x

Iklan

Heri Andreas

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Gagal Fokus Ancaman Penurunan Tanah Jakarta

Dari Pemerintah hingga Masyarakat kecil seolah dehidrasi dan gagal fokus dalam memahami ancaman penurunan tanah di Jakarta

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sambil bengong bilang, “ada penurunan tanah di Jakarta?”

Gagal fokus akibat dehidrasi kekurangan air minum ternyata berlaku juga dalam kasus memahami ancaman penurunan tanah di Jakarta. Dari Pemerintah hingga masyarakat kecil di Jakarta apabila diperhatikan dengan seksama seolah dehidrasi dan gagal fokus dalam memahami ancaman penurunan tanah di Jakarta. Laju penurunan tanah yang dapat mencapai nilai 15 hingga 20 sentimeter per tahun di wilayah Jakarta khususnya Jakarta utara seolah hanya berupa bilangan matematika biasa. Potensi Jakarta kehilangan luas sebesar 13225 hektar di tahun 2025 dan 21019 hektar di tahun 2050 akibat penurunan tanah dan sea level rise serta tidal inundation seolah hanya sekedar cerita komik saja. Monitoring penurunan tanah di Jakarta seolah merupakan kegiatan tanpa makna. Kalau meminjam istilah anjing menggonggong kapilah berlalu, dapat dikatakan anjing menggonggong penurunan tanah berlalu. Ini gagal fokus namanya! Berikut di bawah ini dapat sama-sama kita baca dimana jelasnya letak gagal fokusnya.

Penelitian penurunan tanah di Jakarta telah di mulai oleh teman-teman dari Badan Geologi di sekitar akhir tahun 80-an hingga akhir tahun 90-an. Selanjutnya teman-teman dari ITB mulai tahun 1997 hingga hari ini rajin melaksanakan penelitian penurunan tanah di Jakarta, menggunakan teknologi GPS dan InSAR. Dapat dikatakan penelitian ini adalah wujud penelitian mandiri para peneliti.  Ketika di awal-awal tahun 2000-an para peneliti melaporkan hasil penelitiannya kepada Pimpinan Pemerintahan di Jakarta, ketidakpercayaan terhadap hasil menjadi kesimpulannya.  Ini bukti gagal fokus pertama!  Teman-teman peneliti tidak kalah asa, hasil penelitian di publikasikan dalam jurnal ilmiah internasional. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika di tahun 2007 teman-teman bule datang meminta hasil penelitian yang telah di publikasikan di jurnal ilmiah internasional tersebut di atas, dan kemudian mereka melaporkannya ke Pimpinan Pemerintahan di Jakarta, maka percayalah penurunan tanah terjadi di Jakarta, karena yang bilangnya adalah orang bule. Serta merta dibentuk JCDS (Jakarta Coastal Defense Strategy), kemudian seiring waktu diubah menjadi NCICD (National Committee Integrated Coastal Development), untuk mencari solusi dari ancaman penurunan tanah di Jakarta. Apakah ini kemudian menjadi bukti gagal fokus kedua? Pasti terlihatnya justru kebalikannya, ini seolah fokus keberhasilan. Tunggu dulu, mari kita buktikan mana yang benarnya.

Kita coba fahami dulu kalimat monitoring penurunan tanah dalam bahasa analogi. Ketika semisal kita di rumah sedang mengisi bak mandi dengan air dari kran, kemudian kita tongkrongi airnya apa mengalir atau tidak, apa sudah penuh atau belum, ini artinya kita melakukan “monitoring”.  Ini yang benar!  Ketika airnya sudah penuh akan kelihatan oleh kita, dan kran air kita matikan.  Namun ketika semisal kita sedang mengisi bak mandi, dan kita tidak pernah tongkrongi si bak mandi tersebut, maka dari mana kita akan tahu isi bak itu sudah penuh apa belum, kemudian dari mana  kita bisa tahu krannya ada airnya atau tidak, ya kita tidak pernah tahu.  Ini yang tidak benar!  Nah apa yang terjadi di kasus penurunan tanah di Jakarta, dibilangnya NCICD adalah program solusi ancaman penurunan tanah Jakarta, tetapi monitoring penurunan tanahnya itu sendiri tidak pernah dilakukan hingga hari ini.  Semua hanya mengacu ke omongan si bule saja pada intinya.  Apakah ini bukan bukti gagal fokus yang kedua?

Kalau dibilang wilayah pesisir Jakarta itu adalah bagian kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan, silahkan dicari di sana, tidak akan ditemukan data-data primer penurunan tanah di wilayah pesisir Jakarta.  Kalau dibilang penurunan tanah Jakarta adalah bencana ekologi, bencana lingkungan, yang menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, coba di cek di sana juga tidak terdapat data-data primer penurunan tanah di Jakarta.  Kalau datang ke Pemprov DKI,  alhamdulillah dapat ditemukan beberapa data primer mengenai penurunan tanah Jakarta.  Ini yang mending.  Namun ada benarnya ketika Ahok bilang, banyak anak buahnya yang tidak bekerja sesuai dengan keinginannya, ini tercermin dari kegiatan monitoring penurunan tanah oleh Pemrov DKI yang dikerjakan antara mau dan tidak niat.  Monitoring penurunan tanah di Jakarta sempat dilaksanakan beberapa kali berbasis proyek.  Dalam bahasa sederhananya ini sama saja dengan gagal fokus.  Berarti gagal fokus ketiga!

Round table meeting mengundang ahli-ahli dunia untuk mendiskusikan penurunan tanah di Jakarta telah dilakukan, kemudian high level meeting membahas penurunan tanah di Jakarta telah dilakukan.  Salah satu keputusan pentingnya adalah monitoring penurunan tanah di Jakarta.  Dalam high level meeting bahkan sempat disampaikankan bahwa kita bangsa Indonesia mampu berdikari dalam melaksanakan monitoring penurunan tanah di Jakarta, dan mencari solusi dari ancaman penurunan tanah di Jakarta.  Beberapa tahun berlalu, tidak pernah terdengar lagi tindak lanjutnya.  Sayup-sayup terdengar rencana pihak Jepang yang akan melaksanakan monitoring di tahun 2017 mendatang.  Kemana semangat berdikari larinya?  Apa ini bukan bagian dari gagal fokus berikutnya? Bisa jadi ini merupakan gagal fokus yang ke empat!

Kemudian kalau gagal fokus masyarakat kecilnya mana?  Baru beberapa hari yang lalu mahasiswa sedang melakukan penelitian penurunan tanah di sekitaran Jakarta Utara, kemudian didatangi salah satu ormas di DKI, serta merta mereka melarang dilaksanakannya pengukuran. Meskipun sudah dicoba dijelaskan bahwa pengukuran ini dalam rangka penelitian penurunan tanah yang datanya cukup penting dalam penyelamatan pantai Jakarta, namun mereka orang-orang ormas bersikukuh bahwa pengukuran dilarang, karena sudah ada keputusan pembekuan kegiatan reklamasi di Pantai Jakarta.  Nah loh nyambungnya dimana pengukuran dengan pembekuan reklamasi? Ini gagal fokus namanya!

Ada benarnya ketika Ibu Polwan bilang kadang disitu saya merasa sedih. Kalau melihat kasus gagal fokus di atas apakah kita juga tidak merasa sedih?  Mungkin Pemimpinnya sudah baik, tidak gagal fokus tetapi bawahannya yang gagal fokus. Susah untuk mencari kesimpulan yang tepat.  Yang jelas hingga hari ini Jakarta terus turun tanahnya, tercatat di Pluit sudah turun hingga 4 meter, di daerah Kamal Muara sudah turun lebih dari 2 meter, pun demikian di sekitar Pasar Ikan hingga Ancol.  Sembilan puluh lima persen wilayah Jakarta Utara akan berada di bawah laut di tahun 2050. Ini adalah ancaman nyata bagi pesisir Jakarta dimasa depan. Jangan kemudian kita bengong dan bilang “ada penurunah tanah di Jakarta?”

Heri Andreas, Pengajar dan Peneliti Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Institut Teknologi Bandung

Ikuti tulisan menarik Heri Andreas lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

14 jam lalu

Terpopuler