Skandal Korupsi Imam Nahrawi: Faktor Butuh atau Serakah?
Kamis, 19 September 2019 15:48 WIBApakah tersangka kurang berakhlak? Mari kita lihat. Teori Jack Bologne menyebutkan: korupsi terjadi karena keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan. Tiga elemen pertama merupakan pemicu.
Kita asumsikan saja, Komisi Pemberantasan Korupsi memegang bukti aliran duit ke Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi. Reputasi KPK tidak diragukan. Aliran fulus, melalui asistennya, itu mencapai Rp26,5 miliar.
Sebagian diduga suap pencairan dana hibah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia. Sebagian lagi karena posisi Imam sebagai Ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Tugas Program Indonesia Emas.
Buat apa saja uang itu? Sesuai keterangan pimpinan KPK , duit itu digunakan untuk: kepentingan pribadi dan kepentingan lain.
Modus yang simpel.
Modus korupsi di kalangan pejabat sebetulnya simpel, terutama yang berkaitan dengan penggunaan anggaran negara. Dalam kasus Imam Nahrawi yang telah mengundurkan diri dari jabatan Menpora, ia diduga menerima suap (fee) antara lain dari pencairan dana hibah untuk KONI.
Dana hibah itu cukup besar. Untuk anggaran 2018 saja, jumlahnya hampir Rp 50 miliar. Alokasi serupa diduga juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Motifnya apa? Apakah tersangka kurang berakhlak? Tidaklah semudah itu menilai seorang pejabat melakukan korupsi. Tengok saja riwayat hidup Imam. Politikus berusia 47 tahun itu adalah lulusan UIN Sunan Ampel Surabaya. Ia juga lulus program Pascasarjana Magister Kebijakan Publik di Universitas Padjajaran, dua tahun lalu.
Pengalamannya pun lumayan. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu pernah menjadi Dewan Perwakilan Rakyat selama dua periode sebelum diangkat menjadi menteri.
Butuh atau serakah?
Teori Jack Bologne menyebutkan: korupsi terjadi karena keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs), dan pengungkapan (expose). Tiga elemen pertama merupakan pemicu, dan yang terakhir merupakan konsekuensi seperti yang dihadapi Imam Nahrawi saat ini.
Untuk pemicunya, Imam jelas memiliki kesempatan karena memegang jabatan menteri. Anggaran Kemenpora setiap tahun mencapai trilunan. Anggaran untuk tahun ini, misalnya, sebesar Rp 1,95 triliun!
Belum tentu juga tersangka terlalu serakah sehingga ia nekat korupsi. Ini pun terlihat dari penggunaan duit korupsi. Ada yang buat “kepentingan lain” di luar kepentingan pribadi, seperti dijelaskan oleh KPK.
Keperluan lain itu bisa terungkap di pengadilan nanti. Yang jelas, kebutuhan dana seorang politikus cukup besar. Banyak kasus lain memperlihatkan politikus memperlukan dana untuk kegiatan partai atau disalurkan ke konstituen.
Budaya masyarakat yang permisif terhadap korupsi juga memungkinkan praktek ini tumbuh subur. Masyarakat mempunyai persepsi bahwa pejabat pasti memiliki duit banyak. Jika diberikan bantuan oleh pejabat, mereka juga tak peduli duit itu berasal dari mana.
Mustahil cuma dicegah
Menekan biaya politik yang tinggi tentu tidak mudah, begitu pula mengubah budaya masyarakat. Melihat banyaknya aspek penyebab korupsi, mustahil memerangi korupsi cuma lewat pencegahan, tanpa penangkapan sama sekali.
Sudah banyak sekali lembaga pencegahan seperti Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasanan Keuangan dan Pembangunan. Begitu pula mekanisme Laporan Harta Kekayaan Negara.
Presiden Jokowi pun telah mengeluarkan Inpres No. 7 Tahun 2015 untuk mencegah korupsi. Maka, berdirilah Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) di daerah-daerah. Hasilnya? Jaksa yang bertugas mengawasi lelang malah ikut korupsi seperti yang terungkap di Yogyakarta pada Agustus lalu.
Dengan KPK lemah, lalu kepolisian dan kejaksaan yang memiliki reputasi kurang bagus, maka perang terhadap korupsi bakal surut. Mekanisme pencegahan mungkin akan membuat korupsi “hilang dari pemberitaan” karena tak ada pejabat atau politikus yang ditangkap, tapi praktik korupsi bisa semakin menggila. @@@
Baca juga:
Imam Nahrawi Tersangka, Satu Contoh Lagi Kenapa KPK Akhirnya Dijinakkan
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Jakarta Sibuk Bagi Kursi DPR-MPR-Menteri, 1/3 Penduduk Wamena Mengungsi
Senin, 7 Oktober 2019 08:34 WIBTragedi Wamena, 11.646 Mengungsi: Pemerintah Jokowi Salah Pendekatan
Jumat, 4 Oktober 2019 08:52 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler