Ragam Alasan Buku Anak Tak Boleh Dibaca

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

Dalam sejarah, buku cerita anak-anak pun tak luput dari larangan untuk dibaca. Sebagian tak setuju hewan kok berbicara seperti manusia.

Sebagian besar anak-anak China mungkin tak berkesempatan membaca Alice’s Adventures in Wonderland. Karya masyhur Lewis Carroll yang disukai oleh banyak anak-anak di seluruh dunia itu dilarang beredar oleh pemerintah China pada 1931 karena alasan yang menggelikan: “hewan tidak berbicara dalam bahasa manusia”.

Penguasa China masa itu rupanya menganggap potret hewan yang di-manusia-kan (anthropomorphized) oleh Carroll itu sebagai soal serius yang dapat menyesatkan anak-anak. Caroll melukiskan hewan-hewan bertingkah laku dan berbahasa layaknya manusia—seperti kelinci Bobo. Mungkin, penguasa China masa itu berpikir: bagaimana jika anak-anak menganggap kisah rekaan Caroll itu sebagai kenyataan?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kisah petualangan Alice hanyalah salah satu dari sejumlah cerita anak-anak dan remaja awal yang terkena larangan penguasa. Karya lain yang disukai anak-anak tapi kemudian dilarang di sejumlah negara ialah The Story of Little Black Sambo. Terbit pertama kali pada Oktober 1899, buu ini ditulis dan diberi ilustrasi oleh Helen Bannerman.

Tokoh cerita ini ialah Sambo, anak laki-laki berdarah India Selatan yang berhasil mengakali empat ekor harimau lapar dengan menyogok hewan-hewan buas itu dengan baju, celana, sepatu, dan payung miliknya. Masing-masing harimau merasa paling gagah dengan pemberian itu, sehingga saling bertengkar. Harimau-harimau itu berkejaran di sekeliling pohon dengan sangat cepat hingga mereka berubah jadi mentega. Oleh ibu Sambo, mentega itu dipakai untuk membuat pancake atau panekuk.

Kontroversi muncul setelah orang (dewasa) mempermasalahkan kata Sambo sebagai penghinaan rasial, apalagi anak laki-laki ini dilukiskan berkulit hitam karena memang bersuku Tamil. Ada yang mengritik karya ini sebagai telah menyakitkan hati anak-anak berkulit hitam. Di Indonesia, karya ini terbit pertama kali pada 1975 dengan judul Si Sambo Hitam. Sambo disukai anak-anak karena dianggap sebagai sosok yang cerdik dan pemberani.

Karena dianggap tidak bernilai bagi anak-anak, TheWonderful Wizard of Oz pada 1957 pernah dilarang di Perpustakaan Detroit. Karya Frank Baum ini dianggap menggambarkan sosok pengecut. Karya ini juga dikecam oleh komunitas keagamaan yang menganggap Wizard of Oz memberi gambaran positif pada anak-anak tentang sihir.

Serial Harry Potter karya J.K. Rowling juga mengalami nasib serupa di beberapa negara—sebagian sekolah mengeluarkan Harry dari koleksi perpustakaan mereka. Di kota Lewiston, Maine, AS pada 2011 sekelompok orang tua membakar buku Harry Potter dan buku lain yang mereka tuding telah mempromosikan kekerasan, sihir, dan pemujaan terhadap setan.

Cerita anak-anak yang banyak disukai tapi juga ditentang di sebagian masyarakat adalah The Very Hungry Caterpilar (Ulat yang amat lapar). Di sebagian wilayah Inggris, buah karya Eric Carle ini pernah dikeluarkan dari koleksi perpustakaan karena cerita ini dianggap mempromosikan konsumsi yang berlebihan dan bahwa kegemukan itu bukan masalah. Ketika itu memang tengah berlangsung kampanye makan sehat.

Empat cerita kanak-kanak itu sempat dilarang karena sejumlah alasan. Tapi sebenarnya alasan ini berasal dari sudut pandang orang dewasa. Anak-anak belum tentu berpandangan seperti itu dan menganggap cerita-cerita tadi sebagai cerita fiksi belaka. Larangan ini juga menggambarkan kecemasan berlebihan orang dewasa, padahal anak-anak sangat mungkin menikmati cerita itu dengan santai saja. Dalam konteks cerita Harry Potter, umpamanya, anak-anak tak akan berpikir bahwa sihir itu baik dan bercita-cita menjadi penyihir. Mereka membacanya sebagai cerita semata. **

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Bila Jatuh, Melentinglah

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler