x

Iklan

Irfan Budiman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jamie Vardy, Bukan Bintang Biasa

Awalnya hanya berlaga di klub amatir. Kini sejajar dengan Thierry Henry dan Alan Shearer yang mencetak gol dalam 7 pertandingan secara berturut-turut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berada di posisi ke-5 klasemen sementara Liga Primer, manajer Claudio Ranieri malah ketar-ketir. Bukan saja karena posisinya bisa disalip tim lain tapi dia khawatir pemain hebatnya, Jamie Vardy takkan lagi berkostum biru putih – saat bursa transfer musim dingin Januari mendatang.

Vardy memang “salah”. Tanpa diduga pemain berumur 28 tahun ini menjadi pemimpin dalam perburuan gol di liga. Dalam laga Sabtu pekan lalu, dia menjadi pahlawan dengan mencetak dua gol ke gawang Southampton – yang lebih dulu unggul 2-0. Tambahan dua gol membuat Vardy menjadi top skor sementara Liga Primer Inggris.

Koleksinya sebanyak 10 gol merupakan yang tertinggi dalam daftar top scorer hingga pekan ke-9. Namanya jauh mengkilap dari Kun Aguero – striker Manchester City atau Alexis Sánchez (Arsenal) – yang baru melesakkan 6 gol.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak hanya itu, menurut Opta – perusahaan statistik sepak bola, kehebatan pemain kelahiran Sheffield jauh lebih hebat dengan  Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Hingga tengah pekan lalu, dua pemain yang bersaing keras menjadi pemain terbaik Dunia, baru mencetak 6 dan 3 gol.

Secara rata-rata Vardy memang lebih hebat. Dia membuat 1 gol dalam satu pertandingan. Sedangkan Ronaldo mencapai 0,75 atau 6 gol dari 9 laga. Messi yang cedera, berada di bawahnya, hanya 0,5 gol. Dari 6 pertandingan dia baru membuat 3 gol.

Tak heran bila kehebatannya mengundang kekhawatiran sang manajer.  Klub-klub besar sudah tentu ingin segera mendapatkannya saat bursa transfer musim dingin Januari nanti.

Ranieri jelas khawatir. Pria Italia yang menangani Leicester sejak musim ini, pun pasang strategi yang sama dengan manajer lainnya. Katanya, bersama stikernya yang lain yakni Riyad Mahrez, Ranieri bilang Vardy masih betah berada bersamanya.

“Saat ini kami menikmati momen-momen bersama Jamie. Lagi pula dia masih bahagia di sini," ujarnya. “Yang saya inginkan pemain yang bahagia di sini, itu filosofi saya. Saya tak ingin memaksa pemain bertahan.”

Vardy sendiri sudah menyatakan akan tinggal hingga akhir musim. Tapi, apa pun bisa saja terjadi. 

 

***

Empat tahun lalu, waktu Vardy lebih luang. Dia hanya berlatih dua kali dalam seminggu, yakni Selasa dan Kamis. “Latihan jam 7 pagi, lalu saya pergi bekerja sampai jam setengah tiga sore,” katanya.

Setelah itu, dia bertemu dengan teman-temannya di klub Halifax. Saat malam ditelan gelap, mereka berlatih sampai jam 10 atau 11 malam. “Setelah itu pulang dan tidur. Ya begitu saja hidupku ketika itu,” katanya.

Stocksbridge Park Steels dan Halifax adalah dua klub amatir sempat menampung Vardy – yang bekerja di rumah sakit. Tugas utamanya adalah membantu pasien yang mengalami patah tulang. Dia adalah ahli memasang splint atau semacam alat bantu untuk menopang agar persendian tidak bergeser.

Karir Vardy memang macet. Sebabnya adalah badannya yang kecil. Di usia 16 tahun, saat tinggi badannya mencapai kurang dari 160 sentimeter, dia dikeluarkan oleh klubnya saat itu Sheffield Wednesday. Akhirnya dia pun berkelana dari klub-klub amatir.

“Tapi pengalaman itu memberikan pelajaran penting. Semua itu menjadi pengalaman yang bagus. Terutama soal permainan fisik di kompetisi non-liga. Di sana selalu ada tackling keras,” katanya. “Tackling yang bisa saja menghentikan mimpi bermain bola lagi. Tapi memang seperti itulah yang terjadi.” 

Bermain di Fleetwood, karir Vardy bersinar lagi. Tiga tahun lalu, dia dibeli dengan harga yang teramat mahal untuk pemain yang berlaga di kompetisi non-liga. Leicester dan Blackpool – klub yang bermain di Championship menginginkan jasanya. Mereka maju dengan uang sebesar 500 ribu pound.

Leicester akhirnya yang mendapatkannya. Sebuah sebanyak 1 juta pound, membuatnya pergi dari Fleetwood.  Pada Mei 2012, seiring kepindahannya itu, Vardy mencatatkan dirinya menjadi pemain non-liga yang paling mahal.

Suporter Leicester bukan main marah. Mereka tak habis pikir kenapa Nigel Pearson membeli pemain antah berantah itu. Namun, ternyata Leicester lolos ke Liga Primer, dua musim lalu.

****

Nigel Pearson  adalah orang yang berjasa untuk Leicester. Dia yang membawa klub itu ke Liga Primer dan menyelamatkannya untuk tetap berada di divisi teratas sepak bola Inggris itu – yang di musim lalu hampir saja kembali terlempar ke Championship.

Pearson adalah orang yang sangat berjasa dalam karir Jamie Vardy. Setelah dibawa ke King Power, Vardy malah kehilangan semangat. Permainannya pun tak mengkilap. 

“Saat itu banyak keraguan di kepalaku. Tapi dia mengajak saya bicara dan menegaskan tempat di mana saya bermain saat itu. Hal itu membuat saya berusaha lebih keras lagi. Di musim kedua, kami mendapat promosi dan mencetak beberapa gol,” katanya.

Di awal musim ini Pearson akhirnya pergi. Dia digantikan oleh Claudio Ranieri, pelatih kawakan yang pernah menangani Chelsea. Vardy tentu sedih kehilangan orang yang pertama kali mempercayainya. “Saya sangat sedih dia tidak di sini lagi,” katanya.

Namun kepergian Pearson tak membuatnya kemudian menjadi galau. Justru sebaliknya, dia memperlihatkan kepercayaan bekas pelatihnya itu tidak sia-sia. Gara-gara Pearson pula dia tumbuh menjadi striker ganas. Sembilan gol di Liga Primer untuk Leicester dan masuk ke timnas Inggris adalah buktinya.

Vardy pun belum mau berhenti. Sebuah gol di King Power tadi malam, dia telah membuat sejarah baru. Namanya masuk jajaran elite striker di Liga Primer, yang mampu mencetak gol dalam 7 pertandingan berturut-turut, bersama Thierry Henry dan juga Alan Shearer, dua legenda di Liga Primer.

Ikuti tulisan menarik Irfan Budiman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler