x

Iklan

Anthomi Kusairi SH MH

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

BIN Masih Perlu Pembenahan

Awal September yang lalu terdengar sayup sayup pergantian Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“BIN Masih Perlu Pembenahan”

Oleh : Anthomi Kusairi, SH., MH.*

Awal September yang lalu terdengar sayup sayup pergantian Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Hampir setahun belakangan ini mendengar refleksi buruk tentang situasi nasional, saat BIN hanya menjadi alat kompensasi paska selesainya perebutan kekuasaan antara kubu Presiden Jokowi melawan KMP/Koalisi Merah Putih. Kita tentu paham yang terjadi adalah upaya menjadikan kekuatan intelijen sebagai badan yang mampu mempertahankan kekuasaan. Disini pula kita memperoleh bayangan, bahwa kekuasaan masih menganggap intelijen sebagai potensi kekuatan sekunder. Atau, intelijen masih menjadi alas kaki pertahanan rezim yang akan dimunculkan ketika keadaan genting.

Sekilas gambaran diatas belum cukup memuaskan dalam membangun sistem “intelijen negara” yang bukan hanya profesional tetapi juga meningkatnya kemampuan teknologi intelijen. Terlebih langkah panjang mensejajarkan intelijen kita dengan intelijen negara-negara maju didunia. Pertanyaannya kemudian apakah figur pengganti kepala BIN dapat menjadi stimulator perubahan didalam tubuh BIN terutama tanpa adanya kepentingan sempit kekuasaan untuk menjadikan BIN bagian dari rezimentasi kekuasaan negara.  

Konsepsi yang muncul kemudian kekuasaan masih menganggap intelijen sebagai objek, pasif bukan aktif, berbeda sekali dengan apa yang diharapkan. Padahal intelijen hari ini seharusnya berwajah : (a) Humanis, memiliki kebijakan anti perang. (b) Intellect, kekuatan yang mampu menjadi jalan keluar bagi seluruh permasalahan yang ada di negeri ini. (c) Menjadi lembaga yang tepat, di waktu yang tepat. (d) Menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem negara lewat perannya sebagai kekuatan pemersatu (BIN dikonstruksikan sebagai pionernya) yang amat menentukan grouping sosial dan politik dalam faksi – faksi yang bermanuver ditengah masyarakat.   

Hari ini masyarakat kebanyakan masih menempatkan intelijen sebagai pelaku kekerasan, alat kekerasan dan bersama negara membangun kekerasan. Tidak dapat diingkari, dikalangan masyarakat politik ada yang mencoba menarik keuntungan dari situasi itu, dengan menarik intelijen negara kedalam sumbu kekuasaan dan poros politik partai. Tentu ini sangat merugikan masyarakat maupun intelijen negara itu sendiri.    

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Upaya mengkerdilkan peran intelijen negara menjadi semakin masif dilakukan. Kebutuhan-kebutuhan politik pragmatis telah mengabaikan aspek mendasar dari kebutuhan pembaharuan intelijen negara secara keseluruhan. Soal pemaparan visi misi dihadapan sidang paripurna DPR dan janji-janji pembaharuan intelijen negara tampak paradoks dari realitas politik yang ada.   

Perdebatan atas visi misi tidak lagi menjadi penting jika BIN tidak dapat dibebaskan dari pragmatisme penggunaan intelijen negara dalam ruang politik. Demikian pula dengan janji-janji pembaharuan yang lahir dapat mencerminkan adanya persoalan serius didalam tubuh intelijen negara jika dilihat dari nasional kredibiliti, nasional survival, ideologi dan moralitas nasional.

Tugas pokok

Konsepsi yang telah terpatri lama sejak rezim orde baru tentang tugas pokok intelijen negara. (a) Bagian dari kekuatan militer; (b) Sumber ketakutan dan keresahan; (c) pemicu konflik. Ketiga tugas pokok intelijen negara yang lama lekat dalam ingatan rakyat bisa berubah, kecuali jika pemerintah hari ini masih ingin berada di zona nyaman masa lalu. Dengan mengukur arah kekuatan pada level negara, ada kekhawatiran besar bahwa ketiga tugas pokok diatas justru akan semakin diperparah dengan aspek-aspek yang tidak ada kaitannya dengan pentingnya membangun intelijen negara yang mumpuni.  

Pentingnya membangun intelijen negara yang mumpuni tidak dapat ditawar lagi. Memiliki intelijen negara yang bercitra rasa sipil tanpa menebarkan keresahan dan rasa takut serta bukan bagian dari konflik, hari ini hanya mimpi namun bukan berarti tidak mungkin. Demokratisasi yang sedang berjalan, ditambah kekuatan masyarakat sipil yang sedang tumbuh, mengawal proses reformasi yang ada ditubuh BIN kini.      

Cerminan pembenahan BIN yang sampai hari ini belum kunjung membuahkan hasil, seperti belum terintegrasinya elemen-elemen intelijen dibawah BIN, BIN yang terus dipolitisir, belum memiliki otonomi membuat daftar kebutuhan dan upaya pemenuhannya (peningkatan sumber daya manusia dan teknologi) dan seterusnya. Adalah cerminan bahwa intelijen negara selalu dianaktirikan, serta berusaha menjauhkan BIN dari kontrol masyarakat, bahkan lebih jauh intelijen negara telah diletakkan sebagai centeng kekuasaan, dia ada dibawah bayang-bayang kepentingan sekelompok orang dan menjadi salah satu tameng/perisai kekuasaan. Sampai disini tentu kita sulit berharap adanya perubahan mendasar pada BIN atas terwujudnya intelijen yang mumpuni dan disegani baik di kancah nasional maupun internasional.    

Meski secara formal intelijen negara bukan militer dan terpilihnya kepala BIN dari petinggi polri yang notabene sipil, bukan berarti operasi-operasi militer telah menjauh dari badan telik sandi negara ini. Demi alasan stabilitas beberapa bulan belakangan ini kritik lebih sering disikapi pemerintah dengan melakukan political covert action (aksi rahasia dibidang politik) dan ini jelas menghambat demokrasi. Bisa jadi demokrasi yang sedang tumbuh yang mestinya menjadi wilayah tugas pemerintah untuk menjaganya, menjadi layu sebelum berkembang. Sementara itu, prioritas-prioritas penting kebangsaan yang lebih signifikan terabaikan dan tak tersentuh tangan negara.   

Pandangan ini ingin menegaskan bahwa intelijen bukan bagian dari militer, kecuali intelijen yang dideklarasikan sebagai bagian dari pasukan tempur. Penyebutan intelijen tidak selalu mengandung maksud destruktif bahwa operasi intelijen tidak melulu operasi militer. Dalam konteks ini intelijen haruslah kembali kepada tugas pokok yang sesungguhnya yakni intelijen negara yang pro rakyat dan bukan bagian dari instrumen kekerasan.

Struktur intelijen negara yang tercerai berai menjadikan miskoordinasi sulit untuk dihindari. Struktur yang mencerminkan adanya jarak yang lebar itu tidak akan memiliki kemampuan untuk merespon secara cepat berbagai ancaman yang ada. Catatan banyaknya infiltrasi dari pihak asing yang oleh BIN tidak mampu diantisipasi akan menjadi catatan serius yang agak susah dihindarkan dari gambaran bahwa intelijen negara telah berubah.

Dalam struktur yang dikonsepsikan diatas berbagai pembenahan menjadi tidak dapat dihindari. Struktur yang mencerminkan intelijen negara dalam keadaan damai dan tidak akan mengasah kemampuan untuk menonjolkan kekerasan, model tugas seperti ini wajar untuk diterapkan. Kekerasan disini dimaksudkan dalam arti luas, tidak saja bentuk tindakan fisik yang mencederai orang, tetapi sebagai bentuk kooptasi dan penciptaan ketidakberdayaan masyarakat.

Untuk menjawab problem itu, kita tidak dapat menuntut upaya pembenahan semata-mata menjadi tugas intelijen negara saja meski ada beberapa permasalahan yang menjadi otoritas pihak BIN sendiri. Persoalan yang paling penting adalah bagaimana intelijen negara memiliki otoritas penuh atas dirinya dalam membangun sistem intelijen negara namun tetap terbuka untuk terus diberikan masukan oleh seluruh elemen bangsa. Disinilah peran masyarakat sipil menjadi amat mendasar, upaya mengoreksi hubungan BIN dengan kekuasaan negara, serta memberikan porsi yang tepat untuk hubungan itu. Tentu proses ini akan memakan waktu serta biaya politik yang tidak sedikit.

Pada sisi BIN sendiri mesti mengambil sikap dari intervensi politik yang sedang berlangsung, dan akan terus berlangsung hingga beberapa waktu ke depan. Upaya menuntut otoritas yang luas serta terbuka menerima saran dan masukan terhadap seluruh kekurangan yang ada. Seperti persoalan sindroma militer yang selama ini ada, perlu dicarikan solusinya, baik melalui pembenahan struktur, maupun aturan main aparat intelijen negara itu sendiri.                

 

*Pengamat Intelijen Pada Roda Indonesia Institute

Ikuti tulisan menarik Anthomi Kusairi SH MH lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu