x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menjadi Penonton Panggung Parlemen

Rakyat dibujuk untuk menyediakan panggung bagi politikus lalu dijadikan penonton drama mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Ketua DPR sudah berganti (lagi), dari Ade Komarudin ke Setya Novanto. Setelah sukses merebut jabatan Ketua Umum Golkar, Setnov mengambil alih kembali kursi Ketua DPR yang pernah dicopot darinya setelah peristiwa yang populer dengan sebutan Papa Minta Saham—yang hingga kinipun tak jelas ujung pangkalnya. Setnov melakukan gerilya yang ‘cerdik’, mundur selangkah lalu maju beberapa langkah. Melewati jalan sedikit berkelok tidak mengapa.

Maka, selama 11 bulan, Akom bertindak seolah-olah pelaksana tugas Ketua DPR. Menyedihkan? Tentu saja. Bukan kasihan kepada Akom, sebab ia niscaya menyadari benar konsekuensi terjun ke dunia politik, tapi yang menyedihkan ialah bahwa peristiwa politik ini seolah jauh dari fatsoen—seseorang bebas naik turun dan naik lagi jadi Ketua DPR seolah tak ada orang lain lagi yang layak. Lagi pula, tidak ada satu orang pun elite politik yang mempersoalkan kembalinya Setnov ke kursi DPR. Alasan para ketua parpol ini: “Itu urusan internal Golkar.” Presiden Jokowi pun setali tiga uang: “Itu ranah legislatif.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Maka, melenggang kangkunglah Setnov tanpa rintangan sedikitpun. Akom tidak berdaya, sebab ia tanpa dukungan dari manapun—dari sesepuh Golkar sekalipun tidak, apa lagi dari luar Golkar. Ia turun dari kursi tanpa tepuk tangan, bahkan ucapan terima kasih pun tidak.

Peristiwa ini memperlihatkan dengan terang-benderang bahwa rakyat tidak punya suara apapun dalam menentukan bagaimana seharusnya ‘wakil’nya di DPR bekerja. Siapapun dapat dicopot, dipindah, diganti, dinaikkan, bergantung atas kemauan sejumlah elite politik yang terbatas. Sudah berdiri dinding batas antara rakyat dan politikus yang menyatakan diri sebagai wakil rakyat, tapi sesungguhnya petugas partai.

Suara rakyat hanya diperlukan saat pemilihan umum tiba: dibujuk, dirayu, diiming-imingi, dijanjikan sesuatu. Setelah para politikus ini terpilih dan melenggang ke Senayan, suara rakyat tidak dipedulikan. Para politikus asyik dengan agenda sendiri.

Tidak ada satupun partai politik dan elitenya yang berpikir dan bertindak berkaitan dengan bagaimana seharusnya DPR dikelola agar sesuai dengan posisi mereka sebagai ‘wakil rakyat’—benar-benar menjadi, meminjam istilah Bung Karno, ‘penyambung lidah rakyat’. Masing-masing elite hanya berpikir tentang relasi kuasa di antara mereka sendiri. Jika suatu keputusan yang diambil partai lain menguntungkan pihaknya, mengapa harus ribut? Mereka bersikap ‘tahu sama tahu’. Ini tentang ‘meminta’ dan ‘memberi’ dalam pengertian simbiosis mutualistis untuk menjaga stabilitas relasi kuasa di antara mereka.

Tak heran bila Akom sendirian dan kesepian di tengah guncangan terhadap posisinya. Rakyat apatis. Tak peduli. Tak berkomentar. Bersuarapun, tak akan didengar.

Apa yang sesungguhnya terjadi di balik kembalinya Setnov ke kursi DPR akan segera jadi terang benderang dengan mengamati peristiwa politik yang akan berlangsung tidak lama lagi. Misalnya, apakah kursi pimpinan DPR akan bertambah untuk mengakomodasi partai tertentu dalam waktu dekat ini tanpa perdebatan apapun. Tampaknya perundingan berjalan sangat lancar. Para elite politik akan mudah mencapai kesepakatan untuk berbagi kursi. Yang penting, semua sama-sama senang.

Tawar-menawar dalam politik memang lumrah. Namun, bila kenyataannya para elite politik membujuk rakyat untuk menyediakan panggung bagi mereka lewat pemilu dan kemudian ternyata mereka menjadikan rakyat sekedar penonton drama mereka, harapan apa lagi yang masih dapat kita pertahankan? Melihat kenyataan ini, pertanyaan berikut tak memerlukan jawaban panjang lebar: DPR itu wakil partai dan elitenya atau wakil rakyat? (Foto gedung DPR, tempo.co) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler