x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sepak Bola Bukan Milik Blatter

Sepak bola bukan lagi sekedar permainan olah raga, melainkan sudah menyangkut ekonomi dan bisnis, prestise dan kehormatan negara, dan menyinggung ranah politik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kekuatan magis sepak bola terbukti kembali mampu menyedot perhatian siapapun di muka bumi ini. Jutaan orang, bukan hanya di benua Eropa, tengah menanti pertarungan final untuk memperebutkan kehormatan sebagai Juara Liga Champions 2015. Juventus atau Barcelona?

Di luar lapangan, jutaan orang dikejutkan oleh penangkapan sejumlah petinggi FIFA di Swiss. Jeffrey Webb, wakil presiden FIFA, termasuk yang diciduk FBI, sementara Sepp Blatter melenggang dan bahkan terpilih lagi sebagai Presiden FIFA. Dunia terkejut: apakah Blatter  “Sang Tak Tersentuh” (The Untouchable)?

Eskalasi skandal FIFA ini berlangsung cepat dan bergulir bak bola salju. Penyelidikan isu suap, pemerasan, dan pencucian uang ini diprakarsai Jaksa Agung AS Loretta E. Lynch memancing reaksi Vladimir Putin, Presiden Rusia. Putin curiga bahwa ini upaya Amerika untuk menggagalkan penyelenggaraan Piala Dunia 2018 di negaranya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi niscaya lebih banyak yang mendukung langkah Loretta Lynch. Presiden Uruguay Jose Mujica bahkan menyebut FIFA sebagai ‘manga de viejos hijos de puta’ alias “gerombolan bajingan tua”. Perdana Menteri Inggris David Cameron juga berbicara: “Berbagai kasus suap dan korupsi di bawah kepemimpinannya (Blatter) merupakan sisi buruk dari keindahan sepak bola.” (Meski ada yang menduga, Cameron kecewa karena Inggris tak terpilih untuk menyelenggarakan Piala Dunia 2018)

Representasi negara turut berbicara, menandakan bahwa sepak bola olah raga spesial. Bahkan, sepak bola bukan lagi sekedar permainan olah raga, melainkan sudah menyangkut ekonomi dan bisnis, prestise dan kehormatan negara, dan menyinggung ranah politik.

Sepak bola adalah bisnis yang sangat besar, terutama di Eropa Barat. Di Indonesia pun begitu, karena itu orang berebut untuk mengurusi olah raga ini. Jaringan ekosistem sepak bola melibatkan banyak pihak: pemain, agen pemain, wasit, para pelatih dan manajer, klub dan pemiliknya, penonton, pemilik lapangan, media, pemegang hak siar, perusahaan pemasang iklan, produsen kaos, produsen sepatu dan bola, penjual tiket, hingga sponsor.

Negara-negara pun berebut menjadi penyelenggara Piala Dunia, sehingga mendorong dilakukannya berbagai cara untuk bisa terpilih. Inilah yang diduga merupakan salah satu pintu masuk uang suap. Piala Dunia bukan sekedar soal menggeliatnya ekonomi sebuah negara, tapi juga perkara gengsi. Negara-negara berebut—dengan siklus 4 tahunan, tidak banyak negara yang berkesempatan menjadi tuan rumah Piala Dunia.

Aroma ketidakberesan FIFA sesungguhnya sudah tercium sejak lama. Para pejabatnya membuat aturan yang menghalangi campur tangan pihak di luar organisasi. Ini jadi benteng perlindungan yang tangguh hingga kemudian pemerintah Swiss membuat aturan bahwa organisasi internasional yang berbasis di Swiss harus tunduk kepada hukum Swiss.

Skandal FIFA, seperti kata Cameron, telah menodai keindahan sepak bola. Sayangnya, Blatter  terpilih kembali. Apakah ini mengherankan atau normal saja? Saya tidak tahu. Mereka yang sudah terperangkap dalam kubangan kadang-kadang memang tidak mampu melepaskan diri. Bahkan mungkin mereka menikmati sebagai elite yang bisa mengatur bagaimana ‘industri’ sepak bola dikelola.

Blatter, sejauh ini, masih tak tersentuh—mungkinkah ia tak tahu apa yang terjadi di lingkungan terdekatnya? Akankah sepak bola dunia berpotensi menjadi cerah lantaran pengusutan FBI itu seperti harapan ratusan juta orang, ataukah tetap gelap seperti dicemaskan Luis Figo karena Blatter terpilih kembali untuk kelima kalinya? Juga, karena para elite organisasi sepak bola tak mau mendengarkan kehendak penggemar olah raga ini? Ratusan juta penggemar sepak bola adalah pemilik sejati permainan ini, bukan Blatter. (sbr foto: clearviewsoccerclub.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu