x

. KPK menjelaskan tujuh orang berasal dari direksi BUMN, driver dan pihak swasta.

Iklan

Napitupulu Na07

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Agustus 2019

Senin, 5 Agustus 2019 17:04 WIB

Gerakan Moral dan Penyederhanaan Demokrasi untuk Mencegah Korupsi

Sudah 20 tahun reformasi bejalan namun penyakit moral dan mental kita bukan membaik malah melorot. Terjadi 3 masalah moral: (1)meluasnya praktik korupsi, kolusi, nepotisme yang dipicu oleh sistem pemerintahan dan demokrasi politik yang rumit, lambat, boros karena banyaknya tingkat pemerintahan, dan pemilu langsung pileg, pilpres, pilkada & pilkades; (2) tertip hukum, keamanan, dan keselamatan warga yang lemah, (3) merosot kehidupan moral dan sosial warga dan anak-anak usia sekolah. Diusulkan solusi: (i) SDM yang taat hukum dan memiliki kualitas dan nilai yang terkandung dalam Pancasila; (ii) Penyederhanaan sistem pemerintahan daerah otonomi dan demokrasi politik pemilu;(3) penegakan hukum yang kuat dan (4)Penataan sistem komunikasi dan informasi nasional agar kontennya positip.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sudah 20 tahun reformasi berjalan dengan lima kabinet, namun penyakit moral dan mental kita bukan membaik malah melorot. Kemerosotan moral yang dipertontonkan oleh maraknya OTT KPK, kejahatan narkoba, prostitusi, pembunuhan, perampokan, perdagangan orang, pembalakan hutan dan tambang illegal; dalam kondisi kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, hutang negara bertambah, serta sumber daya alam habis, sungguh memprihatinkan!

Apa yang terjadi? Sedikitnya ada tiga masalah moral telah mendera NKRI. Bibit masalah ini sudah ada sejak zaman kolonial, terbawa ke zaman kemerdekaan era orde lama, bertumbuh pada era orde baru, dan meluas pada era reformasi, terlebih setelah diberlakukannya pemilu langsung serta adanya kemudahan komunikasi dan akses ke media sosial. Tiga masalah itu meliputi: Pertama: “meluasnya praktIk korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang dipicu oleh sistem tata kelola pemerintahan dan demokrasi politik pemilu yang rumit, lambat, boros, karena banyaknya tingkat pemerintahan, dan pemilu langsung pileg, pilpres, pilkada & pilkades”. Kedua: “tertip hukum, keamanan dan keselamatan warga bangsa yang lemah”. Ketiga, “merosot dan rusak kehidupan moral dan sosial warga masyarakat, dan anak-anak usia sekolah karena bebas dan marak-nya game, perjudian online, dan pornografi dibarengi miras, narkoba, prostitusi, perzinahan dll”.

Terkait demokrasi politik pemilu, orang awam-pun paham bahwa biaya besar yang dihabiskan dalam proses kampanye sampai terpilih, nilainya jauh lebih tinggi dibanding gaji, tunjangan setelah menjabat. Dalam tata kelola pemerintahan, bagi aparatur sipil negara (ASN), anggota POLRI, dan pegawai BUMN sejak masuk dan untuk duduk menjabat perlu biaya. Akibatnya, untuk mengembalikan modalnya ditambah perilaku tidak jujur dan serakah maka si pejabat dengan kewenangan sendiri atau bersama, berupaya menciptakan situasi agar semua urusan: perizinan, jabatan, surat tanah, pagu anggaran, bea cukai / pajak, kredit bank, keputusan hakim / tuntutan jaksa, temuan auditor, tender, konstruksi sub standar, kadar limbah di atas ambang batas, melanggar tata ruang dll. mesti ada imbalan uang alias korupsi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itu sangat logis, apabila tidak ada upaya pencegahan KKN yang mendasar meliputi: (a) penyederhanaan sistem: Pemerintahan 2 OTDA & Pemdes, dan Demokrasi politik pemilu, serta (b) perubahan perilaku dengan tobat nasional, dari tujuh dosa sosial mematikan yang selama ini kita anut yaitu: kaya tanpa kerja keras; hiburan tanpa hati nurani; pengetahuan tanpa karakter; profesi, bisnes tanpa etika dan moral; sains tanpa kemanusiaan; agama tanpa pengorbanan; dan politik tanpa prinsip (Mahatma Gandhi - 1925, the seven deadly sin); maka OTT KPK sebagai upaya represif pemberantasan korupsi, akan terus marak walau sudah ada pengawasan dan penindakan berlapis: Inspektorat Daerah, Inspektorat Jenderal K/L, BPKP, BPK, Kejaksaan, hingga KPK.       

Apa solusinya? Mengacu pada tiga masalah moral tersebut di atas diusulkan perangkat penataan ulang melalui reformasi lanjut dan transformasi, untuk menciptakan kehidupan sosial budaya masyarakat dan tata kelola pemerintahan yang taat hukum, bersih, berkualitas, efisien, dan tangguh, meliputi dua bidang mendasar yaitu: (i) Kualitas Sumber Daya Manusia, dan (ii) Tata kelola pemerintahan dan Demokrasi politik pemilu. Solusi dua bidang mendasar ini sangat layak sebagai inisiatif MPR 2020-2024.

 Bidang kesatu: “Pengembangan dan Pembinaan SDM agar taat hukum, dan  kompeten, serta memiliki karakter, kualitas dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila” sebagai prioritas penting dan mendesak, mengawali perbaikan. Untuk itu, semua pilar bangsa perlu segera, menginisiasi adanya “Gerakan Moral Pertobatan Bangsa” (GMPB), guna meninggalkan tabiat kualitas lama, tujuh dosa sosial mematikan tersebut di atas, dan bertransformasi mempraktikkan tabiat kualitas baru tujuh “perbuatan,  perilaku berkualitas dan bernilai baik” (PBB), yang digali dari kelima sila Pancasila sesuai urutannya yaitu: (1) ibadah, agama dengan pengorbanan, (2) hiburan dan kesenangan dengan hati nurani, (3) pengetahuan dengan karakter yang benar, (4) iptek dengan kemanusiaan, (5) pemerintahan dan politik dengan prinsip-prinsip yang baik, (6) bisnes dan profesi dengan etika dan moral, (7) kekayaan dan kemakmuran dengan kerja keras dan kompetensi.

Kemudian, para pilar bangsa, perlu menyepakati dan mendeklarasikan “Ikrar Transformasi Kualitas Bangsa” (ITKB) yang bernilai tinggi. Janji atau komitmen untuk menjalankan prilaku dan tindakan yang didasarkan pada nilai, standar dan tolok ukur yang teruji baik, yang bersumber dari Pancasila untuk setiap urusan atau tata kehidupan: politik, negara, bangsa, masyarakat, usaha, profesi, keluarga, dan pendidikan. Untuk mudahnya menghayati dan memasyarakatkan Konsep ITKB, ibarat mata uang logam mulia yang bernilai tinggi, mempunyai dua sisi: sisi pertama Semua Urusan Mesti Ukuran Teruji; sisi kedua Komitmen, Kualitas, Nilai disingkat SUMUT / KKN Baru. Sisi pertama SUMUT Baru adalah praktek “7 (tujuh) kebiasaan perbuatan yang berkualitas dan bernilai baik” (7KPBB) yang harus dikedepankan sebagai tolok ukur dan bukti ‘komitmen, kualitas, dan nilai’ (KKN Baru).

Praktik SUMUT / KKN baru oleh semua pilar bangsa, akan menghasilkan semua urusan selesai dengan baik, benar, berkualitas dan tepat waktu tanpa imbalan uang terima kasih. Ujungnya OTT KPK akan tidak ada, kejahatan kriminal dan perdata juga tereduksi sehingga kebutuhan lembaga, personel serta biaya pengawasan dan keamanan bisa berkurang drastis guna menambah APBN.

Bidang  kedua: “Peningkatan efektivitas dan efisiensi tata kelola pemerintahan dan demokrasi politik pemilu”, guna menghemat belanja negara dan mengoptimalkan output / outcome pembangunan sehingga dapat memperkokoh basis ekonomi dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat; meliputi: Satu; Guna menjamin: kelancaran koordinasi keterpaduan dalam penetapan sasaran, perencanaan, pemrograman dan kecepatan pelaksanaan pembangunan serta monitoring, evaluasi hasilnya, mutlak perlu menyederhanakan “sistem pemerintahan” dari dua (tiga dengan desa) otonomi menjadi satu otonomi di tingkat propinsi dengan jumlah 50 – 60 propinsi (pemekaran 34 provinsi yang ada), mirip DKI bupati / walikota dan kepala desa / lurah adalah ASN. Penyederhanaan sistem pemerintahan ini sekaligus akan mengurangi 500 lebih Pilkada kabupaten/kota dan  75.000 lebih Pilkades;

Dua; Penguatan sistem hukum dan peradilan dengan upaya penegakan hukum atas kejahatan pidana maupun perdata secara tegas, kuat tanpa tebang pilih. Utamanya hukuman paling berat untuk para koruptor, kejahatan narkoba, kekerasan sex, perdagangan orang, pencemar limbah B3, pembalakan hutan, tambang illegal dan pelanggar Rencana Tata Ruang: Nasional, Pulau, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kawasan Khusus.

Tiga; Penataan sistem komunikasi dan informasi nasional, agar isinya baik, aman, positip, mendidik dan menguatkan kerukunan warga bangsa, dengan pengawasan yang ketat dan sangsi hukum yang tegas atas berita bohong, hujat dan kebencian.  

Empat; penting segera menyederhanakan sistem pemilu Pilpres, Pilkada, Pileg dan Parpol guna menghemat waktu, biaya, dan mencegah politik uang / korupsi, serta menghindari segregasi bangsa, kelelahan, korban dan sengketa pemilu, dengan: (i) Mengurangi  banyaknya Pilkada melalui simplipikasi sistem pemerintahan (butir satu di atas); (ii) Mengurangi banyaknya partai politik, melalui kenaikan ambang batas parlemen. Jumlah partai yang ideal adalah lima, dengan pemilihan langsung untuk Pilegnas dan Pilpres, sedangkan Pilgub dan Pilegda serentak terbatas sesuai masa jabatan. Biaya partai politik disediakan oleh negara; (iii) Menurunkan ambang batas pencalonan Presiden agar muncul lebih dari dua Capres/Cawapres sehingga terhindar kompetisi head to head; (iv) Membatasi pencalonan Presiden dan Gubernur hanya sekali dengan masa jabatan lebih lama 7 atau 8 tahun, guna meniadakan calon petahana yang diduga memanfaatkan jabatannya, sehingga memicu timbulnya sengketa pilpres dan pilkada.

Ikuti tulisan menarik Napitupulu Na07 lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler