Pemerintah Indonesia berniat membangun kereta cepat Jakarta-Bandung. Proyek bernilai triliunan rupiah tersebut saat ini diperebutkan oleh Jepang dan Cina. Menjelang penutupan proses tender, secara khusus utusan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, datang dan menemui presiden Jokowi untuk menawarkan berbagai hal terkait dengan skema pembayaran, jaminan proyek, waktu penyelesaian dan lain sebagainya.
Pembangunan infrastruktur dan kereta cepat Jakarta-Bandung memberi harapan akan adanya sebuah kebanggaan tersendiri. Kita akan mempunyai kereta cepat yang akan memangkas waktu perjalanan Jakarta-Bandung yang selama ini ditempuh dengan waktu tiga jam akan kurang dari dua jam.
Dalam konteks perbaikan transportasi kereta api baik itu pembangunan kereta cepat dan pembangunan kereta massal yang saat ini sedang dikerjakan adalah sesuatu yang sangat ditunggu. Di perlukan para pemimpin yang berani melakukan perubahan-perubahan besar dengan harga apapun untuk investasi kehidupan generasi mendatang. Investasi untuk anak cucu perlu dipersiapkan mulai sekarang agar mereka menikmati kesejahteraan yang lebih baik, tidak justru menghadapi warisan ketidaklayakan sarana transportasi.
Di sisi yang lain, penanganan kereta api masih sangat kacau. Taruhlah penanganan commuter line. Tidak ada sistim yang otomatis yang memudahkan penumpang melakukan monitoring terhadap pergerakan kereta. Penumpang menunggu di dalam ketidakpastian. Sebagai penumpang commuter line Bekasi, jarang ada informasi yang bisa dipercaya terkait dengan perjalanan kereta. Jadwal perjalanan kereta yang pernah diumumkan lewat brosur tampaknya tidak bisa dijadikan ukuran.
Waktu tunggu kereta sangat tidak pasti. Ketika ada dua kereta di stasiun, misalnya di stasiun Manggarai, tidak ada informasi kereta mana yang jalan duluan. Penumpang hanya menerka kereta mana yang akan berangkat terlebih dahulu. Belum lagi kalau ada kerusakan vessel. Perjalanan kereta akan menjadi tidak jelas dan penumpang tidak mendapat update informasi. Penumpang diperlakukan sebagai konsumen yang bersifat pasif dan hanya bisa menerima keadaan karena tidak ada pilihan yang lebih baik.
Di era yang serba digital, sangat tidak bisa dipercaya kalau PT KAI masih melakukan hal-hal yang sederhana dengan cara manual. PT KAI bisa menyediakan layar/monitor di setiap stasiun untuk mengetahui di mana dan jam berapa kereta akan datang dan berangkat.
Rhenal Kasali dalam bukunya Self Driving (2015) mengatakan bahwa banyak para Pemimpin yang berjiwa penumpang. Hanya menikmati keadaan dan mengikuti saja ke mana kendaraan yang ditumpanginya mengarah. Mereka tidak mau pindah duduk menjadi Sopir yang mengendalikan kendaraan. Padahal, mereka bukan orang sembarangan, orang yang berpendidikan tinggi yang ada di sangkar dan tidak bisa melihat sesuatu dengan cara dan solusi yang berbeda.
Jajaran pejabat yang mengoperasikan commuter line, hendaknya belajar untuk menjadi sopir yang baik yang bisa melihat ke segala arah. Kapan berhenti, kapan berjalan, kapan pelan dan kapan bergerak cepat.
Ikuti tulisan menarik sono rumungso lainnya di sini.