang disebut-sebut namanya, siapa yang mendapat sorotan.
Ini menjadi tamparan bagi kita agar mengembalikan ibadah kurban kepada hakikatnya yang murni: tunduk kepada Allah dan peduli kepada sesama.
Jika ketundukan dan kepedulian sosial tidak hadir dalam ibadah kurban, maka yang terjadi hanyalah penyembelihan hewan tanpa makna.
Maka, para pengelola kurban dan masyarakat perlu berintrospeksi. Apakah kurban yang kita laksanakan sudah menghadirkan nilai-nilai Ilahiyah dan kemanusiaan?
Ibadah kurban juga bisa menjadi alat dakwah yang efektif, karena ia menyentuh sisi batin dan sisi sosial secara bersamaan.
Ketika masyarakat melihat Islam sebagai agama yang memberi, menyayangi, dan peduli, maka citra Islam akan tumbuh sebagai rahmatan lil alamin.
Oleh karena itu, penting untuk terus membumikan semangat kurban, tidak hanya dalam bentuk hewan, tetapi juga dalam bentuk pengorbanan waktu, tenaga, dan kepedulian sosial.
Kita bisa mulai dengan kurban dalam bentuk pelayanan kepada orang tua, membantu tetangga, atau menyumbangkan keahlian untuk kepentingan umat.
Kurban yang paling agung adalah menyembelih keakuan yang sering kali menutup mata dari penderitaan sesama.
Saat itulah kurban tidak hanya menjadi ritus tahunan, tetapi gaya hidup yang membentuk pribadi yang rendah hati dan berjiwa sosial. Mari jadikan Idul Adha sebagai titik awal transformasi spiritual dan sosial dalam kehidupan kita.
Dengan kurban, kita belajar arti hidup yang sejati: tidak untuk diri sendiri, tetapi untuk memberi manfaat bagi orang lain.
Ibadah kurban adalah bukti bahwa Islam adalah agama ketundukan sekaligus kepedulian jalan menuju Tuhan yang melewati hati sesama manusia.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler