Tanpa Reklamasi Luas Jakarta Hilang 21019 Hektar di Tahun 2050

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jumlah 9 juta lebih penduduk Jakarta diproyeksikan akan terus bertambah, disatu sisi tanpa reklamasi luas Jakarta terancam hilang 21019 hektar di tahun 2050

Luas DKI Jakarta tercatat hanya sekitar 662 kilometer persegi.  Di tahun 2015-2016 penduduk Jakarta di siang hari sudah lebih dari 12 juta jiwa, dan di malam hari kira-kira lebih dari 9 juta jiwa.  Apabila kita bicara 5, 10, 20, 30 tahun kedepan diproyeksikan jumlahnya bisa berkali lipat.  Dengan kondisi ini tentunya daya dukung wilayah terhadap jumlah penduduk akan menjadi masalah.  Kedepannya DKI Jakarta dipastikan akan mengalami masalah pengimbangan jumlah penduduk terhadap wilayahnya.  Disisi lain, dampak dari penurunan tanah atau land subsidence dan  kenaikan muka air laut atau sea level rise di Jakarta diprediksi akan menghilangkan wilayah bagian Utara Jakarta seluas 21 ribu hektar lebih di tahun 2050.  Kesimpulannya masalah jumlah penduduk dan luas wilayah di DKI Jakarta akan menjadi masalah yang sangat luar biasa di depan kita apabila tidak disikapi dengan benar.

Hasil dari penelitian menunjukkan dampak dari penurunan tanah dan kenaikan muka air laut di Jakarta menjadikan wilayah ini berpotensi untuk kehilangan luas sebesar 13225 hektar di tahun 2025 dan 21019 hektar di tahun 2050.  Nilai ini diperoleh dari proyeksi nilai penurunan tanah di Jakarta dengan rata-rata 2 hingga 20 sentimeter per tahun cenderung berpola linier sejak 2-3 dekade yang lalu, dan nilai kenaikan muka air laut di Teluk Jakarta dengan rata-rata 3 hingga 6 milimeter per tahun cenderung berpola linier sejak 3-4 dekade yang lalu, diprediksikan berpola sama hingga 20-30 tahun ke depan, kemudian di korelasikan dengan level muka air laut dan level topografi Jakarta. Nilai penurunan tanah dan kenaikan muka air laut itu sendiri diperoleh dari hasil pengukuran dan pengolahan serta pemodelan data-data Sipat Datar, Global Positioning System, InSAR (interferometry Syntetic Aperture RADAR), Extensometer, Satelit altimetri, tide gauge, dan beberapa data lainnya.

Apabila ditanya mana yang lebih menakutkan, apakah reklamasi Pantai Jakarta yang ditakutkan merusak lingkungan, atau kah masalah luas Jakarta yang berkurang dengan jumlah penduduk yang kebalikannya terus bertambah yang dapat memberikan masalah seperti yang dijelaskan di atas?  Seharusnya secara obyektif jawabannya reklamasi Pantai Jakarta jadi tidak menakutkan sama sekali! Malah reklamasi dapat menjadi jawaban atas permasalahan pengimbangan jumlah penduduk terhadap wilayah di Jakarta.  Tidak mungkin DKI Jakarta memperluas wilayahnya ke selatan, karena disamping sebagai wilayah konservasi, juga sudah masuk wilayah otonomi daerah lain seperti Depok dan Bogor.  Otomatis yang bisa dilakukan adalah menambah wilayah ke Utara dengan jalan reklamasi.  Integrasi reklamasi dengan tanggul laut di Pantai Jakarta, juga dapat menyelamatkan Jakarta itu sendiri dari potensi kehilangan 21 ribu hektar lebih wilayahnya di tahun 2050.  Dengan makna lain jutaan penduduk di Jakarta Utara juga dapat diselamatkan dari kehilangan tempat tinggal mereka.  Ketakutan akan kerusakan lingkungan akibat reklamasi seharusnya menjadi tidak sepadan dengan isu yang lebih besar ini.

Faktanya,  hasil penelitian yang dilakukan Suhendar dkk dari BPPT tahun 2007, penelitian dari JICA tahun 1990, penelitian Bappedal DKI Jakarta tahun 2004 menyatakan bahwa semenjak tahun 90-an Teluk Jakarta sudah mulai rusak tatanan ekosistemnya, akibat efek pencemaran limbah.  Menurut catatan JICA, di tahun 1989 pencemaran Teluk Jakarta dikontribusikan oleh air limbah domestik (air limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga masyarakat) sebesar 78,9 % dan dikontribusikan oleh air limbah industri sebesar 8,9 %.  Di tahun 2010 diperkirakan kontribusi air limbah domestik sebesar 72,7 % dan kontribusi air limbah industri sebesar 9,9 %.  Selanjutnya berdasarkan laporan dari Bappedal DKI Jakarta tahun 2004, disebutkan kualitas perairan Teluk Jakarta telah mengalami pencemaran yang cukup parah.  Kualitas terburuk terdapat di perairan yang dekat dengan Pantai yaitu sekitar 5 kilometer dari bibir Pantai yang diberi nama zona D.  Pada zona ini secara umum kondisi kadar oksigen terlarut DO dan BOD tidak layak untuk kehidupan ikan dan biota laut lainnya.  Tidak mengherankan apabila di zona ini sering terjadi kematian masal ikan-ikan.  Di zona A yang berada sekitar 15-20 kilometer dari bibir Pantai, pencemarannya pun sudah cukup mengkhawatirkan di tahun 2004, dan diproyeksikan akan lebih parah setelah tahun 2010 ke atas, apabila tidak ada upaya rehabilitasi.  Ketakutan akan kerusakan lingkungan akibat reklamasi Pantai Jakarta malah bertolak belakang dengan data-data yang disebutkan ini.  Dengan kata lain reklamasi dilakukan di lingkungan yang sudah rusak, sehingga sebenarnya apa yang musti dikhawatirkan lagi, mending justru berharap reklamasi dapat membantu merehabilitasi kerusakan lingkungan yang ada sekarang ini, termasuk menjadi solusi bagi kebutuhan lahan bagi penduduk Jakarta di masa depan.

NCICD (National Committee Integrated Coastal Development) yang dibentuk oleh Pemerintah saat ini sedang membuat konsep serta mengimplementasikan upaya penyelamatan Pantai Utara Jakarta dari potensi tenggelam, dari potensi kehilangan berpuluh ribu hektar wilayahnya.  Dalam konsepnya, NCICD akan men-sinergi-kan tanggul laut Pantai Utara Jakarta dengan reklamasi.  Sinergi ini diberi nama “Great Garuda”.  Bukti ini menunjukkan bahwa ancaman kehilangan wilayah di Pantai Utara Jakarta tidak mengada-ada.  Kemudian dapat dilihat disini bahwa secara tidak langsung peranan reklamasi juga tidak bisa diabaikan dalam upaya penyelamatan Pantai Utara Jakarta.  Mungkin ada baiknya untuk menyikapi ketakutan akan dampak negatif dari reklamasi dengan energi positif dan kepentingan yang lebih positif, kepentingan di masa depan yang lebih besar.

DKI Jakarta merupakan Ibu Kota Republik Indonesia, berarti merupakan etalase Indonesia di mata dunia.  Impian Great Garuda, yang merupakan perpaduan antara tanggul laut dan reklamasi, mengusung konsep livable dyke, seyogyanya dapat membuat Indonesia lebih berarti di dunia, dan lebih diperhitungkan percaturannya di dunia.  Gunakanlah impian ini, karena awal dari pencapaian adalah dimulai dari mimpi yang dibarengi tindakan.    Mari berbicara keputusan yang tepat, dan mungkin berbicara pengorbanan untuk sesuatu yang lebih baik, untuk sesuatu yang lebih besar bagi bangsa kita ini.

Heri Andreas, Pengajar dan Peneliti Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Institut Teknologi Bandung

Bagikan Artikel Ini
img-content
Heri Andreas

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler