x

Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep (kiri) bergurau dengan Ketua Umum Partai Gerindra yang juga calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto (kanan) pada puncak perayaan HUT ke-9 PSI di Stadion Jatidiri, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu 9 Desember 2023. Kegiatan yang diikuti ribuan simpatisan PSI se-Jawa Tengah tersebut mengusung tema Dendang Sayang PSI Menang. ANTARA FOTO/Makna Zaezar

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 13 Februari 2024 13:45 WIB

Hari Gini Prabowo Serukan Merit System?

Seruan Prabowo itu akan sangat didengar dan dihargai oleh khalayak seandainya ia dapat memulai dari dirinya sendiri saat memilih pendamping untuk maju ke perhelatan Pilpres 2024. Situasinya menjadi ironis ketika seruan agar sistem meritokrasi dikedepankan baru digaungkan justru menjelang hari pemungutan suara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di laman cnnindonesia.com, edisi hari ini, memuat berita dengan judul seperti ini: Prabowo Serukan Sistem Merit: Kebiasaan Kita Koneksi dan Koncoisme. “Kita harus menuju ke arah merit system. Semua adalah merit, prestasi, pengabdian, pengorbanan,” kata Prabowo seperti dikutip cnnindonesia.com. Pernyataan itu disampaikan Prabowo saat memberi sambutan pada acara Sidang Senat Terbuka Wisuda Program Sarjana, Magister, dan Doktor Universitas Pertahanan tahun 2024., Senin 12 Februari 2024. Prabowo juga dikutip memuji tradisi meritokrasi yang menurutnya berjalan di Unhan.

Berita di laman ini, juga di detik.com dan tempo.co, selanjutnya menyebutkan, Prabowo menyinggung tradisi di Indonesia selama ini kebanyakan masih bergantung pada praktik orang dekat ataupun nepotisme. Ia mengklaim tidak lagi menginginkan praktik tersebut tumbuh subur di Indonesia. “Kebiasaan kita adalah koneksi, ya kan, koncoisme, dan sebagainya. ‘Kamu anaknya siapa, kamu ponakannya siapa?’ dan sebagainya,” kata Prabowo seperti dikutip cnnindonesia.com.

Berita ini betul-betul menarik dan relevan dengan situasi sekarang, karena kutipan pidato Prabowo tersebut memperlihatkan kontradiksi antara apa yang ia sampaikan di forum tersebut dengan apa yang ia lakukan saat ini. Di satu sisi, Prabowo menyerukan merit system yang bertumpu pada prestasi, pencapaian, kompetensi, kapasitas, yang semua ini merupakan hasil pengemblengan oleh pengalaman konkret, tapi di sisi lain Prabowo berpasangan dengan Gibran Rakabuming.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kutipan ucapan Prabowo terkait kebiasaan memakai koneksi dan koncoisme juga patut dicermati. Ketika ia mengambil contoh ucapan ‘Kamu anaknya siapa, kamu ponakannya siapa?’, tidakkah Prabowo menyadari bahwa ucapannya itu memantul kembali kepada dirinya sendiri? Tidakkah ia menyadari dan becermin pada langkah-langkah yang ia ambil saat maju ke perhelatan pilpres saat ini? Anak siapa? Keponakan siapa?

Apakah ucapan Prabowo terkait ‘koneksi dan koncoisme, anak siapa dan keponakan siapa’ tersebut merupakan ungkapan isi hati yang sesungguhnya dan terlontar tanpa ia menyadari isi ucapannya? Ataukah ia menganggap bahwa figur yang berpasangan dengan dirinya dalam pilpres kali ini merupakan hasil saringan merit system yang betul-betul sudah teruji oleh pengalaman, sehingga ia merasa tidak perlu segan untuk mengritik koneksi dan koncoisme?

Meritokrasi merupakan jalan yang sangat baik untuk menyaring calon-calon pemimpin, sebab lazimnya didasarkan pada ukuran-ukuran objektif yang sebagian besar orang dapat bersepakat dengan hasilnya. Sangat berbeda halnya dengan koneksi, koncoisme, anak-isme, serta keponakan-isme yang bersifat subjektif. Dalam anak-isme dan keponakan-isme, unsur-unsur penilaian kepemimpinan seperti kapasitas, kompetensi, integritas, pengalaman positif, kematangan emosional, dan ukuran kepemimpinan lainnya praktis tidak dipedulikan.

Repotnya ialah ketika orang-orang cerdik pandai yang mengerti bahwa merit system atau meritokrasi itu merupakan jalan yang baik dan objektif, namun mereka inin justru mengingkarinya dan secara pragmatis mendukung cara-cara subjektif dengan mengandalkan prinsip anak-isme dan keponakan-isme. Seleksi kepemimpinan seperti ini betul-betul mengingkari nalar sehat dan hati nurani yang baik, padahal masa depan bangsa dipertaruhkan.

Seruan Prabowo itu akan sangat didengar dan dihargai oleh khalayak seandainya ia dapat memulai dari dirinya sendiri saat memilih pendamping untuk maju ke perhelatan Pilpres 2024. Situasinya menjadi ironis ketika seruan agar sistem meritokrasi dikedepankan baru digaungkan justru menjelang hari pemungutan suara. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu