x

Iklan

Ulifah Tata

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengais Rejeki untuk Sang Ayah Pemalas

Kisah pekerja anak usia 12 tahun yang mencari nafkah buat ayah pemalas

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Anak merupakan permasalahan bangsa yang membutuhkan tindakan segera berkesinambungan. Pemerintah di Indonesia berkomitmen untk menanggulangi pekerja anak. Komitmen itu dinyatakan dalam ratifikasi Konvensi ILO No. 138 mengenai batas usia minimum anak diperbolehkan bekerja  melalui Undang-Undang no. 20 TAhun 1999.  Dan Konvensi ILO No. 182 tentang pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak melalui Undang-Undang No. 1 tahun 2000.

Mungkin diperlukan perhatian yang lebih intens terhadap pekerja anak yang melakukan pekerjaan terburuk, meskipun hal tersebut masih bertentangan antara Undang-Undang dengan realita kemiskinan keluarga. Sehingga pihak yang berwenang dihadapkan pada kenyataan bahwa harus melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa anak yang bekerja di sekor perkebunan tembakau, nelayan, kuli bangunan, Pekerja Rumah Tangga Anak, Nelayan di wilayah Kabupaten Probolinggo bagian Timur  yang saya temui pada umumnya juga masih menempuh jalur pendidikan. Mereka  bekerja sebagai nelayan di malam hari adalah tradisi turun menurun untuk membantu perekonomian keluarga, di pagi hari mereka bersekolah. Namun dia selalu tertidur di dalam kelas. Tidak bisa mengikuti pelajaran layaknya siswa lain yang tidak bekerja di kelasnya. Begitu juga beberapa di antara mereka membantu orang tuanya merajang tembakau pada malam hari, keesokkan harinya tembakau tersebut harus dijemur, sehingga pada saat sekolah mereka juga tidak bisa menahan ngantuk setelah semalam tidak tidur. Beberapa dari mereka terpaksa menjadi kuli bangunan sehingga masuk sekolahpun ketika mereka tidak ada pekerjaan. Pada umumnya mereka yang bekerja pada malam hari adalah anak usia 16 sampai dengan 18 tahun.

Lebih miris lagi ada seorang anak mulai  usia 11 tahun teman sekelas anakku di SD  sudah harus dipaksa mencari nafkah orang tua, buat beli rokok dan beli beras. Seringkali sang anak harus mencari ikan wader di sungai sendirian. dan hasilnya  dijual. Terkadang dia menjual jasa ikut jadi kuli bangunan dan disuruh tetangga untuk bersih-bersih rumah dan pekerjaan sesuai kebutuhan yang pakai jasanya. Meskipun dia sdh bekerja seringkali dia  gak sarapan, sehingga waktu sekolah tidak jarang dia kelaparan. Hanya kalau guru melihatnya pasti merasa iba..sehingga di belikan nasi bungkus di sekitar sekolah. Dia rela berkorban asal ayahnya bisa merokok. Orangtuanya sudah cerai, dia tidak diperkenankan ikut ibunya. Sekarang dia sudah berusia 15 tahun, dan duduk di bangku SMP, kondisinya masih tetap sama, masih rajin mencarikan nafkah ayahnya yang pemalas tersebut. Tidak seorangpun yang mempunyai keberanian untuk membantu dia keluar dari masalahnya. Tetapi bagi kita yang memahami pemasalahan tersebut sudah seyogyanya untuk segera membantunya.

Cerita itu saya tulis untuk menjadi perhatian semua pihak, apabila menemukan hal-hal tersebut di atas tidak berpangku tangan dan melakukan pembiaran. Apalagi terhadap bentuk-bentuk pekerjaan yang mengekploitasi anak seperti perdagangan anak untuk pelacuran, seks komersial dan Pekerja Rumah tangga Anak (PRTA) yang banyak dikirim dari daerah perdesaan terpencil dan desa- desa tertinggal. Smoga cita-cita Indonesia bebas pekerja anak terwujud pada tahun 2022.

Penulis:

Ulifah

Probolinggo

Ikuti tulisan menarik Ulifah Tata lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler