x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Benarkah Paling Lama Awal 2016 Jokowi Jatuh?

Jokowi diramal paranormal akan jatuh paling lama awal 2016 disebabkan terpuruknya perekonomian negeri ini

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kondisi ekonomi negeri ini yang saat ini dianggap telah demikian terpuruknya, dan indikasi itu ditandai oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang kian melemah, harga kebutuhan pokok yang semakin hari kian melonjak, ditambah carut-marutnya iklim politik para elit yang cenderung sakarepe dewek, alias tidak lagi memiliki etika dan tatakrama, maka diprediksilah akan timbulnya sebuah revolusi, dan akibatnya pemerintahan Jokowipun akan jatuh terkapar, sebagaimana rezim Soeharto di era 1998.

Adapun prediksi demikian muncul dari seorang politisi, dan juga paranormal bernama Permadi SH. Ya, sosok yang dikenal sebelumnya sebagai politisi PDIP dan mengaku sebagai Soekarnoisme itu, akan tetapi kemudian meloncat ke partai Gerindra besutan Prabowo yang diramalnya pula akan kalah kalau maju lagi sebagai Capres di Pilpres 2019, dan saat ini mengaku sebagai pengamat politik dengan masih tetap diembel-embeli sebagai paranormal, bahkan sebelum Jokowi lengser, akan muncul goro-goro yang lebih besar dari peristiwa yang terjadi di tahun 1965, kudeta yang dilakukan militer.

Dikatakan sang dukun, sebutan yang lebih akrab di telinga bangsa ini untuk paranormal itu,  bahwa ramalannya itu berdasarkan pada ramalan Ongko Joyoboyo, yakni ramalan dalam tradisi Jawa yang salah satunya ditulis oleh Joyoboyo, atawa Jayabaya, salah seorang Raja kerajaan Kediri tempo doeloe. Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga. Asal usul utama serat ramalan Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Mrapen, salah seorang dari Wali Sanga. Sekalipun banyak keraguan keasliannya, tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang menuliskan bahwa Jayabaya yang membuat ramalan-ramalan tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terlepas dari ramalan paranormal itu, pada kenyataannya kondisi saat ini di negeri ini memang suhunya terasa kental dengan anomali yang membuat banyak orang mengarahkan telunjuknya pada pemerintah yang dipimpin Presiden Jokowi. Hanya saja kalau kembali bicara  dengan ramalan sang dukun yang bernama Permadi SH itu, bahwa akan timbul kudeta terhadap Jokowi oleh pihak TNI, sepertinya hal itu untuk saat ini merupakan suatu hal yang mustahil terjadi. Munculnya perebutan kekuasaan di tahun `1965 lalu diawali dengan munculnya Nasakom (Nasionalisme, agama, dan komunisme) yang dikumandangkan Presiden Soekarno. Tak lama kemudian terjadi gerakan 30 September yang menewaskan enam jenderal dan satu orang perwira pertama TNI AD. Bisa jadi kudeta TNI terhadap rezim yang berkuasa kala itu karena dipicu dengan terbunuhnya para jenderal itu, dan karena rezim saat itu telah bergandengan tangan dengan komunis yang dianggap tidak sejalan dengan faham Pancasila. Sementara saat ini, sepertinya tidak ada tanda-tanda pemerintahan Jokowi akan kembali menghidupkan faham komunis di negeri ini, dan sama sekali tidak ‘berseberangan’ dengan TNI. Bahkan di Kabinetnya Jokowi beberapa Jenderal dan mantan Jenderal TNI bahu-membahu membantu kinerjanya.

Demikian juga seumpamanya gerakan melengserkan Soeharto yang terjadi pada 1998 lalu akan terulang kembali, hal itu pun sepertinya suatu hal yang mustahil terjadi. Bagaimanapun pemicu dari terjadinya gerakan itu karena rezim Soeharto telah bertindak represif terhadap setiap aktivitas yang dianggap menentangnya. Bahkan puncaknya sampai memakan banyak korban mahasiswa Trisakti, dan penculikan para aktivis yang di antaranya hingga saat ini belum jelas dimana keberadaannya. Sehingga puncaknya dengan dikobarkannya perlawanan terhadap rezim Soeharto yang dimotori oleh satu di antaranya adalah Amien Rais, maka pemuda dan mahasiswa dari berbagai kampus di negri ini bersatu padu dengan menduduki gedung DPR di Senayan dengan tuntutan agar Soeharto segera turun dari kursi kepresidenan yang telah didudukinya selama sekitar 33 tahun. Sementara saat ini adakah aktivis yang telah menjadi korban pemerintah Jokowi, dan yang paling penting, adakah salah seorang tokoh penggerak seperti Amien Rais kala itu, misalnya, yang ketika itu dianggap sebagai panutan karena dianggap masih ‘steril’  dan bicaranya demikian lantang ?  Sepertinya  tak satupun tokoh di negeri ini – termasuk Amien Rais sendiri, yang akan mampu menggerakan begitu banyak orang untuk melengserkan seorang Presiden yang bernama Jokowi ini. Bagaimanapun  publik untuk sekarang ini sudah tidak menemukan lagi elit-elit yang benar-benar ‘suci hama’, dan bisa dipercaya omongannya. Di dalam kenyataannya, kebanyakan para elit di negeri ini, sekarang ini, ngomong masalah kesejahteraan rakyat dalam kenyataannya justru memperjuangkan bagaimana caranya memperkaya diri sendiri. Sungguh. Bahkan pengunjuk rasa sekalipun sepertinya di saat ini sudah tidak murni lagi menyuarakan hati nuraninya. Kita ingat dengan para pendemo bayaran, bahkan beberapa waktu lalu dinamakan orang dengan sebutan panasbung, alias pasukan nasi bungkus.  Mereka berunjukrasa hanya demi selembar rupiah dengan nominal lima puluh ribu saja plus nasi bungkus yang dalam kenyataannya  kadang ada kadang tidak diberi oleh para koordinatornya. Dan yang patut dicatat, Jokowi sendiri meskipun bertubuh kerempeng dan ndeso, dirinya jadi Presiden dipilih langsung dan didukung oleh puluhan juta rakyat Indonesia. Sehingga bila dia didemo untuk diturunkan, tidak mustahil para pendukungnya pun tidak akan tinggal diam untuk membelanya.

Jadi sah-sah saja Permadi ngomong begini-begitu, dan dibumbui pula dengan klenik bin mistik. Karena di negeri ini kebebasan berbicara dilindungi oleh undang-undang. Hanya saja di jaman yang semakin beradab ini, sepertinya ramalan-ramalan seperti itu jangan sampai lagi di dengar oleh anak-cucu kita. Kasihan mereka yang sedang semangat-semangatnya belajar menuntut ilmu eksak dengan bersandar pada nalar harus dicekoki oleh takhayul. Kalau Permadi mengaku sebagai pengamat politik, akan lebih arif lagi kalau prediksinya berdasarkan fakta dan data sahaja. Tidak dengan ramalan yang bersandar pada kekawen – yang di jaman sekarang identik dengan karya seni puisi dan sejenisnya. Bahkan kalau boleh mengingatkan, sepatutnya seorang manusia jangan pernah mendahului takdir yang telah ditentukan oleh Tuhan – kalau yang bersangkutan mengakui akan kekuasaan Tuhan pencipta alam.

Sungguh. Membaca ramalan Permadi SH, kita pun seolah diingatkan kembali dengan omongan anak-cucu kita yang mengatakan: “Hari ‘gini masih percaya dukun...” ***

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

19 jam lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

19 jam lalu