Usai Kebiri KPK, Inikah Skenario Kedua: Presiden Dipilih MPR

Sabtu, 5 Oktober 2019 18:45 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Entah kebetulan atau tidak, Bambang kini menjadi Ketua MPR. Ajaibnya, PDIP pula yang menyokongnya dengan syarat ia bersedia mengamandemen UUD 1945.

Kecemasan ini mungkin berlebihan.  Tapi kecenderungan Republik ini menuju kemunduran terlihat nyata.  Tatanan reformasi mulai dipreteli satu persatu, seperti mau kembali ke sistem Orde Baru.

Politik yang penuh kompromi di kalangan elite memungkinkan mimpi buruk itu terjadi. Tak ada partai oposisi, tapi hanya bagi-bagi posisi.  Kursi Ketua DPR diberikan pada  Puan Maharani dari PDIP. Ketua MPR dijabat Bambang Soesatyo dari Golkar.  La Nyalla Mattalitti yang pro Jokowi menjadi Ketua DPD.

Dalam kondisi politik seperti itu, jangan heran bila KPK mudah dilemahkan.   Selain soal KPK, ada lagi agenda lain yang belum terwujud: menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi.

PDIP yang mula-mula mengusulkan hal itu pada Agustus lalu, terutama dalam konteks MPR berwenang membuat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) ala Orde Baru.  Tapi pada waktu yang hampir bersamaan Ketua DPR saat itu  Bambang Soesatyo melempar wacana pemilihan presiden oleh MPR. 

Entah kebetulan atau tidak, Bambang kini menjadi Ketua MPR. Ajaibnya,  PDIP pula yang menyokongnya dengan syarat ia bersedia mengamandemen UUD 1945.

Berikut ini manuver PDIP dan Bambang dua bulan lalu.

Manuver  PDIP
Kongres PDIP mengusulkan menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sekaligus menjadikan  MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

"PDIP mengusulkan amandemen terbatas UUD 1945 untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan menetapkan GBHN,"  ujar Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto saat membacakan hasil rekomendasi kongres di Bali pada Sabtu, 10 Agustus 2019.

Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, heran terhadap langkah PDIP itu. Ia melihat agenda tersebut berpotensi menjadi liar hingga mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara seperti di era sebelum Reformasi.

Menurut Feri Amsari, rencana  itu mengundang masalah  : berimplikasi terhadap sistem presidensial.  Imbasnya, sistem pertanggungjawaban presiden menjadi ganda, kepada DPR pelaksanaan undang-undang dan terhadap MPR dengan mengacu GBHN.

Jangan heran bila sebagian kalangan menilai manuver PDIP itu hanyalah pintu masuk untuk agenda yang lain, terutama pemiliahan presiden lewat MPR.

Pernyataan Liar Bambang Soesatyo
Ketika masih menjadi Ketua DPR,  Bambang Soesatyo pernah mengusulkan pemilihan presiden dilakukan oleh MPR  seperti pada Pemilu 1999. Salah satu alasannya, pemilihan presiden langsung cukup rumit dan mengudang polarisasi dalam masyarakat.

"Apa enggak sebaiknya Pilpres dikembalikan lagi ke MPR," kata Bambang  dalam diskusi rilis survei nasional oleh Cyrus Network di Ashley Hotel, Menteng, Jakarta Pusat, 9 Agustus lalu.

Bambang mengaku mendapat pertanyaan dan usulan dari publik terkait hal ini. Mekanisme pemilihan presiden seperti itu, kata dia, bisa mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.  ****

Baca juga:
Inilah 3 Gertak Sambal ke Jokowi untuk Hadang Perpu KPK

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Viral

Lihat semua