x

Iklan

Dewa Made

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 13 Juni 2019 22:17 WIB

Tiket Pesawat Mahal, Diskon Ojek Online Mau Dibatasi, Ah...Saya Rindu Jonan

Gebrakan Menteri Budi Karya masih belum sementereng Ignasius Jonan dalam membenahi sistem transportasi di Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kesalahan pertama Menteri Budi Karya yang saya ingat adalah ketika memaksakan pengoperasian Terminal 3 Ultimate di Bandara Soekarno Hatta pada 2016 silam. Padahal kala Budi Karya masih menjadi Dirut Angkasa Pura 2 dan Ignasius Jonan masih menjadi Menteri Perhubungan, Jonan mewanti-wanti untuk menunda pengoperasian Terminal 3 karena dinilai belum layak beroperasi. Hal ini tentu bertentangan dengan gelagat Presiden Jokowi yang selalu ingin serba cepat dan meradang jika ada keterlambatan eksekusi.

Tak lama kemudian, Jonan diresuffle sementara Budi Karya dilantik menjadi Menteri Perhubungan.  Setelah menjabat menteri, Budi justru mengambil keputusan beresiko. Dia mulai mengoperasikan Terminal 3 sembari menyempurnakan fasilitas-fasilitasnya. Keputusan ini jelas bertentangan dengan Jonan. Dan benar saja, ketika hujan deras, Terminal baru yang belum sempurna itu kebanjiran. Protes pun bermunculan di sosial media. Tidak hanya protes soal banjir tetapi juga hingga fasilitas toilet yang belum sempurna.

Setelah tidak begitu melihat gebrakan Budi Karya, sejak penghujung 2018, masyarakat justru heboh dengan kenaikan harga tiket pesawat yang signifikan. Beberapa diantaranya bahkan membandingkan tarif tiket ke luar negeri yang lebih murah dibanding rute domestik. Hal itu bukanlah hoax, saya pun mengalaminya langsung.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kendati saya bukan orang yang tajir melintir, beberapa tahun ke belakang ini saya masih lebih leluasa bepergian dengan pesawat. Alasannya jelas, tarifnya masih ramah di kantong saya. Tetapi sejak awal 2019, saya berpikir keras setiap mau bepergian dengan pesawat. Tarifnya naik hampir 2 kali lipat dari biasanya. Tarifnya bahkan tidak turun meskipun musim liburan telah usai. Yang bikin tambah pening adalah kenaikan tarif dibarengi dengan pemberlakuan biaya bagasi. Biaya bagasi yang mulanya gratis hingga 20 kg pun pudar. Padahal selama ini, maskapai di Indonesia telah lazim menggratiskan bagasi. Lalu kenapa tiba-tiba harus berbayar? Apa selama ini maskapai mendapat subsidi untuk biaya bagasi? Kalaupun akhirnya bagasi harus berbayar atas alasan beban operasional, seharusnya dimulai pelan-pelan, misalnya pemberlakuan gratis dari 20 kg menjadi 10 kg dan terus diturunkan hingga akhirnya benar-benar berbayar sepenuhnya.

Selain itu, kenaikan harga tiket pesawat sangat kontras dengan semakin gencarnya pemerintah dalam membangun bandara berkelas internasional. Ketika sejumlah bandara telah dipercantik dan dilengkapi fasilitas memadai, jadi lucu ketika bandara yang sudah bagus namun jumlah penumpang kian turun. Apakah bandara-bandara cantik itu hanya disiapkan untuk bangku kosong?

Permasalahan tidak hanya awet di udara, Pak Budi mulai masuk ke ranah darat dengan menyasar ojek online. Setelah menerapkan batas bawah tarif ojek online, beliau ingin melarang diskon yang diberikan pihak aplikasi kepada penggunanya. Padahal diskon ini tentu sangat berarti untuk pengguna jasa ojek online. Konsumen mana yang tidak ingin menikmati harga murah. Untungnya, rencana Pak Menteri ini dibatalkan karena terkendala regulasi.

Kalaupun ingin membenahi jasa transportasi online, yang lebih genting dari urusan diskon adalah bagaimana pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan yang melindungi para driver. Menjamin para driver untuk mendapat biaya jaminan kesehatan, asuransi kecelakaan, jaminan pensiun, dan mendapat upah yang layak sesuai beban kerja, tanpa harus dipotong sana-sini oleh penyedia aplikasi. Kalaupun memang pemerintah tidak mau rakyat bergantung pada transportasi online, ya… bangunlah sistem tranportasi massal yang banyak dan berkualitas, plus murah.

Untuk urusan terobosan di bidang perhubungan, Jonan masih lebih unggul. Jasa besarnya adalah berhasil merapikan manajemen perkeretaan Indonesia sampai senyaman sekarang. Tulisan ini akan lebih panjang jika menguraikan prestasinya satu per satu. Lalu terkait kebijakan manyangkut transportasi udara, Jonan pernah membuat keputusan kontroversi yang justru memuaskan konsumen. Seperti misalnya penggabungan biaya airport tax ke dalam komponen tarif tiket pesawat sehingga penumpang cukup bayar sekali tanpa embel-embel tarif lain. Hal ini justru mendapat penolakan dari maskapai. Entah itu alasan sistem atau memicu ‘keribetan’. Tapi ketika Jonan tegas menerapkan aturan tersebut, jreng jeng jeng jeng, kini kita cukup bayar sekali saat beli tiket. Toh para maskapai ternyata bisa menerapkannya dengan baik. Pada masa-masa itu tiket pesawat masih lebih murah, OTA rajin memberi diskon, travel fair juga cukup banyak. Hal ini berdampak besar pada peningkatan jumlah penumpang.

Secara pribadi saya masih penasaran dengan terobosan Jonan selanjutnya, terutama menyangkut  transportasi darat. Karena pasti tidak mudah. Namun saya tidak mengerti mengapa orang yang bertalenta dalam membenahi sistem transportasi di Indoneaia malah dengan cepat dilengserkan sebelum menunjukan kinerjanya dengan maksimal. Dan celakanya, kinerja penggantinya pun tidak cukup menggembirakan.

Ikuti tulisan menarik Dewa Made lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler