x

Ponsel iPhone 6s Plus. David Paul Morris/Bloomberg via Getty Images

Iklan

Gusrowi AHN

Coach & Capacity Building Specialist
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Zaman Edan Jejaring Sosial

"Ini Zaman 'Jejaring Sosial', jika tidak ikutan 'Jejaring Sosial', maka tidak akan kebagian." Benarkah?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai pemilik Smartphone, hampir dipastikan anda menjadi bagian dari jejaring sosial semacam Whats App, BBM, Line, dan sebagainya. Coba anda hitung, tergabung ke dalam berapa grup diri anda?. Tebakan ‘ngawur’ saya, setidaknya anda menjadi bagian dari 3 grup yang berbeda, betul?. Dan di dalam satu hari, berapa lama waktu yang anda butuhkan dan habiskan untuk ‘berinteraksi’ dan ber-hahahihi dengan anggota dari grup-grup tersebut?

Jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut setidaknya menyiratkan betapa komunikasi melalui jejaring sosial tidak saja menjadi ‘trend’ global. Namun, sudah mengalami transformasi dari sekedar “keinginan” menuju sebuah “kebutuhan”. Lebih ekstrem lagi, sebagai sebuah kebutuhan, banyak orang yang malah sudah mengkategorikannya sebagai “sesuatu yang harus dimiliki” (Must Have). Maknanya, jika tidak memilikinya, maka dirasakan ada yang kurang dari hidup orang tersebut. Orang pada level ini, tentu akan melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhan akan hal ini.

Jejaring sosial, diakui atau tidak, telah menunjukkan daya revolusinya. Ia telah mendekatkan ‘yang jauh’, mempermudah interaksi dan komunikasi antar anggota komunitas dan masyarakat, benar-benar berperan sebagai media bersosialisasi dan koordinasi, juga sederet manfaat lainnya. Memang,  ia juga mendatangkan dampak yang tidak semuanya baik. Perseteruan, perselisihan, dan konflik tidak jarang menghiasi dan menjadi bagian dari dinamika berkomunikasi melalui jejaring ini. Berbagai kesalahpahaman juga acapkali muncul dan tersulut dengan mudah.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya membandingkan, dengan komunikasi “tatap muka” saja kita masih tidak terbebas dari yang namanya “salah paham”, apalagi komunikasi dengan media ‘tulisan’. Wajar jika kemudian menyulut ‘masalah’ hanya karena kesalahan pemilihan ‘kata’ dan simbol ‘ikon’.  Semakin berpengalaman dive in ke dalam berbagai grup dan pergaulan jejaring sosial ini, saya meyakini, akan semakin ‘canggih’ dan ‘dewasa’ dalam berkomunikasi di dalam dunia ‘jejaring sosial’.

Pada tataran ini, ada satu jenis keterampilan yang bisa kita sematkan ke para ‘aktivis’ jejaring sosial ini, yaitu terampil dalam komunikasi ala ‘jejaring sosial’.  Meskipun, menguasai komunikasi jenis ini, tidak menjamin kecanggihan mereka untuk terampil berkomunikasi secara verbal, dan langsung. Pebedaan ‘platform’ dan gaya berkomunikasi tentunya menjadi salah satu alasannya.

Ada banyak macam motivasi yang melandasi seseorang menjadi ‘aktifis’ di jejaring sosial. Mulai dari motivasi untuk ‘sekedar’ mengisi waktu dengan bincang ringan dan santai. Hingga motivasi yang bersifat serius, menjadikan ‘jejaring sosial’ sebagai ruang berekspresi, adu ide, gagasan, berkoordinasi dalam urusan pekerjaan, dakwah, dan bahkan bisnis. Motivasi yang beragam tersebut tentunya dipengaruhi oleh ‘cara pandang’ kita dalam memaknai keberadaan ‘jejaring sosial’.

Jika kita memandangnya sebagai ruang santai dan ringan, maka sikap dan perilaku kita pasti akan mengarah ke hal-hal yang tidak serius. Perbincangan yang bersifat serius tentunya bukan hal yang membuat kita gembira dan senang untuk membahasnya. Sebaliknya, jika memandangnya sebagai ruang ‘serius’, segala hal yang berbau ‘guyonan’, lucu-lucu-an pasti tidak akan mendapat tempat di hati kita. Biasanya, memang tidak ada yang secara ‘kaku’ membuat pembedaan tersebut. Di dalam satu grup pastinya ditemukan kedua unsur tersebut. Motivasi dari masing-masing anggota-nya lah yang akan menggambarkan siapa yang suka ‘serius’, ‘tidak serius’, dan ataupun ‘kedua-dua’-nya.

Atas dasar semua hal diatas, kita memiliki pilihan untuk bisa ‘bijak’ dalam menjadi bagian arus tren global ‘jejaring sosial’ ini. Fokus pada hal-hal yang bisa membawa dampak positif bagi kehidupan pribadi dan sosial kita tentunya menjadi prioritas utama kita. Se-aktif apapun kita berjejaring, motivasi tersebut idealnya mendapat porsi lebih dibanding lainnya.

Hal lain yang perlu juga kita pertimbangkan adalah menggunakan jejaring sosial ini tidak secara ‘berlebihan’. Alasan klasik ini tidak terbantahkan kebenarannya. Bahwa apapun yang berlebih-lebih-an seringkali berdampak ke-mudharat-an, dan kurang mendatangkan kemanfaatan. Silahkan anda putuskan sendiri, apa ukuran ‘berlebihan’ dalam hal ini.

Saya teringat adagium “Ini jaman edan, jika tidak ikutan edan, maka tidak akan kebagian”. Jika kita ganti kata ‘edan’, dengan ‘jejaring sosial’, maka bunyinya akan begini: “Ini jaman jejaring sosial, jika tidak ikutan ‘jejaring sosial’, maka tidak akan kebagian”. Benarkah? Entahlah. Satu hal yang pasti, pertumbuhan ‘pengikut’ jejaring sosial terus meningkat dan melesat dengan pesat. #gusrowi 

Ikuti tulisan menarik Gusrowi AHN lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu