x

Iklan

Iden Wildensyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memilih Peraturan Kelas atau Kesepakatan Kelas

Peraturan kelas dengan kesepakatan kelas tentu sangat berbeda. Masih bingung menentukan peraturan atau kesepakatan kelas di tahun ajaran baru? Baca dulu!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebut saja namanya Bunga Seroja. Ia adalah anak sekolah dasar kelas 5. Sekolahnya mentereng di kawasan elit yang ekslusif. Setiap hari lalu lalang mobil pengantar anak yang dikendarai sopir pribadi. Di dalamnya Bunga Seroja hendak sekolah. Kemacetan di jalur sekolahnya sempat membuat panik. Ia khawatir akan dihukum lagi. Beberapa hari sebelumnya, ia terpaksa belajar di luar ruangan karena kesiangan beberapa menit. Di luar ruangan maksudnya tidak diperbolehkan masuk oleh guru yang sedang mengajar pagi itu.

Bukan hanya itu, Bunga Seroja pernah mengatakan bahwa bahwa hukuman itu sudah biasa selain hukuman denda yang mengharuskannya untuk membayar dengan jumlah rupiah tertentu. Tidak kecil memang untuk ukuran anak-anak yang setiap hari diantar jemput dengan kendaraan mewah, tapi buat anak sekolah yang berjalan kaki, uang sejumlah denda yang dibayarkan Bunga Seroja cukup untuk membeli mainan dan makanan yang disukai.
 
Hukuman dalam bentuk denda untuk anak sekolah adalah hal yang biasa di sekolah tersebut. Buat saya, mendengar kata hukuman untuk anak saja sudah cukup mengagetkan. Pertanyaannya mengapa harus dihukum? Mengapa guru menghukum? Dan kenapa harus ada hukuman? Apakah tidak ada jalan lain selain mengukum? Dan sejumlah pertanyaan-pertanyaan lainnya.
 
Hukuman buat saya adalah sebentuk penegasan bahwa ada aturan dan ada hukuman atau ada konsekuensi atas dilanggarnya sebuah aturan. Hukuman juga sebentuk penegasan ada yang lebih di atas dan ada yang di bawah. Dengan ini seolah ada bentuk posisi guru di atas dan murid di bawah. Jelas tak setara lagi. Padahal bentuk pendidikan sekarang harusnya setara antara guru dan anak dalam belajar. Guru dan anak sama-sama belajar. Sama-sama mahluk pembelajar yang terus belajar sepanjang hidup.
Demikian juga dengan hukuman dalam bentuk denda. Ada yang aneh dan sangat tidak mendidik karena denda dalam bentuk uang seolah menegaskan bahwa segala sesuatu bisa selesai dengan uang. Uang seolah bisa menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi anak. Ada seorang anak yang berseloroh "kalau saya bayar sekian rupiah, berapa kali pelanggaran yang bisa saya lakukan?".
 
Ini preseden buruk buat pendidikan. Pendidikan bukanlah bentuk transaksional. Pendidikan adalah proses membangun karakter dari karakter tidak baik menjadi baik. Dari membiasakan hal hal baik menjadi kebiasaan yang terus tertanam dalam diri anak. Pendidikan adalah menyadarkan peran anak yang lahir ke dunia sebagai mahluk spiritual yang berasal dari spiritual world untuk kembali ke spiritual world dalam bentuk manusia yang utuh.
 
Bunga Seroja kali ini mungkin menganggapnya sebagai permainan. Berbuat salah lalu bayar. Simpan deposit untuk berbuat salah kemudian bisa berbuat salah selanjutnya. Bunga Seroja belum memahami lebih dalam. Ia hanya menangkap di permukaan saja. Tetapi jangan salah, hal kecil yang dialami anak saat mereka berinteraksi akan menjadi pengalaman yang terus diingat buat mereka seumur hidup. Pengalaman yang akan menjadi bekal buat mereka hidup. Sebagai orang tua, tentu tak mau jika Bunga Seroja kemudian tumbuh menjadi anak yang menggampangkan segala masalah dengan uang sebagai solusi atas setiap masalahnya?

Ikuti tulisan menarik Iden Wildensyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu