x

Iklan

akhlis purnomo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

‘Senjata Terampuh’ Pewarta Investigasi

Senjata terampuh dalam menunaikan pelaporan investigasi bukanlah alat-alat penyamaran yang dipunyai James Bond. Senjata ini tidak terbeli atau dilucuti.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

DALAM sebuah peliputan investigasi, wartawan kadang harus bisa cerdas menentukan langkah dan taktiknya dalam bertugas. Seperti yang dilakukan oleh seorang pewarta investigasi. Sebut saja namanya Amri. Dalam sebuah penugasan ke sebuah kota di Jawa Timur untuk menguak eksploitasi hewan eksotis luwak. 

Proses penyelidikan Amri terhadap nasib-nasib luwak itu awalnya didasari atas adanya dugaan eksploitasi luwak yang seharusnya dibiarkan hidup bebas dalam memproduksi biji kopi khas tadi. Tetapi nyatanya luwak-luwak malang itu dikandangkan dan diperlakukan sedemikian rupa di luar kodratnya sebagai binatang liar demi memproduksi lebih banyak kopi luwak yang berkualitas tinggi dan bisa menembus pasar dunia.

Amri belum pernah berkunjung ke tempat tersebut dan ia juga tidak memiliki jaringan orang yang bisa diandalkan untuk membantunya merampungkan tugas berat tadi. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lalu apakah yang bisa ia lakukan? 

Pertama, Amri menyusun kerangka cerita atau narasi yang akan disampaikan. Dari sana, ia menentukan bahan-bahan rekaman apa saja yang harus didapatkan untuk mendukung narasi yang ditetapkan. Jadi, kurang tepat jika seorang pewarta investigasi terjun ke lapangan begitu saja tanpa merancang narasi yang sudah solid. Meski demikian, peliputan investigasi mesti dilakukan dengan mewawancarai sang tertuduh utama dulu. Baru jika akses informasi terkesan diblokir oleh narasumber ini, metode investigasi akan diterapkan dalam peliputan. Ia menjelajahi lokasi tersebut untuk mempelajarinya sebaik mungkin. Dengan mengenali medan, ia bisa menemukan celah untuk menemukan lokasi yang dimaksud. 

Lokasi tersebut memang tersembunyi dari pandangan mata umum. Dan di situlah sekelompok luwak dikandangkan dan dipelihara agar bisa secara industrial menghasilkan kopi biji luwak yang terkenal hingga mancanegara dan harganya tak masuk akal itu.

Awalnya Amri tidak bisa mengakses lokasi kandang luwak. Ia hampir saja bisa menembus penjagaan petugas di tempat itu tetapi sayangnya gagal di tengah jalan. Kegagalan itu disebabkan oleh pemimpin perkebunan yang sangat ketat dalam melarang masuknya pengunjung dengan kamera. Kamera Amri disita petugas sehingga ia tak bisa bekerja. Dan walaupun ia mungkin diperbolehkan masuk menyaksikan luwak tetapi tugasnya tidak bisa diselesaikan.

Mendapati halangan semacam ini, Amri yang gigih dan cerdik itu mengakali dengan sebuah strategi. “Caranya adalah dengan membeli sekantung kopi luwak 1 kg yang harganya sejuta rupiah. Itu murah sekali karena masih dalam bentuk biji,” ujarnya.

Kemudian Amri tidak serta merta membeli dan meninggalkan toko yang ada dalam kompleks luwak itu. Ia dengan sengaja dan halus menjalin pertemanan dengan orang yang kebetulan menjual kopi tadi. 

Dari perkenalan itu, Amri kemudian diperkenalkan dengan orang laboratorium. “Kemudian kami bisa mengopi bareng dia di malam hari,” tutur Amri dengan lugas.

Amri memiliki taktik lain yang siap ia gunakan. Dengan kepiawaiannya menggunakan kamera, ia pun menawari orang laboratorium tadi sebuah kursus penggunaan kamera DSLR yang rumit itu. 

Amri cerdik. Karena setelah itu, ia mengajak sang orang dalam untuk berpraktik di dalam lokasi kendang luwak. Dengan sengaja, ia menyetel kamera itu menjadi perekam video yang bekerja terus menerus merekam adegan dari masuknya ia ke dalam sampai ke luar lokasi. Ia juga meyakinkan orang dalam tersebut untuk tidak mengutak-atik kamera DSLR yang ia pegang. Dan yang terpenting ialah saat berada di kandang luwak ia bisa memfokuskan dan menstabilkan kamera DSLR agar merekam semuanya dengan mulus, tanpa banyak goncangan dan lebih terfokus.

Alhasil, Amri dengan mudahnya mendapatkan bahan untuk liputan investigasinya dengan memanfaatkan orang dalam yang tidak tahu apa-apa. “Dengan begitu saya tidak perlu sembunyi-sembunyi,” serunya membagikan pengalaman berburu berita. 

Akuisisi bukti rekaman dari pihak internal dianggap lebih aman dalam aspek hukum (apalagi jika nanti si target pemberitaan menyeret pewarta dan perusahaan media yang menaunginya ke meja hijau) daripada metode spionase atau mata-mata. “Hindari cara spionase jika cara lain masih bisa,” tegas Amri.

Dalam sebuah peliputan TKI, Amri juga mengalami sendiri pentingnya kecerdikan dalam mengorek bukti riil di lapangan tanpa harus bermain mata-mata. Ia telah berkorespondensi dengan seorang buruh migran dan begitu sampai di terminal 3 khusus TKI, buruh migran ini ia instruksikan untuk membuat masalah dengan petugas imigrasi. Misalnya, saat ia diharuskan menukar uang dollar Hong Kong ke Rupiah, ia harus berani melontarkan kritikan karena tarif penukarannya sangat tidak adil dan mahal.”Intinya ia harus membikin keributan di situ agar kami bisa merekam lebih lama dan kami berhasil,” kenang Amri yang kala itu rela menyamar sebagai seorang anggota keluarga TKI yang baru pulang dari Hong Kong. 

Amri membantah juga bahwa peliputan investigasi mesti harus menggunakan peralatan mahal dan kecil sehingga lebih mudah disamarkan. Ia menceritakan semua peliputannya dilakukan dengan alat yang biasa digunakan orang banyak walaupun ia tidak membantah peralatan mungil dan canggih bisa dipakai juga. 

Kasus lain yang ia harus kuak sebagai pewarta investigasi ialah penyelundupan manusia dalam lapas terbesar di Jakarta. Saat itu ia bisa masuk ke lapas dengan menggunakan taktik menyenangkan sang kelapa lapas. Target utamanya adalah menemukan warga binaan yang mengetahui dengan sangat baik kondisi lapas yang menjadi tempat terjadinya penyelundupan manusia. Namun, Amri mesti bersabar karena untuk bisa masuk ia harus meluluhkan kelapa lapas dulu. Cara yang digunakan Amri sangat unik. Awalnya ia melakukan pendekatan dengan datang ke ruangan kalapas saat peringatan 17 Agustus. Di acara semacam itu, biasanya wartawan diizinkan masuk ke lapas dan meliput perayaan dan pemberian remisi (pemotongan masa tahanan) bagi para warga binaan yang tercatat menunjukkan perbaikan dalam perilaku. Dan di sini ia menemui kalapas dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang membuai egonya agar ia merasa sangat berprestasi, sangat penting, dan mengagumkan. Begitu sang kalapas ‘melayang’ karena pertanyaan-pertanyaan yang mengangkat prestasinya, Amri menggunakannya sebagai pemberi akses masuk ke dalam penjara. Amri pun akhirnya sukses menemukan napi yang ia inginkan untuk diwawancarai. Jadi, pesannya ialah sederhana: buat hati si pemberi akses ke informasi berharga tadi senang dulu. 

Lain lagi dengan perjuangannya dalam peliputan investigasi terhadap sebuah lokasi smelter di tepian Sungai Mahakam, Kalimantan. Ia ditugaskan redaktur untuk merekam aktivitas pemuatan batubara dengan kapal tongkang. Awalnya ia mencoba dengan kamera tersembunyi. “Tapi hasilnya jelek. Saya lalu coba tanpa kamera tersembunyi,” cetusnya. Ia awalnya ingin agar bisa menemui walikota setempat untuk tujuan wawancara. Kenapa walikota? Karena dia-lah yang menguasai wilayah tersebut. Jika si pemegang kekuasaan sudah memberikan dukungan, gerak dan maneuver apapun terasa lebih mudah. Karena si walikota haus publikasi juga, ia sangat senang melayani pertanyaan wartawan ibukota karena dalam pikirannya ia pasti akan dimuat dalam media nasional dan menjadi terkenal dengan segala pencapaiannya selama ini. Seorang bawahan sang walikota pun hadir, dan ia bisa menunjukkan berbagai proyek di wilayah ini. Mereka dengan naifnya mengira Amri dan kawannya antusias meliput realisasi program pemerintah local tetapi tentu agenda Amri lain. Ketika ia sampai di tepi sungai besar, ia saksikan kapal tongkang dan smelter. Sembari berpura-pura mewawancarai narasumber tentang pelaksanaan program pemerintah, Amri merekam kegiatan kapal tongkang dan smelter di sekitarnya berdiri. “Sekuriti smelter mengira kami sedang mewawancarai narasumber dari walikota tetapi sebenarnya kami merekam kegiatan tongkang dan smelter di belakang narasumber tersebut dengan satu kamera lain yang sengaja kami tinggalkan dalam kondisi hidup,” tukasnya dengan penuh tawa mengenang peristiwa tadi. Dengan taktik ini, Amri sanggup merekam kegiatan dengan durasi 20 menit dan kualitas rekaman yang sangat memuaskan.

Ia membagikan cerita-cerita itu karena ia tidak ingin orang mengira bahwa peliputan investigasi selalu mesti dilakukan dengan diam-diam dan menyamar sebaik mungkin dari target. Padahal jika mau berpikir lebih keras sedikit, hasil liputan akan lebih baik tanpa harus bersembunyi. Caranya ialah dengan menggunakan cara-cara dan pendekatan humanis dan intrapersonal yang sepele tetapi sangat efektif memuluskan proses peliputan yang terkesan sangat menantang. Pegang ‘kepala’ dulu baru bergerak.

Amri malah mengatakan pendekatan ini lebih baik daripada dengan metode menyamar dalam sebagian tugas peliputan. Ia pernah secara sembunyi-sembunyi meletakkan kamera untuk merekam aktivitas yang sama dan tak lama kemudian seorang petugas keamanan lokasi mendatanginya untuk menegur. Si petugas sekuriti itu bersikeras mengetahui isi rekaman dan menyuruh dengan tegas untuk menghapus. Amri pun menuruti kemauannya agar terhindar dari konflik yang berujung pada kekerasan atau sejenisnya. Tapi liciknya, Amri tidak kalah akal. Ia memakai sebuah kamera lainnya untuk merekam tindakan sang petugas sekuriti yang mendatangi kemudian memerintahkan penghapusan rekamannya tadi. Dengan begitu, publik akan tahu bahwa memang sudah ada upaya untuk mendapatkan informasi secara terang, tanpa menyamar tetapi muncul reaksi menutup diri dari pihak yang dijadikan sumber pemberitaan. “Secara legal, kita sebagai pewarta bisa menggunakan rekaman ini sebagai bukti bahwa kita memang sudah terdesak dan tidak dapat menggunakan cara lain untuk menyelesaikan tugas jurnalistik kita selain dengan menggunakan strategi khusus yang tidak lazim seperti manipulasi dan spionase.” (*)

Ikuti tulisan menarik akhlis purnomo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu