One China Policy Membentuk Arah Diplomasi Global
Minggu, 15 Juni 2025 21:50 WIB
Kebijakan Satu China menyatakan bahwa hanya ada satu negara China, termasuk Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya.
Dalam lanskap politik internasional, One China Policy atau Kebijakan Satu China merupakan salah satu prinsip paling krusial dan sensitif, khususnya dalam hubungan antara China, Taiwan, dan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Kebijakan ini bukan sekadar wacana diplomatik, melainkan menjadi fondasi bagi hampir seluruh kebijakan luar negeri China dan sering kali memicu ketegangan geopolitik.
Apa Itu One China Policy?
Secara sederhana, One China Policy menyatakan bahwa hanya ada satu entitas negara bernama “China,” dan pemerintah yang sah mewakilinya adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang berpusat di Beijing. Dalam kerangka ini, Taiwan dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayah China, bukan negara merdeka.
Kebijakan ini menjadi syarat utama bagi negara-negara yang ingin menjalin hubungan diplomatik resmi dengan RRT: mereka harus mengakui RRT sebagai satu-satunya China dan tidak boleh mengakui Taiwan sebagai negara terpisah.
Latar Belakang Sejarah
Akar dari kebijakan ini bisa ditelusuri kembali ke perang saudara Tiongkok yang berakhir pada tahun 1949. Saat itu, Partai Komunis Tiongkok berhasil menguasai daratan utama dan mendirikan Republik Rakyat Tiongkok, sedangkan pemerintahan Republik China (ROC) yang dipimpin Kuomintang melarikan diri ke pulau Taiwan.
Sejak saat itu, baik Beijing maupun Taipei mengklaim sebagai satu-satunya pemerintahan sah atas seluruh China. Namun, seiring waktu, semakin banyak negara dan organisasi internasional (termasuk PBB pada 1971) yang mengalihkan pengakuannya dari ROC (Taiwan) ke RRT (Beijing).
Taiwan Hari Ini: Sebuah Negara yang "Tak Diakui"?
Meskipun tidak diakui secara luas sebagai negara berdaulat, Taiwan saat ini memiliki:
-
Pemerintahan sendiri yang demokratis
-
Angkatan bersenjata nasional
-
Sistem ekonomi dan mata uang sendiri
-
Hubungan diplomatik informal dengan puluhan negara
Namun, karena tekanan diplomatik dari Beijing, hanya sedikit negara (sekitar 12 per 2025) yang masih mengakui Taiwan sebagai negara resmi.
Perbedaan Istilah: One China Policy vs. One China Principle
-
One China Policy adalah kebijakan yang diadopsi oleh negara-negara seperti AS: mereka mengakui bahwa hanya ada satu China dan RRT adalah pemerintah yang sah, tetapi tidak menyatakan secara eksplisit bahwa Taiwan adalah bagian dari China.
-
One China Principle adalah versi yang diklaim oleh Beijing, yang menyatakan bahwa Taiwan adalah bagian dari China secara tidak terbantahkan, dan ini menjadi posisi resmi pemerintah RRT.
Ketegangan Global: AS, China, dan Taiwan
Meskipun AS secara resmi mengakui One China Policy sejak 1979, negara tersebut tetap menjadi sekutu militer utama Taiwan. AS menjual senjata ke Taiwan, mengirim delegasi resmi, dan bahkan memberikan bantuan militer jika terjadi konflik.
Kebijakan ini kerap menjadi sumber ketegangan serius, terutama ketika:
-
Pejabat tinggi AS mengunjungi Taiwan
-
Taiwan menyuarakan keinginan untuk merdeka
-
Kapal-kapal militer AS berlayar dekat Selat Taiwan
Beijing menganggap semua tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap prinsip Satu China, dan sering menanggapinya dengan unjuk kekuatan militer.
Dampak Global
One China Policy berdampak luas pada:
-
Diplomasi global: Negara-negara harus memilih antara menjalin hubungan resmi dengan Beijing atau Taipei.
-
Perdagangan dan teknologi: Taiwan adalah pusat industri semikonduktor dunia. Ketegangan di wilayah ini bisa mengganggu rantai pasok global.
-
Keamanan regional: Asia Timur, khususnya Laut China Selatan dan Selat Taiwan, menjadi kawasan paling rawan konflik militer besar.
Masa Depan yang Tidak Pasti
Beijing terus menegaskan keinginannya untuk melakukan “reunifikasi” dengan Taiwan, bahkan jika perlu dengan kekuatan militer. Sebaliknya, mayoritas rakyat Taiwan—terutama generasi muda—cenderung lebih memilih mempertahankan status quo atau bahkan mendukung kemerdekaan penuh.
Sementara itu, dunia internasional berada dalam dilema: menghormati integritas teritorial China atau mendukung prinsip demokrasi dan hak penentuan nasib sendiri bagi Taiwan.

Penulis Indonesiana
80 Pengikut

Strategi Pertumbuhan Konglomerat
Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking
Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler