x

Iklan

Cynthia Debby

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Stop! Persekusi di Indonesia

Timbulnya sikap/perilaku yang main hakim atau persekusi sendiri tidak terlepas dari adanya pemicu yang menggerakannya, ada hubungan sebab akibat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akhir-akhir ini pemberitaan di media online maupun di media sosial kita disuguhi oleh sebuah kata “PERSEKUSI”. Banyak dari kita bertanya-tanya apa sih arti dari kata persekusi tersebut?

Menurut kamus Bahasa Indonesia kata “persekusi” adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti, dipersusah, atau ditumpas. Jika kita lihat arti dari persekusi tersebut, maka tindakan tersebut sangat bertentangan dengan negara yang mempunyai hukum. Negara yang mempunyai hukum tidak akan mentolerir atau membenarkan aksi-aksi sepihak dari oknum maupun kelompok untuk mengadili seseorang yang disinyalir telah menyakiti oknum maupun kelompok tersebut, artinya tak boleh ada kelompok manapun yang boleh main hakim sendiri, karena Indonesia negara hukum, maka semua urusan harus dikembalikan ke hukum.Terlepas siapa yang salah atau yang tidak salah, tentunya kita tidak boleh terjebak dalam persoalan tersebut, namun yang harus diselesaikan adalah bagaimana agar persekusi yang ada saat ini dihentikan oleh semua pihak, baik oleh pelaku maupun oleh korban.

Timbulnya sikap/perilaku yang main hakim atau persekusi sendiri tentunya tidak terlepas dari adanya pemicu yang menggerakannya. Jika kita telusuri tahapan-tahapan sampai terjadinya persekusi tersebut maka dapat kita gambarkan dalam sebuah alur antara lain, Pertama ada orang/kelompok yang sengaja memancing kemarahan atau penyebar kebencian. Kedua, ada orang/kelompok yang merasa dilecehkan dan melakukan tindakan main hakim sendiri, sehingga dari alur tersebut tentunya itu ada hubungan sebab akibat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk oknum/kelompok yang Pertama tentunya hal tersebut tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan nilai-nilai sosial dan melanggar hukum (Undang-Undang) jika memang pernyataan yang dibuat sifatnya mengejek, mencemooh dan menista. Namun jika pernyataan yang ditulis oleh oknum/kelompok Pertama merupakan kritikan yang sifatnya untuk membangun, mengingatkan dan mengkritik secara positif, seharusnya pernyataan tersebut dapat dijadikan sebagai sebuah bentuk nasehat dan petuah bagi oknum/kelompok Kedua.

Sedangkan untuk oknum/kelompok Kedua, tindakan yang dilakukan itu salah dan bertentangan dengan hukum yang ada di negara kita, jika dalam menyikapi ejekan, cemoohan dan penistaan dari oknum/kelompok Pertama dilakukan menurut kehendak mereka sendiri. Namun jika aksi yang dilakukan oleh oknum/kelompok Keduadi dalam melakukan aksinya dengan cara-cara yang baik seperti himbauan (cara kekeluargaan) kepada oknum/kelompok Pertama secara langsung, seharusnya itu dapat dijadikan sebagai pelajaran untuk oknum/kelompok Pertama agar dapat lebih santun baik dalam ucapan maupun pikirannya.

Aparat Penegak Hukum Harus Tegas, Adil, Netral dan Responsif

Disisi lain memang diperlukan kesiap-siagaan/sikap responsif dari aparat penegak hukum untuk dapat bersikat netral dan transparan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan diatas. Yang lebih penting lagi yaitu, salah satu unsur Persekusi tidak akan terlaksana kalau aparat penegak hukum menindak tegas dan cepat terhadap pelaku yang melanggar hukum, baik terhadap oknum/kelompok Pertama maupun Kedua. Penegakan hukum adalah kuncinya, harus tajam ke atas dan ke bawah, tidak boleh tebang pilih apalagi sampai merugikan salah satu pihak. Jika aparat penegak hukum dapat bertindak tegas, adil, netral dan responsif, maka tidak akan ada kelompok yang saling mengejek atau menghina dan tidak ada oknum/kelompok yang berani main hakim sendiri atau Persekusi.

Saat ini memang diperlukan suri tauladan oleh semua pihak untuk melakukan tindakan yang baik, pernyataan yang baik dan perbuatan yang baik. Sikap-sikap dan perilaku-perilaku yang baik seharusnya dijadikan sebagai agenda oleh masing-masing individu, baik itu pejabat negara sampai kepada yang bukan pejabat negara, sehingga aksi saling serang menyerang sampai kepada aksi penindakan/main hakim sendiri dapat dihindari.

Mungkin kita pernah mendengar sebuah peribahasa yang mengatakan “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, sehingga tidak heran jika perilaku-perilaku negatif dan menyimpang yang kita lihat dan kita dengar ini merupakan citra dari para pemimpinnya, pejabatnya dan tokoh-tokohnya yang telah memberikan contoh yang kurang baik.  Tak bergunalah jika manusia itu mempunyai hati yang penuh dengan tipu muslihat dan selalu merencanakan yang jahat karena semua itu akan menimbulkan perseteruan dan pertengkaran.

Oleh karena itu marilah kita mulai dari sekarang berlomba-lomba untuk melakukan hal-hal yang baik, hal-hal yang enak dilihat oleh mata dan hal-hal yang merdu untuk didengar serta jangan pernah kita iri kepada orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai sosial.

Ikuti tulisan menarik Cynthia Debby lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu