Tarik ulur Revisi UU KPK, Benarkah Jokowi Diancam Dilengserkan?
Jumat, 4 Oktober 2019 20:31 WIBRencana Presiden Joko Widodo mengeluarkan perpu untuk membatalkan revisi UU KPK hingga kini masih terkantung-katung. Berbagai manuver pun muncul yang terkesan hanya untuk mengulur-ukur waktu, mulai dari soal salah ketik revisi UU KPK, hingga urusan uji materi.
Rencana Presiden Joko Widodo mengeluarkan perpu untuk membatalkan revisi UU KPK hingga kini masih terkatung-katung. Berbagai manuver pun muncul yang terkesan hanya untuk mengulur-ukur waktu, mulai dari soal salah ketik revisi UU KPK, hingga urusan uji materi undang-undang ini ke Mahkamah Konstitusi.
Ada pula semacam ancaman pemakzulan yang dilakukan oleh partai politik pendukung Presiden. Gertakan ini bahkan sudah muncul sejak Presiden Jokowi mempertimbangkan mengeluarkan perpu untuk membatalkan revisi UU KPK
Kemungkinan Pemakzulan
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengklaim Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan partai koalisi berpendapat senada tak akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Ia mengatakan hal ini dibicarakan dalam pertemuan lima pimpinan partai koalisi dengan Jokowi di Istana Bogor pada Senin malam lalu.
"Yang jelas Presiden bersama seluruh partai-partai pengusungnya mempunyai satu bahasa yang sama," kata Surya Paloh di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2019.
Surya Paloh mengatakan revisi UU KPK itu sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah. Saat ini UU tersebut juga tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi. Dia berpendapat agar proses ini berjalan dulu.
"Mungkin masyarakat dan anak-anak mahasiswa tidak tahu kalau sudah masuk ke ranah sana, Presiden kita paksa keluarkan Perppu, ini justru dipolitisir. Salah-salah Presiden bisa di-impeach karena itu. Salah-salah lho. Ini harus ditanya ahli hukum tata negara," kata Surya Paloh.
Sebelumnya politikus PDIP, Arteria Dahlan, menolak keras rencana Jokowi untuk menerbitkan perpu. Ia meminta Jokowi melibatkan DPR dalam mengambil keputusan. "Jangan sampai presiden terjebak melakukan perbuatan inkonstitusional," ujar Arteria, 30 September 2019.
Cuma gertakan?
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai banyak suara-suara sumbang yang mungkin menyebabkan Presiden Jokowi terlihat mulai ragu-ragu mengeluarkan perpu.
Suara sumbang itu menyangkut isu pemakzulan atau pelengseran. "Muncul opini yang bisa menyesatkan publik maupun Presiden Jokowi," ujarnya dalam sebuah acara diskusi bertajuk 'Mengapa Perpu KPK Perlu?' di bilangan Menteng, Jakarta pada Jumat, 4 Oktober 2019.
Bivitri menegaskan, dalam sistem presidensial, kedudukan presiden sangat kuat. Presiden tak akan jatuh selain karena pelanggaran berat dan pidana yang berat, yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945. Itu pun melalui proses di Mahkamah Konstitusi. "Dikeluarkannya Perpu merupakan langkah konstitusional menurut pertimbangan subjektif presiden, sehingga tidak akan dapat digunakan untuk menjatuhkan presiden," kata dia.
Presiden seharusnya tak ragu
Ancaman pemakzulan itu mungkin saja buat menakut-nakuti Jokowi atau untuk mengecoh publik. Yang jelas semuanya bergantung pada Presiden Jokowi. Tarik ulur akan terus terjadi jika ia tidak mengambil keputusan. Arah negara ini menjadi kacau jika kebijakan Presiden terlalu disetir oleh partai-partai pendukungnya, apalagi dalam urusan yang amat penting: pemberantasn korupsi.***
Baca juga:
Pro Jokowi Kuasai DPR-MPR-DPD, Buzzer Dominasi Medsos, Cuma Mahasiswa Harapannya?
Kata Moeldoko, Buzzer Itu Destruktif: Kenapa Pemerintah juga Dirugikan?
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Ternyata Bukan Jokowi, Inilah Kunci Masuk Kubu SBY & Prabowo ke Kabinet
Sabtu, 19 Oktober 2019 18:14 WIBDilema Jokowi Soal Perpu, Inikah Kasus Sensitif di Balik Penolakan Kubu Megawati
Senin, 7 Oktober 2019 19:15 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler