x

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 24 Februari 2020 07:06 WIB

Nasib Pekerja di Bawah Omnibus Law akan Didiskusikan di Tempo

Proses pembuatan Omnibus Law yang terkesan tertutup dan mengundang kecurigaan masyarakat. Salah satu Omnibus Law yang paling disorot adalah RUU  Cipta Kerja.  Bertujuan untuk memperlancar investasi,  rancangan ini dikhawatirkan lebih banyak menguntungkan pengusaha ketimbang kaum pekerja. Sejumlah poin penting yang diatur dalam RUU Cipta Kerja tersebut perlu didiskusikan oleh publik karena menyangkut nasib pekerja.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dewan Perwakilan Rakyat segera  membahas   rancangan undang-undang sapu jagat atau Omnibus Law yang diajukan pemerintah.  Pembuatan undang-undang induk yang  mengubah sekaligus aturan dalam banyak undang-undang  tersebut  sebetulnya bertujuan baik. Bukan cuma mempercepat legislasi, tapi juga menyederhanakan dan memangkas aturan yang bertabrakan.

Hanya,  proses pembuatan draf RUU yang terkesan tertutup sempat mengundang kecurigaan masyarakat.  Salah satu Omnibus Law yang paling disorot adalah RUU  Cipta Kerja.  Bertujuan untuk memperlancar investasi,  rancangan ini dikhawatirkan lebih banyak menguntungkan pengusaha ketimbang kaum pekerja.

Sejumlah poin penting yang diatur dalam RUU Cipta Kerja tersebut  perlu didiskusikan oleh publik karena menyangkut nasib pekerja.  Pertama,  rancangan ini mengatur fleksibilitas jam kerja, proses perekrutan, dan pemutusan hubungan kerja. Ada pengaturan baru mengenai pesangon dan upah minimun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kedua,  pemerintah juga akan mempermudah masuknya tenaga kerja asing.  Kemudahan yang diberikan antara lain dalam hal izin kerja dan pajak penghasilan yang harus dibayarkan.  

Ketiga,  penerapan skema gaji bulanan menjadi pengupahan per jam untuk mendukung fleksibilitas dalam bekerja. Pekerja yang bekerja delapan jam sehari atau 40 jam per minggu akan mendapat upah bulanan. Pekerja yang bekerja di bawah 35 jam per minggu akan menggunakan aturan pengupahan per jam. Pekerja yang mendapatkan upah per jam juga dapat bekerja di lebih dari satu perusahaan.

Keempat,   RUU Cipta Kerja juga akan mengatur tentang hubungan antara pekerja dengan usaha mikro, kecil, dan menengahberbasis pada kesepakatan kerja.

Saat ini, ada dua jenis perjanjian kerja yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Dari poin-poin penting dalam  RUU, muncul banyak pertanyaan yang bisa diskusikan, misalnya, :

  • Seberapa besar pengaruh regulasi terebut terhadap iklim investasi di Indonesia di masa mendatang?
  • Industri apa saja yang paling diuntungkan dengan aturan baru tersebut?
  • Bagaimana pula pengaruhnya bagi ketegakerjaan di Indonesia? Benarkah posisi kaum buruh akan lebih lemah dan rentan diperlakukan tidak adil?
  • Apa dampak perubahan skema pengajian per jam bagi produkvitas?  Bagaimana pengaruhnya pula bagi nasib buruh?
  • Mungkinkah aturan-aturan baru bisa diterapkan di Indonesia? Apakah kalangan buruh bisa menerimanya?  Poin yang mana yang paling memberatkan pekerja?

Untuk itu, Indenesiana, id, blog jurnalisme warga yang dikelola Tempo, akan menggelar diskusi dengan mengundang sejumlah narasumber, mereka adalah Haiyani Rumondang (Dirjen PHI Kemenaker), Said Iqbal (Presiden KSPI) dan Gita Putri Damayana (Direktur Eksekutif PSHK)

Diskusi terbuka untuk umum dan tak dipungut bayaran ini akan digelar pada Selasa, 25 Februari, pukul 14.00 sd 16.00, bertempat di Gedung Tempo, Jalan Palmerah Barat no 8, Jakara, Lantai 5. 

Anda yang berminat mebghadiri diskusi silakan menghubungi Katrin di 081909600578 atau di katrin.ririn@tempo.co.id 

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler