Pohon Beringin itu Sekarang Meranggas Gersang

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

Perseteruan di internal partai Golkar semakin memperjelas sikap elit politik di negeri ini yang begitu haus kekuasaan seakan hidup di dunia ini kekal adanya

Bisa jadi karena faktor usia yang semakin tua, ditambah lagi dengan angin puting beliung yang tiada henti menerjang, pohon beringin yang dulu berdiri kokoh dengan gagahnya itu, dan  mampu menaungi banyak orang untuk berteduh dari terik matahari, juga bisa memberi kehidupan bagi mereka yang meyakini tuah pohon beringin itu, sekarang ini akarnya sudah melapuk busuk, pohon dan dahannya mulai mengering. Begitu juga daunnya sudah banyak yang menguning layu, sementara sebagian lagi malah sudah berubah warna menjadi coklat tua sudah banyak yang berguguran, malah terlihat oleng mengikuti tiupan angin, dan sekan tinggal menunggu waktu lagi untuk terkapar tumbang.

Bisa jadi hukum alam sedang berbicara memang. Karena segala sesuatu yang ada di dunia ini bersipat fana, tak ada satu pun yang kekal adanya. Apalagi dalam dunia politik, sebagaimana yang sekarang ini sedang terjadi di dalam tubuh partai berlambang pohon beringin itu. Perseteruan dua kubu yang berebut kekuasaan semakin mempertegas parta produk Orde Baru itu pun mengingatkan pada ungkapan Mohamad Sobary, mantan pimpinan Kantor Berita Antara, budayawan,  juga kolumnis yang tulisannya tersebar di berbagai surat kabar, dalam salah satu tulisannya, bahwa konsensus politik sering tidak tulus mengabdi kepentingan bersama. Dalam tradisi kenegaraan kita, yang masih muda usianya, politik sering hanya berarti "tipu muslihat" untuk meraih kemenangan jangka pendek, dan tak peduli akan pentingnya membangun keadilan semesta alam bagi segenap warga negara dan manusia-manusia yang hidup di dalamnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sehingga rakyat pun semakin mafhum, betapa para elit yang senantiasa bicara atas nama rakyat, demi kepentingan rakyat, sekarang ini begitu jelas terlihat memang hanyalah tipu muslihat, karena pada kenyataannya para elit yang ada di balik jubah partai politik itu tak lain dan tak bukan bila bicara perjuangan hanyalah demi mengikuti syahwat kekuasaan, agar dunia dan segala isinya ada dalam genggamannya. Dan rakyat selama ini hanyalah sebagai pelengkap, serta penderita belaka.

Bagaimana pun kasus Lumpur Lapindo, ditambah lagi dengan banyak kadernya yang terjerat kasus korupsi, dan baru-baru ini  heboh dengan skandal Papa Minta Saham, adalah fakta yang sulit untuk disembunyikan. Rakyat pun semakin jengah menyaksikannya. Bau busuk yang ditebar oeh tiupan angin kencang, membuat para konstituennya semakin menjauhinya juga.

Oleh karena itu, tiada jalan lain lagi yang harus dilakukan bila masih berharap untuk tetap berdiri tegak. Pohon yang usianya sudah uzur itu biarlah tumbang dengan sendirinya. Lalu bersihkan sampah-sampah yang sudah membusuk dan menyebarkan bau menyengat itu. Kemudian sebaiknya segera diganti dengan bibit muda yang berkualitas tinggi dan mumpuni.

Akan tetapi, hal itu tampaknya sulit untuk dilakukan juga. Syahwat angkara untuk berkuasa tampaknya masih melekat kuat. Hal itu terlihat jelas dari pernyataan-pernyataan yang keluar dari mulut para  petinggi di dua kubu yang berseteru itu. Sepertinya ARB maupun Agung Laksono keukeuh penasaran dengan kekuasaan puncak di negeri ini yang hingga sekarang ini belum diraihnya.

Mereka seolah tak juga sadar dengan hukum alam. Mungkinkah karena sedemikian besarnya syahwat yang menyelimuti dirinya, sehingga mereka merasa bahwa kehidupan di dunia ini kekal adanya ?

Wallahu ‘alam ***

Sumber foto: KOMPAS.com

Bagikan Artikel Ini
img-content
Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler