x

Anggota parlemen memberikan suara pada voting pemakzulan Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye di Majelis Nasional, Seoul, 9 Desember 2016. Park dijatuhkan setelah diketahui terlibat dalam sejumlah skandal politik. Kim Hong-Ji/AP

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pemakzulan Presiden Korea~Hani Adhani

Dalam konstitusi Republik Korea, proses pemakzulan tidak hanya dapat dilakukan terhadap presiden, tapi dapat juga dilakukan terhadap pejabat publik lainnya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hani Adhani

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Panitera Pengganti Mahkamah Konstitusi RI

Isu adanya korupsi yang dilakukan oleh Presiden Korea Park Geun-hye pada akhirnya telah memaksa ribuan rakyat Korea untuk turun ke jalan guna menuntut Majelis Nasional Korea, parlemen negeri itu, memakzulkan Park. Awal Desember lalu, parlemen akhirnya memutuskan untuk memakzulkan Park dengan dukungan 234 dari jumlah total 300 legislator.

Dalam konstitusi Republik Korea, proses pemakzulan tidak hanya dapat dilakukan terhadap presiden, tapi dapat juga dilakukan terhadap pejabat publik lainnya, seperti perdana menteri, menteri, hakim konstitusi, hakim, pejabat audit, dan anggota komisi pemilihan umum. Jika pejabat tersebut dianggap melanggar konstitusi atau melanggar tugas dan kewajibannya sebagai pejabat publik, parlemen dapat mengajukan permohonan pemakzulan jika diusulkan oleh 1/3 anggota parlemen dan disetujui oleh 2/3 anggota parlemen.

Dalam sejarah ketatanegaraan di Negeri Ginseng, proses pemakzulan presiden melalui Mahkamah Konstitusi pernah juga terjadi pada 2004. Pada saat itu, Presiden Roh Moo-hyun dimakzulkan oleh parlemen karena dianggap telah melanggar undang-undang pemilihan umum. Dia secara terang-terangan mendukung salah satu partai politik menjelang pemilihan anggota Majelis Nasional, padahal Undang-Undang Pemilu Korea menggariskan bahwa pejabat publik harus bersikap netral.

Atas pelanggaran tersebut, parlemen pada 12 Maret 2004 memakzulkan Roh Moo-hyun. Mahkamah Konstitusi, yang salah satunya kewenangannya menyelesaikan permohonan pemakzulan, kemudian menyidangkan permohonan pemakzulan tersebut dan pada 14 Mei 2004 membacakan putusannya dengan Nomor Perkara 2004 Hun-Na.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyatakan bahwa konferensi pers Presiden Roh Moo-hyun yang berisi tentang dukungan terhadap salah satu partai politik adalah tindakan yang bukan termasuk dalam kategori pelanggaran hukum berat. Meski Presiden telah melanggar hukum, tapi pelanggaran tersebut tidak cukup serius untuk menjatuhkannya dari kursi presiden. Karena itu, Mahkamah menolak permohonan pemakzulan itu. Putusan ini menjadi salah satu putusan landmark yang menjadi patokan dalam memutus perkara pemakzulan presiden secara konstitusional dan menjadi rujukan bagi peradilan konstitusi di seluruh dunia.

Dalam pengambilan keputusan atas permohonan pemakzulan Presiden tersebut, sama seperti halnya di Mahkamah Konstitusi Indonesia, kuorum pengambilan keputusan harus juga dihadiri oleh minimal tujuh hakim konstitusi. Jumlah hakim MK Korea berjumlah sembilan orang yang setiap tiga orang merupakan representasi dari parlemen, presiden, dan Mahkamah Agung. Meskipun dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Korea disebutkan bahwa sembilan hakim MK dipilih oleh presiden, dalam proses pemilihannya, parlemen diberi hak juga untuk menentukan tiga hakim dan tiga hakim lainnya dinominasikan juga oleh Ketua Mahkamah Agung Korea.

Proses persidangan perkara pemakzulan Presiden Park Geun-hye ini mungkin akan memakan waktu 180 hari dan dalam kurun tersebut Mahkamah Konstitusi akan melakukan persidangan guna mendengarkan keterangan dari berbagai pihak, yaitu Majelis Nasional selaku pemohon dan dari kubu Presiden Park selaku pejabat publik yang dimakzulkan. Bila melihat pentingnya perkara ini, pastinya Mahkamah akan berupaya untuk menghadirkan para pihak tersebut dalam persidangan, meskipun bisa saja Mahkamah menyidangkan dan memutus perkara tersebut tanpa dihadiri para pihak khusus pejabat yang dimakzulkan.

Sebelum adanya putusan final dari Mahkamah, pejabat publik tersebut tidak boleh melaksanakan tugasnya (nonaktif). Apabila permohonan/gugatan pemakzulan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah, pejabat publik yang dimakzulkan tersebut tidak boleh menjadi pejabat publik selama lima tahun ke depan dan keputusan tersebut tidak menyebabkan pejabat tersebut lepas dari tuntutan pidana.

Patut kita tunggu proses persidangan dan putusan Mahkamah Konstitusi Korea mengenai pemakzulan Presiden Park ini. Apakah nantinya Mahkamah akan mengabulkan permohonan pemakzulan itu atau mungkin ditolak seperti perkara pemakzulan Roh Moo-hyun pada 2004 lalu? Perkara ini bukan hanya menjadi sorotan masyarakat Korea, tapi juga masyarakat dunia.

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu