Putri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid, Anita Wahid (tengah), bersama pegiat Perempuan Indonesia Anti Korupsi, memberikan keterangan kepada awak media, di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 15 Oktober 2019. Perempuan Indonesia Anti Korupsi mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpu KPK, karena Revisi UU KPK dinilai memperlemah kinerja lembaga antirasuah itu. TEMPO/Imam Sukamto
Rabu, 16 Oktober 2019 10:00 WIB
Perppu dan Momen Bersejarah Seorang Pemimpin
Kegentingan itu bukanlah semata-mata ditimbang dari sudut perundangan, melainkan kenyataan sosiologis bahwa suap dan korupsi telah mengarahkan bangsa ini menjauh dari cita-cita kemerdekaan yang ditegakkan dengan keringat, air mata, dan darah para pejuang.
Dibaca : 2.208 kali
Hingga sehari menjelang berlakunya undang-undang baru KPK, 17 Oktober, rakyat masih belum tahu apakah pemimpinnya akan jadi menerbitkan Perppu untuk menyelamatkan KPK atau tidak. Rakyat menunggu keputusan presidennya, yang barangkali masih perlu waktu lagi untuk menimbang-nimbang dan membuat kalkulasi. Namun rakyat tahu persis inilah momen bersejarah yang akan menunjukkan seberapa tajam kepekaan nurani serta seberapa dekat keberpihakan seorang pemimpin kepada rakyatnya.
Ketajaman kepekaan nurani itu akan mengantarkan seorang pemimpin kepada situasi kegentingan yang menuntut dirinya untuk menyelamatkan bangsa ini dari suap dan korupsi yang telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan masyarakat. Kegentingan itu bukanlah semata-mata ditimbang dari sudut perundangan, melainkan kenyataan sosiologis bahwa suap dan korupsi telah mengarahkan bangsa ini menjauh dari cita-cita kemerdekaan yang ditegakkan dengan keringat, air mata, dan darah para pejuang—yang akhirnya wafat di medan laga maupun yang sempat menikmati masa-masa lepas dari kolonialisme Belanda dan Jepang serta jatuh bangun membangun negeri ini.
Kenyataan sosiologis yang menuntut sikap dan tindakan pemimpin untuk menyelamatkan bangsa tersebut adalah wujud ‘kegentingan yang memaksa’. Dilihat dari sisi manapun, kenyataan sosiologis bahwa dampak suap dan korupsi demikian buruk terhadap kesejahteraan rakyat dan martabat bangsa sehingga memerlukan tindakan yang radikal, jauh lebih berbobot sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan seorang pemimpin bila dibandingkan dengan ‘terlanjurnya disetujui undang-undang hasil revisi’ oleh pemerintah dan DPR.
Kenyataan sosiologis itu juga jauh lebih berbobot dibandingkan nasihat-nasihat seperti ‘lantas mau dikemanakan kewibawaan pemerintah’. Justru, dengan mengoreksi apa yang sudah diputuskan tapi belum efektif dilaksanakan, seorang pemimpin telah memulihkan kewibawaannya di hadapan masyarakat. Pemimpin yang bijak tidak perlu malu mengakui kekeliruan, sebab itu hal yang manusiawi, namun jika ia tidak mengoreksi kekeliruan itu, ia akan melakukan kekeliruan lebih dalam lagi.
Perppu adalah jawaban atas kenyataan sosiologis sebagai ‘kegentingan yang memaksa’, sedangkan undang-undang hasil revisi itu merupakan wujud ‘kepentingan yang memaksa’, karena dirapatkan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, disepakati tanpa resistensi apapun dari satu orangpun anggota DPR, serta disempurnakan dengan salah ketik yang mencerminkan ketergesaan dalam penyusunan. Selesainya revisi dalam waktu yang sangat pendek itu juga memperlihatkan bahwa niat dan gagasan yang tertuang di dalamnya telah dipikirkan sejak lama, tapi waktu yang singkat ini mungkin telah membuat seorang pemimpin tidak cukup punya waktu untuk memahaminya secara jernih dan cermat.
Kini waktu yang tepat bagi pemimpin untuk menuliskan sejarah tentang bagaimana menjadi pemimpin yang memahami benar kehendak tulus dari rakyatnya, yang sangat menginginkan bangsanya bersih dari suap dan korupsi. Tidak banyak orang yang punya kesempatan berharga dan monumental seperti ini, yang akan membuat jutaan rakyat mau bersaksi atas kualitas kepemimpinannya di dunia maupun di akhirat. >>
Suka dengan apa yang Anda baca?
Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.
Rabu, 6 Januari 2021 18:11 WIB

Menanggulangi Mahalnya Harga Tempe dan Tahu
Dibaca : 895 kali
Rabu, 6 Januari 2021 12:32 WIB

Daya Tarik Pekerjaan Guru Itu Menjadi PNS, kok Disetop?
Dibaca : 866 kali
Kamis, 7 Januari 2021 11:23 WIB

Selebrasi Vaksin, Perlukah Saat Ini?
Dibaca : 1.276 kali
Senin, 28 Desember 2020 12:35 WIB

Lagu Indonesia Raya Diparodi, Momentum Refleksi dan Instrospeksi Pemimpin Negeri, dan Pelaku Ditangkap
Dibaca : 919 kali
Jumat, 25 Desember 2020 05:38 WIB

Prabowo-Sandi Tak Konsisten, Rakyat Semakin Enggan Berpolitik
Dibaca : 1.107 kali
Selasa, 22 Desember 2020 17:04 WIB

Sudah Siapkah Sekolah Menggelar Belajar Tatap Muka Mulai Januari?
Dibaca : 860 kali
Kamis, 17 Desember 2020 15:44 WIB

Surat untuk Karni Ilyas dari Pecinta ILC di Toboali
Dibaca : 1.379 kali
Surat untuk bang Karni Ilyas sebagai host Indonesia Lawyer Club.
Minggu, 13 Desember 2020 05:51 WIB

Wuih, Anggaran Toilet Sekolah di Bekasi Ratusan Juta Rupiah, Kok Bisa?
Dibaca : 1.177 kali
Jumat, 11 Desember 2020 18:52 WIB

Berita Konflik Polisi versus FPI Menutupi Berita Pilkada hingga Korupsi
Dibaca : 907 kali
Minggu, 6 Desember 2020 18:39 WIB

Dua Menteri Diringkus KPK, dan Harun Masiku Masih Aman
Dibaca : 1.070 kali
Selasa, 19 Januari 2021 17:33 WIB

8 Langkah Menemukan Arah dalam Hidup Jika Anda Merasa Tersesat
Dibaca : 1.335 kali
1 hari lalu

Ketua Satgas Covid-19 Umumkan Positif: Nah, Begitu Bagus!
Dibaca : 924 kali
5 hari lalu

Dinilai Bermain Aman, Keberpihakan Puan Maharani kepada Hak-hak Perempuan Dipertanyakan
Dibaca : 921 kali
5 hari lalu
