Sering kita mendengar dan menyaksikan di berbagai media, penangkapan teduga teroris, contohnya, Siyono (39), warga dusun Brengkungan, Desa Pogung Kecamatan Crawas, Klaten. Siyono yang ditangkap oleh Densus 88 Mabes polri, sesaat setelah melakukan sholat maghrib di desanya. Dari kabar yang didapat oleh warga setempat, Siyono merupakan terduga teroris.
Setelah beberapa hari Siyono ditahan oleh Densus 88, Ia dikembalikan dalam kondisi sudah meninggal dunia dan dalam kondisi tubuh yang penuh memar di berbagai sudut.
Ketika kita menengok ke belakang, banyak sekali kesalahan dari berbagai pihak yang dengan mudahnya menduga seseorang merupakan anggota dari organisasi A, B, C yang berbau radikal. Perlu diketahui, dengan kita memberikan statement “Terduga” berarti pihak tersebut masih harus mengkaji lebih dalam lagi, mengenai orang tersebut. Dengan mencari dari berbagai sumber yang kuat agar tidak terjadi salah penangkapan lagi.
Karena ketika aparat salah menangkap orang, mereka pun harus bertanggung jawab mengembalikan nama baiknya. Tidak dengan mudahnya mengecap seseorang yang awalnya terkenal baik dan rajin menjalankan ibadah, disebut dengan Teroris. Karena pengertian Teroris ini sendiri bukanlah orang yang ibadahnya rajin. Kalau memang Teroris di mata Aparat adalah seorang yang ibadahnya rajin, mengapa mereka tidak menangkap Ustadz-ustadz yang sering tampil di media?
Ikuti tulisan menarik Cahyaningsih Endah Palupi lainnya di sini.