x

Iklan

Heni Helmiati Juhari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Keluarga Adalah Mutiara Tiada Tara

Keluarga Cemara, sebuah tayangan sarat makna tentang arti menghargai, menghormati, dan tanggung jawab, yang terbingkai dalam kehidupan sebuah keluarga sede

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

MIRIS di Bulan Mei. Dari berbagai kekerasan terhadap anak yang terjadi di berbagai bulan dalam beberapa tahun terakhir ini, penulis dibuat miris pada peristiwa tragis nan sadis yang terjadi di bulan Mei ini. Setelah sebelumnya seorang oknum polisi anggota Satuan Intelkam Polres Melawi, Kalimantan Barat, membunuh dan memutilasi dua anak kandungnya di rumah dinasnya, pada bulan Mei, seorang ayah di  Kampung Bulu-bulu, Kelurahan Kapasa, Kecamatan Tamalanrea, Makassar, membunuh anaknya sendiri yang masih berumur 5 tahun secara sadis –maaf, dengan mengeluarkan otak sang anak dari kepalanya!

Dikatakan tragis nan sadis, karena  dua peristiwa itu terjadi di dalam keluarga; ayah membunuh anak kandungnya! Bila demikian, menjadi masuk akal bila berdasarkan temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari 2011 sampai 2014, anak bisa menjadi korban ataupun pelaku kekerasan dengan lokus kekerasan pada anak ada 3, yaitu di lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah, dan di lingkungan masyarakat. Hasil monitoring dan evaluasi KPAI, dalam kurun itu di 9 provinsi menunjukkan bahwa 91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, sisanya menjadi korban di lingkungan sekolah, dan urutan berikutnya menjadi korban di lingkungan masyarakat.

Pertanyaan yang serta-merta muncul: Di manakah kini peran maknawi keluarga –juga pemerintah-- hadir?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ingat keluarga, penulis teringat pada tayangan sinema zaman dulu, yaitu “Keluarga Cemara”. Sebuah tayangan sarat makna tentang arti menghargai, menghormati, dan tanggung jawab, yang terbingkai dalam kehidupan sebuah keluarga sederhana. Ketika Abah yang penarik becak dan Emak yang setiap hari menggoreng opak untuk dijual anak-anaknya; Euis, Agil, dan Ara, tanpa menggurui menularkan empati kepada kita tentang maknawi kehadiran individu berdasarkan perannya masing-masing dalam keluarga.

Walaupun sebatas lewat sinetron, kita merindukan kehadiran “Keluarga Cemara”. Tentang empati maknawi keluarga, seperti soundtrack sinema tersebut, sebenarnya:

Harta yang paling berharga adalah keluarga

Istana yang paling indah adalah keluarga

Puisi yang paling bermakna adalah keluarga

Mutiara tiada tara adalah keluarga

….

Terima kasih Emak

Terima kasih Abah

Untuk tampil perkasa bagi kami/putra putri yang siap berbakti.

Paling tidak, dari dua peristiwa tragis nan sadis yang membuat miris di Bulan Mei dan perlunya penularan maknawi arti keluarga dari Keluarga Cemara, kita menyadari penting hadirnya keluarga.

Dari dua peristiwa tragis nan sadis yang membuat miris di Bulan Mei;

Pertama, kita melihat buruknya pola asuh keluarga.  Anak dianggap tidak tahu apa-apa, bahkan dianggap sebagai bagian kepemilikan yang bisa diperlakukan sesuka pemiliknya. Ironisnya, tidak sedikit keluarga Indonesia yang memiliki kondisi serupa. Padahal ini bisa berpengaruh besar pada corak generasi bangsa ini di masa depan.

Ke dua, disfungsi keluarga mencapai level semakin buruk. Keluarga tidak lagi bisa menjadi tempat yang mengayomi, merawat, dan memberi teladan bagi anggotanya, tetapi malah menjadi horor dan contoh buruk bagi anak. Orangtua mengonsumsi miras dan pecandu narkoba. Anak-anak jadi korban ketidakmampuan menghadapi stres dalam pencarian jati dirinya.

Pengasuhan atau Parenting

Dari kasus ini sudah semestinya ada evaluasi mendasar terhadap peran negara dalam mewujudkan keluarga yang mampu melakukan fungsinya secara memadai. Negara tidak boleh bertindak bak pemadam kebakaran saja dalam memberikan perlindungan terhadap anak.

Sebenarnya, pada berbagai kesempatan pemerintah berusaha hadir dalam menangani permasalahan keluarga. Salah satu bukti kehadiran pemerintah adalah apa yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kemendikbud berupaya meningkatkan akses dan mutu layanan pendidikan keluarga. Bukti upaya itu, beberapa waktu lalu Direktorat Keayahbundaan diresmikan dengan nama Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga. Sejumlah program sudah direncanakan instansi tersebut, seperti penanganan perundungan atau bullying, pendidikan penanganan remaja, penguatan prestasi belajar, pendidikan karakter dan kepribadian, pendidikan kecakapan hidup, serta pendidikan pencegahan perilaku destruktif.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga ini juga akan mengembangkan program pencegahan perdagangan orang, narkoba, dan HIV/AIDS agar keluarga Indonesia menjadi lebih kuat. Sekadar informasi, Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga berada di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat (Dikmas). Struktur ini, setelah disetujui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 11 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga memiliki empat subdirektorat, yakni Program dan Evaluasi, Pendidikan Bagi Orangtua, Pendidikan Anak dan Remaja, serta Subdirektorat Kemitraan.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga juga bermaksud agar penduduk usia dewasa memperoleh wawasan dan pemahaman tentang kiat mendidik anak sejak janin hingga dewasa. Sasaran yang ingin dicapai dari serangkaian program ini adalah meningkatnya akses dan mutu layanan pendidikan keluarga dan melayani orangtua. Tujuannya, program ini harus bisa menyasar orangtua dari masyarakat bawah yang belum terpapar informasi parenting.

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga hendak meningkatkan akses dan mutu layanan pendidikan keluarga bagi penduduk Indonesia. Pendidikan keluarga yang diselenggarakan tidak hanya dimaksudkan untuk orangtua kandung, melainkan juga wali maupun orang dewasa yang bertanggung jawab  mendidik anak, sehingga penduduk usia dewasa memperoleh wawasan dan pemahaman tentang kiat mendidik anak sejak janin hingga dewasa.

Kemendikbud menargetkan hingga 2019, jumlah penduduk dewasa yang mendapatkan layanan pendidikan keluarga mencapai 4.343.500 orang.

Menurut Wonohadidjojo (2001: 22), parenting adalah proses interaksi berkelanjutan antara orangtua dengan anak-anak mereka yang meliputi aktivitas-aktivitas; memberi makan (nourishing), memberi petunjuk (guiding), dan melindungi (protecting) anak-anak ketika mereka tumbuh.

Aktivitas-aktivitas parenting biasanya terjadi di dalam lingkungan keluarga, namun parenting tidak terbatas hanya pada mereka yang melahirkan anak tersebut. Tanggung jawab parenting juga dilakukan oleh pihak-pihak lain dalam masyarakat, seperti para guru di sekolah, para asisten rumah tangga di rumah, teman-teman si anak, bahkan media massa (TV, media sosial, koran, dan majalah).

Parenting adalah suatu cara terbaik yang ditempuh oleh orangtua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggungjawab dalam mengasihi dan memperhatikan anak-anak serta menolong mereka tumbuh.

Pada dasarnya, dalam keluarga, parenting atau  pengasuhan merupakan sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orangtua untuk mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana orangtua mempengaruhi anak, namun lebih daripada itu, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orangtua dan anak yang dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial di tempat anak dibesarkan.

Tentunya, pengasuhan mencakup beragam aktivitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup secara baik. Prinsip pengasuhan tidak menekankan pada siapa (pelaku), namun lebih menekankan pada aktivitas dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karena itu, pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi, dan pengasuhan sosial.

Satu hal yang penting untuk dipahami, tidak ada orangtua yang sempuna. Kesuksesan dan kesalahan-kesalahan merupakan bagian dari proses menjadi orangtua. Menjadi orangtua yang efektif, konsisten, aktif, dan atentif merupakan dambaan bagi setiap orang.

Mengacu pada konsep RPM3 —sebuah pendekatan terpercaya dan telah teruji tentang bagaimana menjadi orangtua dari National Institute of Child Health and Human Development (NICHD), Kurniawan (2004: 3) menyatakan pendidikan parenting dilakukan dengan responding, preventing, monitoring, mentoring, dan modeling (RPM3) dalam aktivitas-aktivitas pengasuhan sehari-hari, kita dapat menjadi orangtua yang efektif, konsisten, aktif, dan atentif.

Responding adalah menanggapi anak secara tepat.

Preventing adalah mencegah munculnya perilaku-perilaku berisiko dan bermasalah.

Monitoring adalah mengawasi interaksi anak dengan lingkungan sosialnya.

Mentoring adalah membantu secara aktif anak untuk memiliki perilaku-perilaku yang dikehendaki.

Modeling adalah menjadikan diri kita sebagai contoh yang positif dan konsisten bagi anak kita.

Prinsip-prinsip tersebut sangat penting dalam pendidikan atau pengasuhan anak, termasuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus atau kebutuhan yang berbeda-beda.

Kehidupan seseorang individu bermula dari keluarga. Seseorang lahir di keluarganya, dan akan memulai menghadapi kehidupan di dunia pertama-tama bersama keluarga. Hal ini menjadi titik tolak dimulainya proses pendidikan, pembentukan diri, dan pembangunan karakter individu untuk menjadi pribadi yang mempunyai identitas. Demikian pentingnya hadirnya keluarga dan pemerintah dalam tumbuh kembang anak dengan segala hak yang dimilikinya, sehingga kita benar-benar memafhumi bahwa keluarga adalah mutiara tiada tara, kendati untuk menjadi mutiara  harus ditempa proses alam yang sedemikian perlahan dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sehingga akhirnya terbentuk sebutir mutiara yang menawarkan kilauan cahaya  keindahan yang begitu menawan. Bila keluarga telah membentuk mutiara, putra-putri kita pun akan tampil perkasa untuk berbakti, dan niscaya peristiwa tragis nan sadis yang membuat miris di Bulan Mei atau bulan-bulan lainnya tidak akan terjadi lagi. Semoga. ***

Pustaka:

Kurniawan, Irwan Nuryana, 2004, Adventures in Parenting: Bagaimana Sukses Berperan Sebagai Orangtua yang Baik. Yogyakarta: Alenia.

Wonohadidjojo, Ishak S. April 2001. Analisis S.W.O.T untuk Parenting Beberapa Parameter Kurikuler untuk Pelayanan Keluarga (http//www.seabs.ac.id/journal/april2001/Analisa%20SWOT.pdf. Diakses 20 Juni 2016).

Ikuti tulisan menarik Heni Helmiati Juhari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu